Meski Dino menuding US Environmental Protection Agency mengambil data lama, namun perkataan Dino di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (23/2) tidak akan berarti jauh bila tidak melihat akar permasalahannya. Langkah yang seharusnya diambil adalah, bagaimana menekan pengusaha Malaysia yang menguasai lebih separuh lahan sawit di tanah air. Sebab, pada hakikatnya lebih separuh dari produk CPO di Indonesia bukan lagi milik pemerintah Indoenesia, kecuali dalam penyediaan buruh murah di perkebunan-perkebunan dalam negeri dan Malaysia sendiri.
Yang terlihat saat ini, Dubes RI untuk Amerika Serikat bingung, eh para pengusaha Malaysia pura-pura linglung terhadap ekspansi mereka di "negara koloni modern" yang bernama Indonesia.
Kesiapan Dino, bahwa pemerintah Indonesia akan memberikan data terkini tentang lahan perkebunan kelapa sawit demi upaya pengurangan emisi kepada pemerintah Amerika bukan semata tanggung jawab pemerintah saja, namun juga harus dibebankan kepada pengusaha Malaysia.
Dalam standar yang dibuat AS, bio diesel dari CPO seharusnya mampu mengurangi gas emisi sebesar 25% dimana Amerika menuding Indonesia melanggar ketentuan itu. Mereka memberi batas waktu hingga 27 Maret untuk memberikan tanggapannya atas penolakan Amerika terhadap CPO Indonesia. Dino mengatakan, secepatnya tanggapan tersebut akan diberikan.
Menurut Dino kebijakan Amerika memboikot tentunya berpengaruh besar terhadap industri kebun kelapa sawit yang semata hanya mengandalkan hasil panen CPO tanpa produk turunannya.