Dangdut adalah genre musik otentik Indonesia. Meskipun sejatinya mengadopsi rupa-rupa aliran. Terutama musik Hindustan, Arab dan Melayu. Perpaduan semuanya, melahirkan cengkok dangdut Indonesia. Dahulu, dangdut identik sebagai musik kelas bawah . Banyak cap miring dipasangkan. Sebut saja cap sebagai musik kampungan, norak dan seronok. Penyuka dangdut banyak diolok-olok. Meskipun, diam-diam, alam bawah sadar sebagian besar orang, menikmati hentakannya. Sensasi seperti hendak berjoged, efek dari tabuhan gendang dan alunan seruling.
Belakangan, dangdut semakin mendapatkan tempatnya. Citra nya sedikit bergeser. Naik kelas. Meskipun sebagian kecil, masih malu-malu mengakui kesukaannya pada musik dangdut. Padahal jempol tangan dan kaki bergoyang, tidak bisa berbohong. Media , terutama televisi membuka peluang bagi musik dangdut untuk terus berkembang memperluas pasar nya.
Suka tidak suka, harus diakui, musik dangdut memang membius. Coba tanya diri sendiri, jenis musik mana yang mampu mengumpulkan massa terbanyak karena daya tariknya. Dangdut pastinya. Kampanye partai politik, kenduri dan peristiwa lain yang bermaksud memancing kerumunan orang banyak, pasti nya menggunakan musik dangdut sebagai pengundang massa.
Dangdut memiliki keunggulan karena kelenturannya untuk dikawinkan dengan berbagai genre musik lain. Maka muncullah sub-aliran seperti rock dangdut, pop dangdut dan disko dangdut atau kerap disebut house music. Di zaman setelahnya, dangdut terus berevolusi. Sesudahnya, dikenal dangdut campursari - pencampuran dangdut dengan elemen bunyi-bunyian tradisional. dengan Di Pantura, muncul sub-aliran dangdut yang disebut dangdut koplo – jenis yang menonjolkan semakin menonjolkan unsur tradisional dalam iramanya.
Konon, musik dangdut mulai bertumbuh di tahun 1940-an. Saat musik melayu mulai diperkenalkan. Namun baru mendapatkan formula yang pas sekitar akhir tahun 1960-an hingga awal 1970. Saat itu, siapa tak kenal nama-nama besar sperti A. Rafiq, Rhoma Irama, Elvie Sukaesih, Mansyur S dan sederet nama lainnya.
Di era 1980-an , sebutlah Meggi Z, Evi Tamala, Itje Tresnawati dan Ikke Nurjannah sebagai jajaran baris pertama pelantunnya. Menyusul, bintang dangdut 1990 an seperti Cici Paramida dan Iis Dahlia . Inul Daratista dan Dewi Persik adalah dua nama yang mewakili generasi dangdut awal 2000-an.
Setelah itu , dangdut melaju tak terbendung. Daftar biduannya, semakin panjang. Jadi sulit menyebut nama yang menonjol. Begitu banyaknya nama. Berbagai kontes, melahirkan pedendang dangdut anyar.
Bersamaan merebaknya pelantun dangdut, variasi dangdut semakin beragam. Dari banyak sisi. Dangdut tidak lagi identik dengan baju dan gaun tebal, panjang, berenda, berlapis-lapis dengan gaya busana berlebihan. Tapi satu hal yang tetap sama, dangdut mesti dipasangkan dengan gerakan joged. Dangdut pasti berjoged Sebaliknya joged pasti menyertai dangdut. Demikian benang merah dangdut dari zaman ke zaman.
Perihal joged berjoged ini unik. Sebelum 1980 an, gerakan berjoged nyaris seragam. Meskipun beberapa pelantun, dikenal dengan ciri khas nya. Katakanlah Rhoma Irama bersama pasukan bergitarnya dibawah bendera Soneta Grup. Siapa tak kenal petikan gitar dengan gerakan menukik, ngikk. Jadi ikon sekaligus legenda pada zamannya.
Semakin kemari, gerakan joged semakin bervariasi. Bisa jadi karena persaingan diantara bintang muda. Pelantun dangdut usia muda banyak bermunculan. Tidak lagi dibedakan kelasnya dengan biduan genre musik lain. Sama-sama muncul menjadi idola baru.
Generasi yang mengalami masa awal 2000 an an pasti masih ingat, goyangan Inul Daratista yang digelari goyangan ngebor. Karena berputar-putar pada satu poros menyerupai gerakan konstan alat pembuat lubang bertenaga listrik. Haji Rhoma Irama, meluncurkan protes pada saat itu. Karena gerakan ngebor Inul dituding mencederai citra dangdut menjadi sensual. Padahal, Inul bukan satu-satunya. Dibelakang Inul, ratusan biduan dandgut lokal terlanjur menjadi buah bibir dalam kenduri tingkat kampung. Karena menawarkan joged yang erotis dalam balutan busana minim. Membius mata pencinta dangdut. Inul pun lahir dari kawah candradimurka yang sama – melalui pentas dangdut di pelosok. Dangdut dituduh menjadi salah satu faktor penyebabmerosotnya moral generasi muda. Namun tidak sedikit, kelompok pembela Inul buka suara. Perseteruan yang melambungkan nama Inul Daratista.
Setelah orang sudah mulai lupa. Melaju lah dangdut Indonesia. Dangdut dengan gerakan jogednya. Mulai dari jenis dangdut sopan, diisi pedangdut berbusana tertutup dengan gerak joged secukupnya sampai pedangdut berkostum semakin minin dan terbuka. Kelompok kedua, menawarkan goyangan khas masing-masing. Setelah goyang ngebor Inul, ada goyang ngecor milik Uut Permatasari, goyang patah-patah ala Anisa Bahar, Dewi Persik dengan goyang gergaji nya. Ada lagi goyang kayang milik Putri Vinata dan goyang itik yang jadi trade mark nya Zaskia Gothik. Di barisan pedangdut muda, sebutlah Cita Citata dengan goyang dumang alias duyung mangap. Beberapa nama terakhir, melejit namanya dengan kehidupan kontroversialnya. Untunglah masih ada goyang Caesar yang tidak berpusat pada tubuh.
Era penyanyi duo hingga grup juga memberi julukan goyangannya masing-masing. Diantaranya goyang pinguin oleh Duo Walang Sangit. Kemudian, Trio Macan, yang meskipun tidak menggelari secara spesifik gerakannya, jelas menonjolkan sensualitas yang memancing hasrat kaum lelaki. Yang terbaru, duo serigala mempopulerkan goyang drible-gerakan yang terinspirasi ayunan bola basket. Dengan sengaja, berporos pada buah dada keduanya yang sengaja dipamerkan sebagai daya tarik. Tak pelak, menimbulkan histeria penggemar goyang dangdut sensual.
Sekali lagi, dangdut memang unik. Mungkin hanya di musik dangdut, penyanyinya bisa mengalunkan lirik getir sambil bergoyang tubuh. Dangdut juga mengakomodasi banyak sisi ketertarikan. Bagi penyuka joged, silahkan menikmati goyangannya. Bagi yang tak bisa berjoged, cukup nikmati hentakan musiknya. Yang tidak bisa berjoget dan bermusik, silahkan menghayati liriknya. Dangdut jadi share of joy bagi semuanya.
Entah akan kemana lagi arah evolusi (revolusi ?) dangdut tahun-tahun kedepan. Sebagai penonton, mari berharap dangdut terus eksis. Terus jadi kebanggaan Indonesia. Namun berkembang secara positif. Bukan jadi media baru untuk eksebisi tubuh. Jayalah dangdut Indonesia. (one")