Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu tersenyum riang melihatku berdiri di pintu kamarnya. Sedikit tergesa ia pun berlari menghampiriku. Aku tersenyum dan dengan segera menyandarkan lutut di lantai, menunggu pelukannya. Ya, seperti yang kuduga, ia mendekapku erat sekali.
      "Ayah kok baru pulang? Senja kangen sekali dengan Ayah.", katanya saat melepas pelukannya dengan wajah menggemaskan.
      "Iya, urusan Ayah di Jakarta kemarin masih sangat banyak sehingga baru bisa pulang hari ini. Ayah juga kangen kok dengan Senja. Kangen sekali malah. Maafkan Ayah ya, Senja tidak marah kan dengan Ayah?", kataku penuh senyum sembari mengelus lembut rambut panjangnya nan hitam.
      Gadis kecilku itu tak menjawab. Ia hanya kembali tersenyum riang. Tangannya kembali memelukku erat. Erat sekali. Ah, Senja memang akan selalu menjadi putriku yang hebat memahami. Tanpa ia harus menjawab pun, aku mengerti dan amat yakin anak bungsuku itu tak merasa kesal ataupun marah karena keterlambatanku pulang dari Jakarta.Ya,  seperti yang sudah-sudah, ia selalu berusaha mengerti dengan baik setiap kondisi meski aku yakin keterlambatanku pulang tidak ia sukai.
      "Yah, ayo masuk yah. Senja sudah kangen mendengarkan cerita dari Ayah.", kata Senja kali ini sambil menggenggam erat tangan kananku, mengajakku masuk dan ikut berbaring di tempat tidurnya.
      Aku kembali tersenyum saat berbaring di samping Senja. Ya, seperti malam-malam biasanya selama 13 tahun ini, sejak aku dipanggil Ayah, aku harus mengantarkan tidur anak-anakku dengan cerita. Dahulu untuk si sulung, Embun. Sekarang, untuk putri bungsuku, Senja. Sungguh, ini bukan aktivitas mudah. Aku sering harus memutar otak demi menghadirkan cerita-cerita baru dan menarik. Biarpun begitu, aku sangat menikmatinya. Ya, buatku menanamkan pemahaman lewat cerita kepada mereka itu sangat menyenangkan.
      "Senja mau Ayah cerita tentang ini."
      Aku termenung sejenak menerima selembar kertas berisi informasi lomba bercerita tentang kisah perempuan inspiratif untuk anak-anak SD tingkat kota dari tangan Senja.
      "Senja mau ikut ini?"Ayah harus cerita tentang perempuan inspiratif di Indonesia?"
      Senja mengiyakan pertanyaanku lewat anggukan kepala. Wajahnya cerah bersemangat menanti kisah yang akan kusampaikan. Kedua matanya yang amat bening nampak begitu siap untuk mencerna sepotong demi sepotong pemahaman yang bakal kusampaikan.
      Aku menghela nafas pelan. Nama demi nama perempuan hebat di negeri ini membayang di benakku. Ya, nama demi nama perempuan tangguh yang pernah menjadi bagian di setiap babak sejarah perjalanan bangsa. Mereka sungguh inspiratif. Sangat hebat. Ah, tetapi sedikit banyak, esok ataupun lusa, Senja pasti akan memperoleh cerita-cerita mereka. Bapak ibu gurunya bisa lebih detail mengisahkan. Demikian halnya dengan buku-buku sejarah yang mulai ia baca, pasti lebih lengkap menjelaskan.
      "Yah? Kok malah diam? Ayo cerita nanti keburu Senja mengantuk."
      Aku tertawa kecil mendengar kalimat Senja. Aku baru saja menemukan satu nama yang tepat untuk ku ceritakan kepada putri bungsuku itu malam ini. Betapapun sederhananya, semoga Senja dapat belajar dari perempuan ini.
      "Senja, putri kesayangan Ayah, dengarlah nak bahwa perempuan yang akan Ayah ceritakan boleh jadi memang tak sebesar nama-nama perempuan hebat yang tertulis di buku pelajaran sejarahmu. Meskipun demikian, Ayah percaya Senja akan dapat banyak belajar dari sosok perempuan ini. Senja dengarkan baik-baik cerita Ayah ya."*
      Perempuan itu senang memanggil dirinya sendiri senja. Mengapa? Ayah tidak pernah tahu alasan tepatnya. Ayah hanya tahu perempuan itu sangat mengagumi keindahan stasiun senja. Ya, langit barat di sore hari memang sangat indah. Selalu ceria berpesta warna. Mungkin hal itu pula yang dulu menjadi alasan Bunda meminta Ayah memberimu nama Senja. Ya, sepotong doa semoga hidupmu indah layaknya langit barat di sore hari.
      Perempuan yang mencintai senja itu adalah perempuan yang istimewa. Ia berbeda dari perempuan pada umumnya. Penampilannya sungguh sangatlah sederhana. Meskipun demikian, perempuan yang mencintai senja itu adalah perempuan yang tangguh dan tegar. Sejak kecil, perempuan itu sungguh amat terlatih menghadapi perihnya hidup. Perempuan itu terlahir dari keluarga yang amat sederhana. Ayahnya berpenghasilan tak menentu. Seringkali pas-pasan. Sementara ibunya sakit-sakitan. Sakit yang dideritanya sangat serius.  Ya, jalan hidup yang tergaris atas perempuan itu memang amat berliku dan penuh kerikil tajam. Hidupnya jauh dari rasa nyaman dan tenteram. Selalu dihantam badai. Selalu diterjang ganasnya ombak. Seringkali beragam cobaan datang menguji secara bersamaan. Meski demikian, perempuan yang mencintai senja itu selalu berusaha menjadi karang. Benar. Karang yang tegar meski berkali dihantam debur gelombang. Tetap kokoh. Tetap tak bergeming. Ya, perempuan itu sangat pandai menyembunyikan air matanya di hadapan banyak orang.
      Sebagai keluarga miskin, keluarga perempuan itu sering dipandang sebelah mata. Ya, hampir sepanjang hidupnya perempuan itu selalu diremehkan. Meskipun demikian, perempuan itu tak pernah mau mendengarkan kata-kata orang yang meremehkannya. Tidak pernah. Dalam keterbatasan yang ia punya, perempuan itu tetap menyulam mimpi-mimpi besar di angannya. Semangatnya dalam berjuang selalu besar, tak pernah padam oleh hinaan. Perempuan yang mencintai senja itu memiliki mimpi-mimpi yang besar. Dia ingin menjadi seorang menteri dan penulis besar. Ia ingin menjadi seorang menteri yang akan banyak menggebrak perubahan untuk negeri ini. Ia ingin menginspirasi dunia lewat tulisan-tulisannya.
      "Nak, perempuan yang selalu diremehkan tidak akan bisa sekolah tinggi karena miskin itu pada akhirnya bisa terus bersekolah sampai menyandang gelar master dengan beasiswa."
      "Hebat sekali Yah!" Ah, bagaimana perempuan itu ketika sekolah? Sangat pandai ya Yah? Selalu memperoleh nilai 100 dan menjadi juara kelas ya?"
      Perempuan yang mencintai senja itu memiliki catatan prestasi akademik di bangku sekolah maupun kuliahnya yang cukup baik. Namun, bukan berarti perempuan itu tak pernah gagal dalam sekolahnya. Saat SMA, ia terpaksa harus puas mendapat nilai ujian matematika  5 sehingga membawanya di deretan terakhir peringkat kelulusan. Saat kuliah, perempuan itu juga pernah tidak lulus dalam suatu mata kuliah. Perempuan itu juga sering mengalami kegagalan. Sering tak menjadi yang terdepan ataupun terbaik. Namun, itu tak pernah menjadi masalah buatnya. Tidak pernah. Baginya, nilai ataupun hasil pencapaian lainnya bukanlah hal utama. Baginya, proses dan kesempatan untuk belajar dari pengalaman adalah lebih penting. Baginya, juara ataupun pemenang tidak selamanya harus nomor satu ataupun yang terbaik. Baginya pemenang sejati adalah mereka yang bisa mengalahkan dirinya sendiri. Ya, pemenang sejati adalah mereka yang bisa mengalahkan rasa malas, rasa takut, juga rasa ragu. Perempuan itu terus dan terus melakukan dan memberikan yang terbaik.
      "Senja juga ingin menjadi pemenang yang sejati bukan? Kalahkan rasa takut, malas, juga semua kelemahan pikiran dan hatimu yang lainnya nak. Ketika Senja mengerjakan segala sesuatu, yang terpenting bukan hasilnya melainkan bagaimana Senja berusaha dan dapat belajar dari segala sesuatu itu.", kataku diiyakan anggukan kepala Senja
        "Ayah mengenal dengan baik perempuan itu ya?"
      "Iya sayang. Ayah sangat mengenal baik perempuan itu. Ayah bertemu dan mengenal perempuan pengagum senja itu 24 tahun lalu, ketika kuliah Ayah di kota ini memasuki tahun ketiga. Ya, Ayah bertemu perempuan pengagum senja itu di kampus."
      "Oh iya Yah?", kedua mata Senja menatapku tak percaya
      "Bagaimana dengan kehidupan kuliahnya? Apa kehidupan kuliahnya juga sangat bewarna seperti cerita-cerita Ayah saat dulu menjadi mahasiswa? Apa perempuan itu juga punya banyak kesibukan seperti yang Ayah punya saat menjadi warga kampus?", tanya Senja kali ini dengan nada sangat penasaran.
      Aku tersenyum mendengar berondongan pertanyaan dari Senja. Aku menatap kedua matanya dengan lembut. Ah, sungguh putriku ini adalah pengingat yang baik. Aku bahagia karena Senja mampu mengingat dengan baik setiap cerita yang pernah ku sampaikan. Semoga, bukan hanya jalan cerita yang Senja ingat, melainkan juga pemahaman-pemahaman baik atas setiap cerita itu.
      "Senja benar, kehidupan kuliah perempuan pengagum langit senja itu sangat bewarna. Ya, perempuan itu adalah mahasiswa aktif yang kegiatannya di luar kuliah sangat banyak. Boleh jadi ia lebih sibuk daripada Ayah. Kalau saja bisa ditakar, sangat mungkin pengalaman-pengalaman yang perempuan itu peroleh sebagai mahasiswa jauh lebih banyak dari yang Ayah dapatkan."
      Sama seperti Ayah, perempuan itu juga aktif di salah satu organisasi di kampusnya. Semangatnya dalam menjalankan organisasi itu selalu besar. Ya, perempuan itu sangat mencintai organisasi yang dulu juga pernah membesarkan nama Ayah itu. Karenanya wajar bila kemudian perempuan itu pun mendapatkan amanah untuk memimpin organisasi itu. Sungguh, di awal ia memimpin, kalimat-kalimat meremehkan berhamburan menghujam serupa hujan di bulan januari. Sangat deras. Ya, orang-orang dengan amat tega menganggapnya tak layak berdiri menahkodai kapal organisasi itu. Mereka menganggap pemimpin perempuan tak akan sanggup menghadapi badai gelombang di organisasi itu. Namun, lagi-lagi ia melangkah tegap sekalipun di tengah serbuan kata-kata meremehkan tersebut. Ia tetap fokus bekerja demi mereka yang telah mendukung dan mempercayainya.
      "Bagaimana dengan organisasi yang dipimpinnya Yah?"
      Organisasi yang dipimpinnya banyak mengalami gebrakan dan terobosan segar. Satu per satu stafnya memperoleh penghargaan terbaik. Senja, organisasi yang dipimpin perempuan itu mampu menjadi organisasi terbaik di lingkupnya. Ya, perempuan itu berhasil membuktikan kepada mereka yang meremehkannya. Perempuan itu sanggup mematahkan semua anggapan-anggapan miring yang ditunjukkan kepadanya. Sangat mengagumkan.
      "Senja, perempuan itu sering berkata kepada Ayah bahwa motivasinya dalam berbuat selalu sederhana. Ya, perempuan itu hanya ingin membuat bangga orang-orang yang dicintainya. Katanya, kalau tak mampu membuat bangga maka cukuplah untuk tidak membuat kecewa."
      "Nak, berjuanglah untuk orang-orang yang kamu cintai dan mencintaimu. Itu lebih akan membuatmu ikhlas dan enjoy berjuang daripada kau harus turuti nafsumu dengan berjuang untuk membuktikan kepada mereka yang meremehkanmu."
      Senja mengiyakan semua kalimatku dengan anggukan kepala. Kedua mata beningnya menatapku tajam. Menjanjikan pemahaman yang baik. Â
      Bagi perempuan itu, hidup yang hidup adalah yang mampu menghidupkan orang lain. Hidup yang baik adalah yang bermanfaat. Demikian besar prinsip dan pemahaman ini ia pegang dalam hati, pikiran, juga tindakannya.
      Sejak di bangku kuliah, perempuan itu telah jatuh hati dengan dunia masyarakat. Dulu, ia sering melakukan banyak kegiatan pembinaan di masyarakat. Ya, ia sangat bahagia ketika dapat menginspirasi juga memotivasi orang lain untuk ikut bergerak membangun negeri ini. Sungguh, perempuan itu menyadari dengan betul bahwa komitmen sosial adalah termasuk salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan sebuah negara. Masyarakat banyak yang jatuh hati dengan semangatnya melakukan pembinaan. Sangat inspiratif.
      "Bagaimana kehidupannya setelah lulus kuliah Yah?" Apakah Ayah masih mengetahui ceritanya? Apakah ia berhasil menjadi menteri seperti yang ia cita-citakan? Apakah ia masih suka menulis?"
      "Seperti pemikiran kebanyakan orang yang mengenalnya, Ayah juga selalu membayangkan perempuan itu akan menjadi seseorang yang besar setelah lulus. Ayah selalu memikirkan perempuan itu akan tetap energik, terus semangat mengejar mimpi-mimpi yang pernah ia ceritakan kepada Ayah.  Setelah lulus, ia memang diterima di salah satu perusahaan nasional terbaik di kota ini. Posisinya di perusahaan itu sangatlah strategis. Ya, perusahaan itu menjanjikan penghasilan yang amat besar serta karier nan cemerlang. Namun, perempuan itu ternyata memilih jalan kebahagiaannya sendiri. Setelah tiga tahun bekerja, perempuan itu justru memutuskan untuk kembali ke dunia kampus, melanjutkan studinya dengan beasiswa dan kemudian memilih menjadi seorang dosen. Sebuah keputusan yang sangat berani dan banyak dipertanyakan oleh orang-orang terdekatnya."
      "Ia menjadi seorang dosen Yah?"
      "Iya nak, disaat takdir memeluk semua mimpi-mimpinya untuk dapat bekerja dengan penghasilan tinggi serta karier cemerlang, perempuan itu justru berdamai dengan mimpi-mimpi besarnya sendiri. Ia memilih bahagia menjadi seorang dosen demi bisa menjalankan peran sebagai seorang perempuan dengan baik, demi bisa memperoleh banyak waktu untuk keluarganya, untuk orang-orang yang dicintainya. Penghasilannya memang tidak sebesar ketika perempuan itu berkarier di dunia industri. Namun, perempuan itu mengaku bahagia dengan pilihan hidupnya tersebut."
      "Itulah perempuan pengagum senja, perempuan yang inspiratif menurut Ayah. Ayah bersyukur dapat mengenalnya dengan sangat baik. Ya, Ayah bersyukur karena Tuhan menjadikan Ayah sebagai seseorang yang selalu dianggapnya penting. Ayah bersyukur karena rasa bahagia juga rasa bangga Ayah bagi perempuan itu sangatlah utama. Ayah bersyukur karena nama Ayah selalu ada di dalam doa-doanya, seringkali hadir sebagai nyawa dalam tulisan-tulisannya. Ayah bahagia karena selalu menjadi tempatnya berbicara mimpi-mimpi ke depan. Tentang semua tulisannya, tentang semua keinginannya. Ayah juga bahagia karena Ayah selalu menjadi tempatnya melepas topeng, tempatnya menangis dan mengaku lelah, sebagaimana perempuan biasa. Ayah bahagia karena menjadi salah satu motivasi terbesarnya selama ini."
      "Ayah jangan menangis!", kata Senja seraya mengusap air mataku yang tanpa kusadari jatuh.
      "Senja, ketahuilah nak, perempuan pengagum senja itu adalah perempuan paling kuat di rumah ini. Perempuan yang tangguh juga tegar itu adalah perempuan yang selalu bangun paling pagi demi bisa menyediakan sarapan bagi kita sebelum dia harus pergi mengajar ke kampus. Perempuan itu adalah perempuan yang rela tidur lebih malam demi menyelesaikan semua pekerjaan kampusnya karena ia harus menamanimu dan kakakmu belajar terlebih dahulu. Perempuan itu adalah perempuan yang selama ini selalu membuat kita merasa bangga dengan tulisan-tulisannya. Perempuan itu adalah perempuan yang cinta di hatinya banyak terbagi untuk mengasihi mereka, untuk memandirikan mereka : masyarakat-masyarakat binaannya."
      "Nak, kalau kau ingin tahu alasan terbesar perempuan itu memilih menjadi seorang dosen, maka jawabannya adalah untuk Ayah, untuk kakakmu, dan untukmu. Ya, alasannya adalah demi memenuhi keinginan Ayah yang bahkan belum pernah Ayah utarakan kepadanya. Demi bisa menjadi istri yang baik untuk Ayah, juga ibu yang baik untuk kalian. Demi bisa memiliki waktu untuk memasak juga menamani kalian belajar dan bermain. Perempuan itu adalah Bunda nak.", kataku kali ini dengan suara bergetar.
      Aku menatap dalam kedua mata Senja yang kini sempurna berdenting. Tes. Satu demi satu air mata putriku itu jatuh menganak sungai di kedua pipinya. Sungguh, ia amat terharu dengan semua ucapanku, dengan semua ceritaku.
      "Senja, putri kesayangan Ayah, teladanilah perempuan pengagum senja itu. Ya, teladanilah Bundamu nak. Tumbuhlah sebagai perempuan dengan pemahaman akan hidup ini yang baik. Tumbuhlah sebagai perempuan yang tangguh juga tegar. Tumbuhlah sebagai perempuan cerdas yang mampu menginspirasi banyak orang sehingga mereka ikut berkarya dan bergerak bagi bangsa ini. Tumbuhlah sebagai perempuan mandiri yang mengerti dengan baik definisi emansipasi. Esok lusa, jadilah istri dan ibu yang baik bagi keluargamu.", kataku kali ini sembari mendekap erat putri bungsuku itu.     Â
      "Jadi, siapa yang akan Senja ceritakan saat lomba nanti? Cerita apa yang akan Senja bagikan kepada dewan juri?", tanyaku dengan wajah riang.
      "Tentang perempuan pengagum senja Yah.", jawab Senja kali ini mantap membuat perasaan bangga memenuhi batinku.** (RS)
  Â
Cerpen ini meraih Juara 2 Lomba Penulisan Cerpen BEM Sastra Inggris Univ. Gunadharma Tahun 2016