Prolog
"... Koperasi yang setia pada jatidirinya, dan justru karena itu,
berhasil menjawab tantangan-tantangan globalisasi..." (Ibnoe Soedjono, 2000)
Dunia saat ini adalah bentuk jejaring interdependensi umat manusia yang tidak lagi terikat oleh batas-batas teritori. Krisis keuangan global yang bermula di Amerika Serikat sejak akhir tahun lalu, dampaknya terlihat terus menjalar ke seluruh belahan dunia dan tak terkecuali Indonesia. Negara kaya-miskin tak dapat menghindarkan diri dari dampak krisis. Begitu juga tragedi kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, segera saja menyulut solidaritas warga dunia untuk turut menghentikan kekejaman Israel atas warga sipil Palestina. Begitulah gambaran globalsiasi tanpa batas teritori saat ini, yang oleh R.O Keohane dan Joseph S Nye (2000) dicirikan adanya keluasan (extencity), kekuatan (intencity), kecepatan (velocity) dan dampak (impact).
Globalisasi memang bersifat multidimensional, namun demikian, globalisasi ekonomi senantiasa tampil paling dominan karena globalisasi ekonomi memiliki dampak yang nyata dibandingkan dengan bentuk globalisasi non-ekonomi ( Prakash dan Hart 1999). Dalam sektor ekonomi, koperasi akan dihadapkan pada tantangan jangka panjang dunia yang semakin liberal dengan aktor utama Mutinational dan Transnational Corporation (TNC’s /MNC’s) serta lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan dunia seperti International Monetery Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) yang merupakan anyaman yang sulur menyulur dari ekonomi global.
Globalisasi yang ditopang oleh kekuatan liberalisasi dan teknologi disatu sisi, telah menghasilkan sebuah gambaran dunia yang diametral. Kelimpahan di satu sisi dan serba kekurangan disisi lain. Globalisasi demikian menjadikan mayoritas masyarakat tak berpunya (the have not) di dominasi oleh minoritas masyarakat berpunya (the have). Pasar bebas (free market) sebagai topangan hidup kepentingan dari kapitalisme mendikte segala bentuk kehidupan masyarakat, dan termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berangkat dari latar belakang diatas maka agar koperasi dapat memainkan perananya secara lebih luas di era globalisasi saat ini, maka ada baiknya kalau kita coba bongkar terlebih dahulu sebetulnya diposisi mana koperasi secara ideologis itu bermain dalam konstelasi global yang di dominasi oleh indeologi kapitalis saat ini. Selanjutnya dalam paper ini juga penulis ingin sampaikan beberapa informasi mengenai capaian-capaian koperasi di dunia sebagai fakta bahwa koperasi sebagai ideologi baru dunia mampu menciptakan dunia yang lain selain kapitalisme. Sebagai isu kekinian atas tuntutan demokratisasi, sengaja dalam paper ini penulis sampaikan sedikit analisa mengenai peluang koperasi untuk bermain di ruang baru yang disebut layanan public (public services).
Koperasi Ditengah Ideologi Lain
Menurut Warner Sombart , kapitalisme adalah sebuah sistem pemikiran ekonomi yang bersifat netral. Sebagai sistem pemikiran, kapitalisme ditandai oleh semangat tiga hal : pemilikan, persaingan dan rasionalitas. Sementara itu banyak pakar yang menganggap bahwa kapitalisme itu adalah sebuah sistem ekonomi atau sosial. Lebih sempit dari itu kapitalisme juga sering disebut sebagai “sistem industri modern”. Tapi dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa kapitalisme adalah sebuah bangunan sistem ekonomi yang diletakkan pada sebuah dasar pemikiran bahwa modal adalah sebagai penentu, diatas kepentingan kemanusiaan.
Sebagai sistem ekonomi, kapitalisme dicirikan adanya ; kegiatan ekonomi dan kontrol keuangan oleh usaha-usaha besar milik privat dalam arti orang seorang maupun keluarga, akumulasi laba sebesar-besarnya dalam motif profit (profit oriented), ekonomi pasar persaingan dominan yang ditopang dengan konsumerisme, penentuan harga tenaga kerja yang mengikuti mekanisme pasar.
Sementara, negara bertindak untuk melayani kepentingan pasar yang didominasi oleh para pemilik modal kapital besar. Negara menyokong investasi dan kredit, perlindungan tarif bagi importir, serta hak-hak istimewa. Kapitalisme dalam tahap akumulatif dapat menjaga stabilitas dan memperbesar pembelanjaan militer. Bagi negara-negara penganut paham “kapitalisme pinggiran” seperti Indonesia misalnya, seringkali karena pendapatan melebihi pengeluaranya, negara tak ubahnya sebuah mesin pencari utang.
Karena kita hari ini masih hidup dalam sistem kapitalis itu, maka hingga hari ini kita telah terbiasa dalam kondisi krisis, konflik dan ketegangan sebagai akibat persaingan dan keserakahan. Sebagai ilustrasi dapat kita lihat dengan apa yang terjadi dalam krisis keuangan di Amerika Serikat yang meluas ke seluruh penjuru dunia saat ini. Korporasi kapitalis besar karena untuk motif pencarian untung sebesar-besarnya telah turut pula merusak kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara luas. Sementara negara, bertindak tidak fair dengan justru memberikan dana talangan kepada mereka dalam bentuk dana bail-out.
Sistem kapitalisme global yang dibungkus rapi dalam topeng karitas tetap saja tak dapat menyembunyikan wajah buruk sejatinya. Fakta-fakta menunjukkan bahwa kapitalisme telah menyumbang persoalan berat seperti marginalisasi masyarakat kebanyakan dalam bentuk kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Joseph Stigliz (2007) dalam bukunya “making globalization work” menuliskan fakta-fakta nyata betapa globalisasi berjalan dalam kondisi yang tidak seimbang diantara negara-negara miskin dan kaya.
Korporasi Multinational(Multinational Corporation) dan Korporasi transnasional (Transnational Corporation) yang ditopang oleh ideologi “laissez faire”berusaha memupuk modal akumulatif tanpa mempertimbangkan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan. Kapitalisme memasang agensinya seperti IMF (International Monetery Fund), World Bank, World Trade Organization (WTO) untuk mengkampanyekan ; liberalisasi, deregulasi dan privatisasi. Melalui transaksi finansiil spekulatif dan monopoli korporasi, kapitalisme telah menyajikan laju pertumbuhan yang asimetris terhadap persoalan kemanusian secara luas.
Ide-ide perubahan sosial yang mendamba dunia yang lain dan atau mencita akan dunia yang lebih baik memang sudah sering muncul. Dalam hal ini sengaja saya menyebutkan sebagian saja. Sebut saja seperti ide besar ; Sosialisme-marxisme, atau sekadar konsep penjinakan kapitalisme itu sendiri dalam model Negara Kesejahteraan dan atau konsep Status Kewarganegaraan.
Sosialisme-Marxisme menghendaki pemusatan kegiatan ekonomi, kontrol yang ketat pada pemilikan pribadi, memfungsikan negara sebagai mesin ideologi menuju transformasi pada sistem masyarakat tanpa kelas. Namun kita melihat kenyataan bahwa ide sosialisme-marxis tak mampu juga membuktikan dirinya sebagai kekuatan pengimbang. Banyak persoalan yang tak terpecahkan seperti tidak adanya konsep yang jelas dalam proses pemilikan perusahaan paska revolusi, dan proses membangun masyarakat yang dilandaskan pada konsep kesadaran hakiki, kecuali pengandalan pada mesin “kesadaran semu” yang mereka citakan. Sementara fakta sejarah menunjukkan juga bahwa di negara asalnya Eropa Timur, Rusia dan Yugoslavia, Rumania, revolusi sejatinya menuju masyarakat kelas ini juga tidak pernah kita lihat sebagai fakta.
Sementara sebagai konsep penjinakan kapitalisme, konsep Negara Kesejahteraan hanya menempatkan negara sebagai kontrol sosial dan promotor kesejahteraan agar pemiskinan tidak terjadi melalui berbagai produk perundang-undangan tentang jaminan sosial kesejahteraan warga negara. Atau teori Status Kewarganegaraan dengan institusionalisasi hak-hak warga negara di bidang politik ekonomi sosial dan budaya (poleksosbud), dimana kelompok borjuis dan kelas pekerja di integrasikan dalam masyarakat sipil dan kekuasaan dalam proyek “demokratisasi”. Namun apa yang kita dapati bahwa karena dalam hal ini sejatinya kapitalisme tidak berubah substansinya maka yang muncul adalah justru imperialisme dalam bentuknya yang lain, negara-negara penganutnya seperti Eropa Barat dan Amerika Utara yang berubah wujud sebagai Kapitalisme Negara, dimana negara jadi instrumen modal dan perluasan pasar yang ditopang oleh penguasaan mereka terhadap organisasi-organisasi multinasional seperti IMF, World Bank dan WTO.
Gagasan Koperasi : Membangun Dunia Yang Lain
Berbicara tentang gagasan koperasi, tentu tak dapat kita melepaskanya dengan pemikiran pemikiran para reformis sosial non-marxis seperti JP Proudhon, Saint Simon, Carles Fourier, Wiliam King, Rober Owen dan lainya. Pada masa dimana kapitalisme sedang mengalami perubahan yang dramatik dan menimbulkan perangai buruk yang ditopang revolusi industri waktu itulah pemikiran dan juga gerakan perubahan sosial melalui koperasi, co-op atau co-operative pertama-tama muncul.
Asumsi awam, koperasi mungkin hanya dilihat sebagai kegiatan mikro organisasi saja. Sebagai bentuk perusahaan biasa seperti halnya persero kapitalis atau bisnis milik negara. Sebagian mungkin menganggapnya tak lebih sebagai perusahaan orang-orang kecil dan miskin saja. Sesuatu yang dapat dimaklumi karena memang koperasi awalnya hanya berangkat dari ide dasar yang sederhana dari sekelompok buruh di Rochdale, Ingrish yang menghendaki adanya perubahan nasib dengan cara mendirikan sebuah toko kecil yang dimiliki dan dikelola bersama di salah satu gang di Toadlane, Rochdale, Ingrish pada tahun 1844 silam. Padahal apabila kita pahami koperasi itu memiliki dimensi yang luas, baik itu makro-ideologi, mikro organisasi, sebagai gerakan perubahan sosial (social change movement) maupun ruang individualita.
Dalam konsep makro-ideologi, koperasi mencakup sistem sosial, ekonomi dan politik. Secara mikro berbicara mengenai perusahaan demokratik, profesionalisme, manajemen serta social entrepreneurship. Sebagai ruang individualita koperasi bergerak mengangkat harga diri manusia, sementara sebagai gerakan perubahan sosial koperasi ingin memperjuangkan nilai-nilai keadilan dalam sistem demokrasi partisipatorik.
Lebih luas dari itu, karena koperasi itu diletakkan pada sebuah gagasan tentang konsep nilai maka koperasi juga disebut sebagai sebuah sistem pemikiran. Sistem pemikiran yang berbeda dari kapitalisme, sosialisme marxisme, feodalisme, otoritarianisme dan sistem-sistem pemikiran yang lain.
Dalam basis sistem pemikiran, koperasi menyodorkan gagasan adanya hidup bersama dengan tetap mengakui hak-hak individu dan kepemilikan pribadi. Sebagai gagasan fundamental koperasi menghendaki adanya hidup harmoni dalam kerjasama, dan menempatkan kebebasan manusia sebagai individu untuk menetapkan nasibnya sendiri. Konsep koperasi menyakini bahwa, keadilan sejatinya hanya ada dalam hidup bersama dan tidak ada hidup bersama tanpa keadilan. Menurut Mukner (1995), setidak-tidaknya gagasan koperasi itu meliputi : kebebasan, persamaan dalam segala hal, dan keadilan.
Kalau kapitalisme menyandarkan pada konsep organisasi berbasiskan modal (capital base association), maka koperasi dilandaskan pada konsep organisasi yang berbasiskan orang (people base association), dimana kalau sistem kapitalis modal bersifat sebagai penentu, maka berbeda dalam sistem koperasi, modal hanyalah berfungsi sebagai pembantu. Kalau kapitalisme menyandarkan pada filosofi dasar persaingan (competition), maka bertolak belakang dengan koperasi yang dilandaskan pada filosofi mempertinggi nilai kerjasama (cooperation).
Sementara, logika pasar yang dikembangkan oleh koperasi adalah pasar yang adil (fair market) yang berbeda dengan gagasan kapitalisme yang menghendaki pasar bebas (free market). Dominasi pasar yang diakibatkan oleh persaingan bebas dimana yang besar memakan yang kecil dalam sistem kapitalis digantikan dengan sistem pasar yang adil berdasarkan besaran partisipasi. Kalau sistem kapitalis membangun sistem tanggungjawab sosialnya dalam bentuk karitas, maka koperasi membangun hubungan sosial masyarakat dalam jalinan solidaritas setara.
Pertentangan buruh dan majikan diselesaikan dalam konsep integrasi perusahaan koperasi pekerja (Worker Co-op). Dalam koperasi, Organisasi-organisasi buruh dan organisasi pembela kepentingan konsumen yang seringkali bersifat reduktif terhadap kepentingan yang diwakilinya tidaklah diperlukan karena justru mereduksi kepentigan masyarakat itu sendiri. Dalam sistem koperasi, buruh adalah juga pemilik dari perusahaan. Sementara konsumen dalam model perusahaan koperasi konsumen (consumer co-op) juga adalah pemilik.
Walaupun sama-sama menggunakan instrumen perusahaan, koperasi sungguh berbeda dalam substansinya, kalau kapitalisme menyandarkan pada orientasi laba sebesar-besarnya (profit oriented), maka koperasi dilandaskan pada konsep nilai manfaat (benefit oriented). Pembagian yang adil di koperasi juga diwujudkan dalam konsep sistem dana perlindungan kembali (economic patrone refund). Dimana nilai lebih (surplus value) dari kegiatan-kegaitan ekonomi perusahaan diberikan kepada anggota-anggotanya (masyarakat) dalam konsep berdasarkan besaran partisipasi dan juga setidaknya menurut jerih payah.
Koperasi memang produk barat, tapi sebagai suara kemanusiaan terus mengalir ke seluruh penjuru dunia dan sedikit banyak telah mampu membuktikan dirinya sebagai gerakan yang efektif dalam jalan yang damai. Motif koperasi ini jelas, secara ideologis berusaha menciptakan tatanan sosial masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan melalui jalan demokrasi partisipatif. Sementara itu dalam alasan praktisnya juga kongkrit, dimana dengan membentuk atau bergabung bersama di koperasi manfaat-manfaat dari barang atau jasa dapat diperoleh, diproduksi atau di pasarkan lebih baik oleh koperasi daripada di salurkan sendiri melalui saluran swasta kapitalis atau negara.
Koperasi adalah organisasi orang-orang yang dilandaskan pada prinsip yang jelas, kerjasama adalah kuncinya, bagi si kaya maupun si miskin, tua atau muda, laki-laki atau perempuan. Tidak ada sifat permusuhan bagi koperasi terhadap siapapun. Tapi koperasi dengan caranya sendiri sudah barang tentu menolak segala bentuk ekspolitasi, penindasan, pembodohan, pemelaratan, dsb. Bukti-bukti nyata keberhasilan koperasi ini memerlukan waktu yang cukup panjang, butuh konsistensi dan dedikasi penuh dari generasi ke generasi. Sejarah membuktikan bahwa koperasi hanya dapat berjalan dari kemampuan dirinya sendiri, dimulai dari bawah, dikelola secara transparan dan dijadikanya pendidikan sebagai pilar utamanya.