Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Perjalanan Arasto

15 Oktober 2022   08:03 Diperbarui: 15 Oktober 2022   08:06 173 2
Semburat cahaya fajar membias di ufuk timur, terlihat dari sebuah dermaga yg berada di tepi Laut Galilea. Ralat, bukan laut, tetapi danau. Tapi astaga, terlalu luas untuk dibilang danau. Andai rasa air di danau itu asin, orang-orang pasti akan menyangka itu lautan.

Arasto berdiri mematung di depan sebuah tambatan perahu kayu yg beberapa saat lagi akan bertolak menuju Kapernaum.

Dia membiarkan pikirannya melayang, memikirkan mimpinya yg datang 3 malam berturut-turut sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat tinggalnya, di Gadara.

Dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang musafir di padang pasir, memakai jubah yg terbuat dari kain Lenin. Musafir itu, dalam mimpinya, berkata kepada Arasto, "Pergilah ke sebuah gunung di sebelah utara dari Murtafa'atul Jaulan.."

Arasto selalu terbangun ketika musafir itu mengucap kata "Murtafa'atul Jaulan". Dan mimpi itu berulang selama 3 malam berturut-turut.

Murtafa'atul Jaulan, demi apapun, Arasto tidak tau apa maksudnya.

Itu seperti bahasa orang-orang padang pasir, pikir Arasto. Musafir dalam mimpinya memang orang padang pasir. Apakah aku harus mencari tau apa arti yg diucapkan musafir dalam mimpi aneh itu? Atau sebaiknya ku abaikan saja?

Ah, itu hanya mimpi, kenapa harus dipikirkan. Arasto mencoba berpaling dari mimpi aneh itu kepada hal-hal lain.

Tapi semakin dia berpaling, pikiran itu selalu mengejarnya. Tak ada tempat sembunyi bagi Arasto untuk menghindar dari pikiran mengenai mimpi itu, dia tidak bisa mengabaikan mimpi itu begitu saja.

"Dulu, berkat seorang pemuda yg percaya pada mimpi-mimpi, penduduk Mesir selamat dari krisis pangan dan potensi kelaparan selama 7 tahun berturut-turut," kata Arasto dalam hati, "Pemuda itu adalah Yusuf putra Yakub yg mencoba menafsirkan mimpi Potiphar, pejabat istana Mesir.."

Sial, kemana aku harus mencari orang yg bisa mengartikan apa itu Murtafa'atul Jaulan? Adakah orang di seantero Dekapolis ini yg paham bahasa orang-orang padang pasir?

Aku tidak perlu mencari orang yg bisa menafsirkan mimpi-mimpi seperti Yusuf, aku hanya perlu orang yg mengerti bahasa yg digunakan oleh musafir padang pasir dalam mimpi itu.

Jika aku tidak mencari arti kata itu, aku akan terus dihantui mimpi aneh itu dan mati frustasi karenanya. Atau mungkin aku akan mati penasaran sebelum mengetahui apa arti mimpi itu sebenarnya. Aku benar-benar harus mencari sehelai jerami di tumpukan jarum.

Setelah berpikir panjang, Arasto ingat memiliki seorang teman di daerahnya, Gadara, yg sering berdagang sampai ke daerah Antiokhia. Konon, di sana banyak orang-orang yg eksodus dari padang pasir. Mereka menyebut diri sebagai kaum Hawazin.

Arasto yakin temannya itu pasti bisa berbahasa dengan bahasa yg digunakan oleh si musafir dalam mimpinya. Karena bagaimana mungkin dia bisa berdagang di Antiokhia jika tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa mereka.

Tanpa pikir panjang, Arasto mendatangi temannya itu. Arasto bercerita mengenai mimpinya, kemudian menanyakan perihal Murtafa'atul Jaulan.

Si teman berkata, "Tempat itu tidak terlalu jauh dari sini. Aku pernah mendengar orang-orang Antiokhia menyebutkan kata yg kau dapat dalam mimpi itu.

Murtafa'atul Jaulan adalah sebuah tempat yg merujuk pada dataran tinggi Golan yg terletak di sebelah timur-laut danau Galilea.."

Arasto berkata, "Dan gunung yg berada di sebelah utara dataran tinggi Golan adalah gunung Hermon."

Si teman berkata, "Kau akan melihat salju jika datang kesana beberapa bulan lagi. Ini musim panas, kau hanya akan melihat bebatuan."

Arasto berkata, "Mengapa kebanyakan orang menjadi pragmatis? Melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan sesuatu. Aku kesana bukan ingin melihat salju."

Si teman berkata, "Idiot mana yg melakukan sesuatu berdasarkan mimpi-mimpi?"

Arasto tertawa dan menjawab dengan santai, "Pergilah ke Mesir, dan tanyakan kepada Potiphar.." Kemudian Arasto bergegas pergi meninggalkan si teman setelah mengucapkan terimakasih.

***

Sang kapten pemilik perahu berteriak ketika melihat masih ada satu penumpangnya yg  berdiri mematung belum juga masuk ke dalam perahu.

"Hei tukang melamun!" Teriak sang kapten, "Perahu akan segera angkat sauh, kau mau masuk perahu atau meneruskan lamunanmu?! Aku bisa sewakan kursiku ke orang lain jika kau terus melamun."

Arasto melihat perahu sudah hampir penuh ketika matahari sudah mulai meninggi. Satu kursi masih kosong. Arasto masuk perahu dan menempati satu kursi kosong yg tersisa.

***

Di sampingnya, duduk seorang pemuda bertampang menyedihkan. Wajahnya menyiratkan duka yg amat mendalam. Mata pemuda itu sembab.

Arasto menduga pemuda itu menangis sepanjang malam dan berusaha tegar di siang hari. Tapi mata dan raut wajahnya tak dapat menyembunyikan perasaan dan tangisan yg coba ia sembunyikan dibalik sepinya malam.

Arasto berkata, "Wahai anak muda yg dirundung duka. Kepedihan macam apa yg sudah menggerogoti aura ceria masa mudamu? Sehingga wajahmu tampak begitu lebih tua dari umurmu yg sebenarnya?"

Si pemuda menjawab dengan suara tercekat di tenggorokan, "Bagaimana tidak? Perempuanku sudah mengkhianatiku. Aku rela memberikan tetes-tetes keringat darahku untuk membasuh kakinya dengan air bunga mawar. Aku berikan anggur dari taman-tamanku. Kuberikan sangkar emasku untuknya, tapi dia keluar dan lebih memilih sangkar milik orang lain."

Arasto ingin tertawa tapi berusaha menahan tawanya agar tidak keluar. Mengingat kondisi pemuda ini begitu amat menyedihkan. Tercabik oleh dukanya sendiri.

Arasto berkata, "Jadi, perempuan yg selama ini kau anggap bidadari telah berubah menjadi iblis mengerikan?"

Pemuda menoleh ke arah Arasto dan berkata, "Berkali-kali aku disakiti, tapi aku tetap mencintainya."

Arasto berkata, "Kau bicara soal cinta, Nak? Biar kuberi tau. Cinta telah membutakan matamu. Kau kira cinta itu membebaskan, padahal nyatanya cinta itu membelenggu. Siapapun yg diperbudak oleh cinta, pada hakikatnya dia sedang terpenjara."

Arasto melanjutkan, "Jika cintamu berujung ingin memiliki, maka itu bukan cinta, Nak. Itu ambisi. Kau beruntung ketika perempuanmu meninggalkanmu. Apa kau ingin menguasai badannya di sangkarmu, sementara hatinya dia berikan kepada sangkar yg lain? Setidaknya kepergiannya adalah kejujuran. Bukan kebohongan yg dipertahankan terus-menerus dalam sangkar emasmu."

Mata si pemuda berkaca-kaca mendengar ucapan Arasto, lalu berkata, "Aku telah melakukan dosa besar. Aku lampiaskan kesedihanku dengan berkencan bersama beberapa perempuan yg berbeda-beda.

Aku rayu mereka dengan harta yg kumiliki, agar mereka mau memberikan badan mereka untuk ditukar dengan beberapa keping emasku. Aku sudah melakukannya berkali-kali sampai akhirnya sampai di titik jenuh. Aku ingin kembali kepada Tuhan, tapi sekaligus malu kepada-Nya. Aku sudah banyak melanggar batasan-Nya, apakah Dia mau mengampuniku?"

Arasto tersentuh mendengar cerita si pemuda, lalu menjawab, "Keburukan yg dilakukan orang lain terhadapmu biarlah menjadi keburukannya. Jangan sampai keburukan orang lain terhadapmu mengubahmu menjadi sama buruknya dengan orang itu.

Dosa itu bukan hanya melanggar batasan-batasan-Nya saja. Kau berputus asa dari pengampunan-Nya juga merupakan dosa. Persembahkan semua pengakuan dosamu di altar pengampunan-Nya.

Dulu, di kota Yerikho, ada seorang dari bangsa Israel yg bertugas memungut cukai. Pria itu bernama Zakheus. Orang-orang Yahudi menganggapnya najis, haram jaddah, dan pendosa, karena mengkhianati bangsanya sendiri dengan menjadi kaki tangan Herodes, penjajah Romawi.

Orang-orang Yahudi sangat jijik dengan Zakheus, pengkhianat bangsa yg dengan penuh kesadaran melumuri diri dengan dosa-dosa pemerasan.

Tapi, Yesus putra Maryam mendatangi rumahnya dan makan bersama dengan Zakheus. Orang-orang Yahudi menjadi kesal, mereka menggerutu, "Kenapa Sang Juru Selamat duduk bersama pendosa?"

Sang Juru Selamat berkata, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tapi orang sakit.."

Putra Maryam memberikan pesan bahwa Allah mengampuni siapa saja yg Dia Kehendaki. Meskipun kau berlumuran dosa, jika kau jujur mengakui dan minta ampunan, Dia akan Mendatangimu dengan ampunan-Nya.

Bawalah dosa-dosamu yg sepenuh bumi di altar pengampunan-Nya, maka Dia akan memberimu ampunan sepenuh bumi pula. Bawalah dosa-dosamu yg meninggi sampai mencapai langit, maka Dia akan memberimu ampunan setinggi langit pula."

Pemuda berkata, "Setibanya di Kapernaum, aku akan langsung pergi ke sungai Yordan. Akan aku basuh dosa-dosaku dengan air sungai yg mengaliri danau Galilea ini."

Kemudian pemuda bertanya, "Hendak pergi kemana kau, tuan musafir?"

Arasto menjawab, "Ke sumber mata air, yg airnya mengalir di sepanjang sungai Yordan, lalu bermuara ke danau Galilea ini.."

Pemuda berkata, "Bukankah sumber mata air itu ada di sana.." Pemuda itu menunjuk ke arah gunung Hermon yg mulai terlihat dari perahu yg mereka tumpangi.

Arasto berkata, "Ya, betul. Itu dia"

Pemuda bertanya, "Apa yg akan kau lakukan di sana, tuan musafir?"

Arasto menjawab, "Aku tidak akan melakukan apa-apa. Hanya mencari kesunyian.."

***

Setibanya di gunung Hermon, Arasto mendirikan kemahnya, bermalam, dan menikmati suasana alam di sana.

Musa naik ke gunung Horeb untuk mendapat 10 Perintah Tuhan, pikir Arasto, sedangkan aku naik ke gunung Hermon berdasarkan mimpi aneh.

Tetapi orang-orang Mesir tidak pernah menganggap aneh mimpi-mimpi. Sebagian mereka percaya bahwa mimpi adalah cara ilahiah melakukan komunikasi dengan manusia. Lalu apa yg akan kudapatkan di sini?

Tiba-tiba rasa kantuk menghampiri Arasto, dan dia bermimpi bertemu musafir padang pasir itu lagi. Musafir itu berkata kepada Arasto, "Temukan tulisan ibrani yg terpahat di bebatuan gunung ini. Carilah batu di dekat pohon zaitun, lokasinya dekat dengan sumber mata air yg menjadi hulu sungai Yordan."

Arasto terbangun dan segera mencari petunjuk yg diberikan musafir. Di musim panas, pohon-pohon dan buah zaitun tampak hijau dan sangat banyak. Hingga tengah hari, akhirnya Arasto menemukan sumber mata air itu.

Arasto menekuni bebatuan yg berada di seputar mata air yg dikelilingi pohon zaitun. Batu bertuliskan Ibrani. Arasto lebih mengenal bahasa Ibrani ketimbang bahasa yg digunakan musafir dalam mimpinya ketika memberi petunjuk tentang Murtafa'atul Jaulan.

Arasto mengamati air yg memancar dari celah-celah bebatuan lalu mengalir membentuk jeram-jeram yg mengarah ke lereng gunung Hermon dan menuju ke sungai Yordan.

Dimana batu bertuliskan Ibrani itu? Arasto mengamati batu di bawah aliran air yg memancar dan tersentak begitu melihat gurat-gurat tulisan Ibrani terpahat secara alami di atas kucuran mata air yg muncul dari celah-celah batu itu.

Arasto mendekat dan mengamati dengan teliti untuk membaca tulisan Ibrani itu. Tulisan itu tidak terhalangi oleh air yg mengalir di atasnya, karena begitu jernih aliran itu sehingga tampak seperti kaca bening yg menyelubungi batu bertuliskan Ibrani itu.

Arasto lalu mengeja dan mengartikan tulisannya. Tulisan Ibrani itu menjelaskan, "Tatkala api abadi di Azerbaijan padam, maka lahirlah Juru selamat terakhir yang akan melanjutkan Nubuat Musa dan Putra Maryam. Dia lahir di tengah padang pasir yang terdapat Rumah Suci Tuhan. Dia memiliki sifat-sifat mulia, yang disebut Al-Musthafa."

Arasto merenung sejenak. Mencoba mengaitkan keping-keping informasi dalam batu bertuliskan Ibrani itu: Al-Musthafa. Api abadi Azerbaijan. Padang pasir, dan Rumah Suci Tuhan. Kupikir gunung Hermon adalah tujuan terakhirku, ternyata aku salah.

"Azerbaijan ada di Persia", pikir Arasto, "aku pernah mendengar tentang padamnya api abadi itu, sekitar tiga setengah dekade lalu. Tapi aku harus mencari tau kapan tepatnya waktu itu.

Setelah mengetahui waktunya dengan tepat, aku akan pergi ke tengah padang pasir yg terdapat Rumah Suci Tuhan. Dan menanyakan tentang seseorang yg lahir tepat pada waktu api abadi di Azerbaijan itu padam. Seseorang itulah Al-Musthafa.

Arasto bersiap untuk meninggalkan gunung Hermon, ia bergumam, "Perjalananku belum berakhir di sini..."

Mata Arasto berkaca-kaca terharu karena berhasil menyingkap tirai dibalik apa yg tersirat dari mimpinya, lalu berkata, "Al-Musthafa, engkau lah tujuan terakhirku.."

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun