POLITIK itu belum terlalu tua diterima sebagai ilmu pengetahuan. Akan tetapi, POLITIK itu sendiri, sekurang-kurangnya menurut interpretasiku atas bacaan yang pernah kubaca, adalah upaya luhur untuk melahirkan kebijakan bagi kebajikan umat manusia. "Kebijakan untuk kebajikan" itu sendiri akan dapat dilaksanakan melalui suatu kekuasaan, yang kekuasaan itu didapat melalui dan dipraktikkan dengan luhur, berbudi pekerti, etis, patut dan sangat jauh dari sikap-sikap brutal main kuasa termasuk tirani mayoritas atau minoritas.
Sementara DEMOKRASI itu, asal katanya dari DEMOS yaitu RAKYAT dan CRATEIN yakni pemerintahan. Maka, Demokrasi bisa dimaknai Pemerintah yang lahir dari keinginan (daulat) rakyat. Artinya pemerintah yang menjalankan pemerintahan atas dasar keinginan dan ditujukan untuk kepentingan rakyat. Maka kemudian muncullah DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT.
NAH, ketika kita memilih demokrasi dalam suatu "ruang" bernama politik, Indonesia lebih memilih MENGADAPTASINYA ketimbang MENGADOBSINYA. Maka kemudian, kita dengan gagah mengklaim sebagai INDONESIA DENGAN DEMOKRASI PANCASILA. Pancasila itu sendiri sesuatu yang diklaim oleh bangsa ini sebagai kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang hidup dalam bangsa ini sendiri termasuk dalam hal MENENTUKAN, MEMILIH, BERSIKAP, dan BERTOLERANSI. Rentetan ini yang pada akhirnya bermuara ke dalam kesepakatan bangsa bahwa INDONESIA ITU ADALAH BANGSA YANG MENGUTAMAKAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT DALAM MENCAPAI SESUATU KEBAIKAN BAGI SEMUA KETIMBANG OTOT-OTOTAN DEMI MENANG-MENANGAN. Itulah INDONESIA yang melandaskan diri pada PANCASILA.
TIDAK mudah memang menerapkan ke dalam kehidupan 250 juta jiwa bangsa yg terdiri atas berbagai suku yang membawa identitas budaya masing-masing, ditambah lagi dengan agama sebagai pertanda manusia maju (bukan bodoh/ jahiliah). Tapi, bukan berarti tidak bisa. Terbukti dengan itu kita sudah 69 tahun menjadi bangsa yg berdaulat merdeka dan diakui dunia internasional.
AKAN tetapi, adalah suatu kenyataan, makin kemari makin "dewasa usia", DEMOKRASI PANCASILA itu makin tidak tampak oleh saya (entah bagi anak bangsa yang lain), bahkan makin ditinggalkan. Bahkan juga, secara ekstrem saya mau mengatakan, KITA APALAGI MEREKA YANG DUDUK DI PARPOL, PEMERINTAHAN, PARLEMEN makin tidak berpancasila dalam berdemokrasi.
Oleh karena itu, menjadi tanda tanya besar: APAKAH DEMOKRASI YANG TIDAK COCOK UNTUK INDONESIA atau INDONESIA YANG TIDAK COCOK UNTUK BERDEMOKRASI. Atau boleh jadi sebenarnya yang terjadi adalah bahwa kita telah sengaja menutup-nutupi KEBARBARAN KITA dengan berselimut di balik DEMOKRASI PANCASILA, hanya agar sekadar diakui sebagai INDONESIA YANG MODERN. Saya juga masih meragukan semua dugaan saya itu, sehingga saya pun belum bisa sampai pada kesimpulan, kecuali saya cuma bisa melihat kenyataan-kenyataan praktik yang bertolak belakang dengan demokrasi itu sendiri.
PERIHAL berdemokrasi, sebenarnya bangsa Indonesia bukan "anak bau kencur". Hampir sepanjang menjadi bangsa berdaulat, bangsa yang merdeka sejak 17 Agustus 1945, kita sudah jatuh-bangun dialun pasang-surut gelombang perpolitikan. Tapi, kenyataannya belum juga ada tanda-tanda mulai dewasa. Saya berpikir selayaknya, sekurang-kurangnya sudah adalah tanda-tanda kita mau DEWASA.
SAYA menduga keras penyebabnya adalah bahwa: KITA TELAH DIKENDALIKAN DAN MEWAKILKAN KEPADA ORANG YANG LEBIH BESAR SYAHWAT KUASANYA KETIMBANG NALURI MANUSIA INDONESIANYA. Atau kita sendiri yang berwakil ini yang tak lagi punya diri dengan kepribadian Indonesia