Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Suwun UGM: Lolos Dari Lubang Jarum

25 Desember 2013   07:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:31 126 0
SUWUN UGM: Lolos Dari Lubang Jarum

Dulu, selepas lulus SLTA saya “menganggur” 2 tahun: 1 tahun meneruskan belajar di Pesantren & 1 tahun menjadi kuli pabrik-ban di Citeureup, Bogor. Setahun menjadi kuli-pabrik merupakan fase-berat dalam hidup saya. Saat itu saya ingin mengakhirinya. Pikir-dipikir akhirnya ketemu juga: ikut UMPTN, mencoba peruntungan masuk ke perguruan tinggi negeri. Alhamdulillah setahun bekerja ada sedikit sisa-tabungan. Cukup utk biaya pendaftaran. Lalu, bagaimana persiapan belajar materi ujian? Apa hasilnya dll? Begini awal mula & juga akhirnya….

Lulus SLTA saya memilih melanjutkan belajar di Pesantren. Lebih tepatnya menjadi khodam (pembantu), mengabdi pada kyai. Bukan sekedar menyambung-hidup, tapi juga mengharap berkah & pengetahuan-agama. Tapi, karena sejak kecil terbiasa dengan lingkungan pesantren, saya merasa bosan. Akhirnya, atas bantuan paman saya bisa dpt pekerjaan, jadi kuli-pabrik di Bogor. Lumayan bisa cari uang. Meski ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Hidup sbg kuli-pabrik terasa berat saya jalani. Gaji-mingguannya tidak seberapa. Kalau nggak salah-ingat sktr 40 ribu-an. Hanya cukup untuk makan & sewa-kamar ramai-ramai bersama teman. Kalau mau nabung harus siap untuk lembur. Nambah jam kerja & atau tetap kerja di hari libur. Gaji-mingguannya bisa sampai 70-100 ribu. Tapi sesudahnya saya akan sakit, selalu seperti itu. Makanya saya berencana mengakhirinya dengan ikut UMPTN.

Ditemani Kang Yana, teman baik di pabrik, saya pergi ke pendaftaran UMPTN di IPB Baranangsiang. Kang Yana orang Bogor asli, jadi saya tidak perlu mencari-cari karena dia tahu persis lokasi pendaftarannya. Setelah mendaftar, saya dapat kartu-nomor-ujian. Selanjutnya, hari-hari saya isi dengan "belajar". Membaca-baca contoh2 soal ujian ples kunci-jawaban yang sempat saya beli diloakan. Tentu saja tidak mudah. Saya harus atur-waktu karena masih bekerja dipabrik. Kadang shift pagi (jam 8-16), kadang sore (jam 16-23) & kadang malam (jam 23-8). Setiap pulang kerja saya selalu merasa kecapekan. Otomatis selala susah konsentrasi setiap belajar. Hasilnya, saya selalu salah-banyak klo mencoba menjawab contoh2 soal-ujian, he3.

Sebulan menunggu, akhirnya saat ujian datang. Karena ada jadwal kerja dimalam sebelum ujian, saya menukarnya dengan teman yang kerja di shift-sore. Selepas kerja jam 11 malam saya bisa istirahat dgn nyaman. Tapi malam itu saya tidak pulang ke kontrakan melainkan ke rumah paman di Bogor karena pagi2 sekali harus sudah sampai dilokasi ujian sementara jarak Citeureup-IPB Darmaga cukup jauh. Paginya saya diantar paman naik sepeda-mtornya ke tempat ujian. Untuk hari kedua karena waktu ujian siang, saya malam sebelum ujian tidak menginap lagi dirumah paman & juga berangkat sendirian.

Demikianlah UMPTN itu saya jalani. Memang berat tapi saya merasa harus kuat. Alhamdulillah waktu pengumuman dikoran ada nama saya. Ketrima di UGM Jogja, kampus yang sengaja saya pilih karena selain terkenal kota-pendidikan juga katanya orangnya ramah-ramah. Dibanding kota2 besar lain, biaya hidup disana agak murah. Sekarang, setiap mengingat kembali peristiwa2 itu saya selalu merasa bersyukur. Juga mencoba menjadikannya pelajaran berharga dalam hidup saya. Dalam kondisi sesulit apapun, kita harus selalu siap untuk kerja-keras, belajar-cerdas & doa-ikhlas. InsyaAlloh akan selalu kuat, sabar dan ada hasil-positif yang kita terima. Seperti peribahasa; ibarat “lolos dari lubang jarum”. Terima kasih.... (Di tulis 19 Desember 2013, bertepatan dengan Dies Natalis UGM ke-64)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun