Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Hari Kartini: Gerakan Mahasiswi dan Belenggu Romantisme

22 April 2020   06:25 Diperbarui: 22 April 2020   06:35 118 1
Hari Katini: Gerakan Mahasiswi & Belenggu Romantisme

Menanti Gembarakan Kartini Millenial, Apakah Terbelenggu "Kasur, Sumur, Dapur" ?

Oleh: Suryadi-Mas (Aktivis Kaum Pinggiran).

MAKASSAR - "Wanita adalah tiang Negra. Hancur atau majunya suatu Negara tergntung bagaimana kondisi wanita yang ada di dalamnya," demikian kutipan singkat kata bijak.

Tidak  heran jika muncul ungkapan, dibalik kelembutan seorang wanita ia bisa mengayunkan buaian di tangan kanan dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya.

Setiap 21 April setiap tahun, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini. Hari tersebut merupakan penghormatan kepada Raden Ajeng (RA) Kartini atas perjuangannya membela wanita untuk mendapat hak sama dengan pria di berbagai bidang. Hari bersejarah ini juga menjadi perayaan emansipasi wanita Indonesia.

Eksistemsi Mahasiswi sebagai generasi emas, ingatlah pada gerakan dan perjuangan Kartini. Karena lupa sejarah, lupa Indentitas. Meskipun perubahan hanya soal waktu, karena zaman tidak bisa dilawan.

Namun, celakannya, mahasiswi yang duduk di bangku kuliah perguruan Tinggi jarang meneladani RA Kartini, mereka lebih gemar memaperkan apatisme dan hedonieme juga. Mereka seakan pura-pura lupa sehingga terninanbobohkan oleh keadaan.

Apa benar hegemoni Kasur, Sumur dan Daput masih melekat? Bahkan ada anggapan "humor". Kartini dulu dengan sebutan slogan 'Habis Gelap Terbit Terang', namun mahasiswi sekarang 'pergi gelap pulang terang'. Entahla, semoga waktu bisa menjawab.

Emansipasi kartini dibahas bukan untuk dihina, tapi justru untuk mengangkat harkat dan martabat yang dahulu wanita lebih dianggap dibawah dari pria, karena itu bukan hanya wacana, tapi ada dokumen sejarah dan bukti-bukti otentik dan dokmen sejarah.

Saat mahasiswi selaku regenerasi kartini millenial, jarang melakukan gerakan sosial. Jika ada, hanya sebatas cerita dongeng. Mereka lebih assiek terbelenggu romantisme, ketimbang melakukan tindakan. Kini publik menanti gebrakanmu di zaman sekarang.

Oleh karena itu, teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi!. Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.

Jika kalian tak mampu berjuang seperti ibu Kartini. Setidaknya jangan jatuhkan derajat kalian yang telah ia perjuangkan mati-matian. Hari Kartini bukan sekedar seremonial, tetapi sebuah perjuangan jiwa dan raga bagaimana Kartini muda masa kini dapat memajukan negeri.

Katini zaman sekarang perlu banyak belajar dari sosok kartini aktivis perempuan "terhadulu" tangguh, cerdas, tak kenal kompromi, yang selalu lantang menyuarakan ketidak adilan, ketimpangan pembangunan, selalu terlibat dalam setiap aksi mengkritisi kebijakan Pemerintahan saat menjadi Mahasiswi.

Kartini millenial sekarang juga belajar dari sebuah gerakan perempuan muda Islam, Nasyiatul Aisyiah telah banyak mengambil peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan fokus pada gerakan pemberdayaan perempuan dan anak, Nasyiatul Aisyiah kala itu terus melakukan ikhtiar maksimal dengan mengedepankan integritas, kreatifitas dan kerja keras untuk mewujudkan perempuan berkemajuan.

Jika berkaca pada gerakan mahasiswa dan mahasiswi belakangan ini. Kaum wanita selaku representasi mahasiswi hanya ikut-ikutan sebagai "Ban Serep" kemana diarahkan. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun