Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Victim

26 Agustus 2022   12:04 Diperbarui: 26 Agustus 2022   12:10 65 5
Minggu, dini hari, aku memilih
menyendiri. Merenungi mengapa sepagi
ini aku sendiri? Bukankah semalam aku
tertawa denganmu di ruang tamu?

Mengapa saat mentari bertamu, kau sudah
tak menempati kedua netraku? Pergi ke
mana dirimu? Mengapa tak kaukirim
pesan singkat atau meneleponku?

Hei, tunggu. Ada yang mengetuk pintu. Kubuka
dan kulihat sang tamu, ia bergaun putih bak
putri raja. Cantik sekali. Oh bukan, ia baru
saja mengakui diri sebagai dokter.

Kutanya, "Siapa yang mengundang dokter
untuk datang?" Lantas wajah cantiknya mengurai
senyum tipis, sembari berucap, "Semalam anda
yang menghubungi saya via telepon.

Suara anda histeris meminta saya untuk
datang. Anda bilang, kekasih anda yang hilang
bertahun-tahun, telah pulang. Dan itu
mengejutkan anda."

Apa-apaan ini? Dokter itu pasti salah
alamat. Siapa yang menghubunginya?
Semalam aku tertawa, bukan histeris. Dan
kekasihku hilang bertahun-tahun?

Omong kosong! Semalam aku bersamanya.
"Sebaiknya anda pergi dari sini, badan saya
tidak terasa sakit sama sekali," begitulah ucapku
ketus padanya yang mematung di depan pintu.

"Tidak!" katanya tegas. "Kenapa?" tanyaku.
"Badan anda sehat wal afiat, saya menyadari
itu. Tapi jiwa anda, sedang tidak baik-baik
saja. Anda perlu berobat!"

Apa dia mau menyebutku tidak waras? Sudah
kuduga, dia yang kurang healing. Kutanyai
balik saja, "Dok, apa kekasih anda hilang?
Hingga anda mencarinya ke sini?"

Seketika ia berteriak histeris. Memanggil nama
kekasihku, seraya berteriak, "Kenapa semalam kau
pergi menemui pacarmu yang biasa-biasa saja ini?
Apa kau lupa, semalam harusnya kita tiup lilin bersama?"

Gubrak,
gelap melanda,
tak kuketahui apa yang
terjadi setelahnya.

2022.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun