Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Berlin = Tembok?, Tembok = Berlin?

10 Desember 2010   08:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:51 279 0
'''Hujan kemarin itu besar banget, kali di belakang rumah sampai membludak, banjir,,,'' Kata Teh Is, teman di kantorku.''Iyah, bener, hujannya gede banget sampe-sampe aku takut keluar kamar, karena hujan dan petirnya yang gede-gede’' timpalku.''Di kampung kami, malah ada yang terbawa banjir'‘ Pa husen, temanku yang lain menyambung.''Iyah, air sungainya naik, jadinya banyak yang kebanjiran , malah Berlinnya rumah tetangga Iis terseret air'' Teh Is kembali bercerita.''Apa teh Is, Berlin?'' tanyaku.''Iyah, Berlin, terbawa air‘‘''Berlin tuh apa teh Is?’''''Hah?! Teh Usan ga tau berlin?'’ Tanya teh Is. ''Enggak'' jawabku pendek. Pa Husen dan beberapa teman yang dari tadi mendengarkan cerita Teh Is sontak tertawa.''Yaaaa, Teh usan mah taunya cuma Berlin yang di Jerman doang'' timpal yang lain masih sambil terkekeh-kekeh.''Berlin tuh itu loh Teh, tembok, buat batas, buat penghalang, mirip pagar, tapi dari tembok,,,,itu namanya Berlin'' kata teh Is mencoba menerangkan.Woalaaaahhhh…Dari kejadian tersebut, aku mulai menghubung-hubungkan, munculnya kata benda ''BERLIN'' tersebut dengan beberapa hal yang kuketahui sejak aku kerja di kampus ini, beberapa tahun yang lampau. Kampus IPB Dramaga, lokasinya terletak di Dramaga, Kabupaten Bogor. Kampusnya dikelilingi oleh beberapa desa. Salah satunya adalah Desa Cangkurawok tempat kejadian ''BERLIN'' yang terseret arus tadi. Selain Desa Cangkurawok, sisi lain kampus berbatasan dengan desa Babakan.Untuk membatasi dan membedakan antara wilayah kampus dengan desa-desa tetangganya, sekitar tahun 2001 atau 2002, kalau aku tidak salah ingat, pihak kampus membangun pagar tembok di wilayah belakang kampus. Untuk mengakses kampus, ada beberapa pintu masuk yang disediakan. Pintu kampus ini kebanyakan berada di area depan kampus. Sedangkan mahasiswa, pegawai dan orang-orang yang mencari nafkah di IPB, banyak juga yang berasal dari bagian belakang kampus, pun dengan jalur angkot Kampus Dalam,angkot yang melintasi kampus IPB, yang pemberhentian akhirnya ada di daerah belakang kampus.Dengan adanya tembok pembatas tersebut, otomatis orang yang tadinya biasa mengakses kampus dari arah belakang (Babakan) harus berjalan lebih jauh untuk bisa masuk kampus, harus berjalan memutar dan kemudian masuk dari bagian depan kampus.Entah siapa yang berinisiatif dan memiliki ide, perlahan-lahan pada tembok pembatas yang berada di sekitar Desa Babakan Tengah (Bagian belakang kampus) tersebut mulai bolong dan lama kelamaan membentuk seperti pintu yang cukup untuk dilewati satu orang dewasa. Aku, jujur yah, termasuk orang yang bergembira menyambut bolongnya pintu tersebut, karena akses menuju lab tempatku bekerja memang lebih mudah dan lebih dekat dicapai dari bolongan tersebut. Mungkin karena terinspirasi dari runtuhnya tembok Berlin (original) di Jerman pada era menjelang 90 an tersebut atau karena proses meruntuhkannya yang dimirip-miripkan dengan runtuhnya Tembok Berlin Jerman ,aku kurang tahu, banyak mahasiswa yang menyebut pintu masuk tersebut dengan nama ''TEMBOK BERLIN''. Malah beberapa tahun belakangan lokasi tersebut terkenal dengan ''BERLIN''‘ saja ;-), kemungkinan dengan alasan kepraktisan dan sebutan yang lebih singkat.Karena alasan banyaknya pengakses tembok bolong tersebut atau karena takut terjadi demo besar-besaran seperti di Berlin? :-), kurang tahu pasti, yang jelas pihak kampus membiarkan ''kebolongan'' itu, sampai sekarang, malah pihak kampus me‘maten’kan kebolongan tersebut, sehingga tembok bolong pun bereinkarnasi menjadi pintu (beneran pintu) yang bisa dilewati dua orang.Analisisku (halaaaaah… ) dari sinilah kebanyakan masyarakat desa disekitar kampus mulai mengenal ''BERLIN'' sebagai ''TEMBOK''‘.BERLIN adalah TEMBOK dan TEMBOK adalah BERLIN, itu menurut mereka (paling tidak beberapa orang desa sekitar kampus yang kukenal berpendapat demikian ).Tapi kalau dilihat dari cara mereka tertawa kegelian mengetahui ketidaktahuanku soal benda ‘BERLIN’ yang terseret air itu, aku merasa yakin kalau buat mereka Berlin memang sama dengan Tembok.Jadi kalau misalnya anda berkesempatan suatu waktu berkunjung ke IPB, terus janjian mau di jemput di depan Tembok Berlin, anda tak perlu bingung dan tak perlu pula susah-susah pesan tiket ke Jerman untuk sampai di ''TEMBOK BERLIN'', tempat anda janjian itu. Atau jika anda berkesempatan mengunjungi Desa Cangkurawok, desa kecil di belakang kampus IPB, dan pada saat anda berjalan anda mendengar ‘‘ Hei,,lihat!! Burung apa yang sedang bertengger diatas Berlin!''‘ anda sudah tahu kemana arah kepala anda akan ditengokkan dan anda pun tidak perlu terheran- heran lagi mendengarnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun