Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kawasan Konservasi Perairan Tak Seharusnya Menjadi “Momok” Bagi Nelayan

4 Januari 2010   08:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:38 703 0

Perkembangan pemahaman konservasi saat ini, sangat berbeda dan telah terjadi pergeseran paradigma pemahaman konservasi sebelumnya, sebagaimana sering menjadi momok, khususnya bagi masyarakat nelayan.  Pengertian Kawasan Konseravsi Perairan (KKP) menurut UU 31/2004 tentang Perikanan dan PP 60/2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, paling tidak memuat dua hal penting yang menjadi paradigma baru dalam pengelolaan konservasi.  Pertama, Pengelolaan KKP diatur dengan sistem zonasi, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya.Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan diatur dalam regulasi pengelolaan kawasan konservasi menurut UU 5/1990 dan PP 68/1998.  Kedua, dalam hal kewenangan, pengelolaan kawasan konservasi yang selama ini menjadi kewenangan pemerintah pusat (BKSDA, Balai TN). Berdasarkan undang-undang 27/2007 dan PP 60/2007 serta Permen Men KP no 02/2009, Pemerintah daerah diberi kewenangan dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya. Hal ini sejalan dengan mandat UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah terkait pengaturan pengelolaan wilayah laut dan konservasi. Secara detil bagaimana pemerintah daerah melakukan pencadangan kawasan konservasi diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara penetapan kawasan konservasi perairan. Lebih lanjut, pengaturan mengenai kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.17/Men/2008 sebagai peraturan turunan dari UU 27 tahun 2007.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun