Pasalnya, di luar sana, gunung terlihat banyak yang gundul. Di tanami jagung yang sudah siap di panen. Jika pun ada pohon yang rindang, itu pun di gunung yang tinggi dan jauh dari pemukiman warga. Selebihnya, sudah tak tampak hijau dan pegunungan yang rindang dengan pohon-pohon yang sedap di pandang hanya cerita masa lalu. Sekarang yang terlihat hanya tanaman jagung dan beberapa pohon yang sengaja tidak di tebang sebagai tempat berteduh.
Miris memang, mestinya alam harus di jaga. Di lindungi untuk bisa dinikmati generasi di masa mendatang, kini sudah menjadi pelampiasan keserakahan segelintir manusia. Sehingga tidak menjadi rahasia umum lagi, bahwa di beberapa perkampungan di kabupaten dengan slogan Bumi Nggahi Rawi Pahu ini menjadi langganan banjir. Ada menyangkal bahwa banjir bukan karena hutan dan gunung yang gundul, tapi bukankah sebelumnya banjir tidak menjadi program tahunan alam di wilayah ini.
Saya hanya sejenak membayangkan, bagaimana keadaan alam ini ke depan. Jika tidak segera ada pihak yang memiliki inisiatif untuk menanam kembali gunung yang gundul. Maka tidak tutup kemungkinan, krisis air bersih serta banjir tahunan menjadi momok yang mengkhawatirkan di banyak perkampungan. Bukankah hal ini merupakan kesalahan dari tangan-tangan manusia yang tidak bisa bersahabat dengan alam. Alam di eksploitasi hingga benar-benar telanjang di mata manusia.