Fokus ke pengolah sagu, saya ceritakan secara garis besar tentangnya berdasarkan pengamatan lansung dan pengalaaman selama berada di Memes saat ini. Sagu adalah makanan pokok masyarakat setempat, dinikmati dengan cara bakar dan juga rebus jadi bubur (Papeda). Teksturnya kenyal jika dibakar dan lengket kalu dibuatkan Papeda. Cara penyajiannya cukup dengan ulat sagu, ikan bakar atau kuah kuning pen sesuai menu tersedia.
Pengolah sagu terbilang susah karena menggunakan cara tradisional. Pertama-tama perempuan Memes harus Pangkur dengan cara menebang pohon sagu yang berdiameter kurang lebih 1 meter menggunakan Kapak, lalu membelahnya, kemudian mencincang isi pohon. Proses selanjutnya adalah merendam cincangan sagu di air lalu memerasnya menggunakan tangan ataupun karung untuk menghasilkan pati. Sifat pati yang mengandung banyak air , membuatnya berat saat di gendong pulang rumah. Pati sagu dari sepohon biasanya dikonsumsi selama 1 minggu. Kemudian, perempuan Memes akan melewati tahap yang sama tanpa mengeluh. Sungguh perempuan tangguh yang patut dijadikan teladan.
Seorang guru di SDI Memes, Ika Marika Yulia Siloy, SPd. (26) yang juga merupakan perempuan asli Papua mengatakan, "keberadaan perempuan sebagai tulang punggung, sudah menjadi identitas sebagian besar perempuan di tanah Papua (Mace Suku)". Ironi memang jika dibandingkan dengan permpuan- perempuan di luar pulau ini. Perempuan Papua bagiku hebat, tidak habis-habisnya saya bepikir betapa tulus pengorbanan mereka demi cinta keluarga. Dalam hidup, mereka seperti lumut indah yang setia merangkul batu keras tidak peduli terik siang, dingin malam dan deras hujan sampai batu keras sekalipun jadi lunak.
***
Memes Papua, 12 April 2020