18 klub peserta ISL tentu saja mengalami kerugian, bahkan ada yang langsung memutus kontrak pemain, seperti Persela Lamongan yang hanya membayar gaji pemain sampai bulan April 2015. Pemutusan kontrak dianggap opsi paling logis mengingat tak ada lagi kegiatan sepak bola sepanjang tahun ini.
Hal yang sama sepertinya juga akan dilakukan oleh tim Semen Padang FC. Pasalnya sejak Minggu (10 Mei 2015) para punggawa Kabau Sirah sudah mulai meninggalkan mess. Keputusan apakah kontrak mereka juga diputus ditengah jalan, atau hanya diliburkan sementara sampai ada kabar kelanjutan kompetisi akan diputuskan dalam rapat direksi PT. Kabau Sirah Semen Padang/KSSP hari ini (21 Mei 2015).
Menurut penulis, tim kebanggan ranah minang tersebut tidak perlu melakukan pemutusan kontrak pemain, ataupun meliburkan mereka. Walaupun telas dipastikan tidak ada kompetisi yang akan diikuti dalam waktu dekat, namun kegiatan tim senior ada baiknya tetap dilaksanakan.
Semen Padang FC adalah sebuah klub yang unik. Klub yang lahir di era Galatama ini, termasuk salah satu klub yang sehat, karena ditopang oleh salah satu BUMN terbesar, yaitu PT. Semen Indonesia selaku induk perusahaan PT. Semen Padang. Dipertahankannya keberadaan SPFC juga dengan alasan unik, tidak seratus persen untuk membina sepakbola Kota Padang, ataupun Sumatera Barat. Itu hanya alasan kedua, atau mungkin kesekian. Alasan utama dipertahankannya SPFC sampai sekarang adalah sebagai media promosi “murah meriah” perusahaan maupun semua produk Semen Padang.
PT. Kabau Sirah Semen Padang selaku perusahaan yang memayungi Semen Padang FC memang mengakui mengalami kerugian yang besar akibat dihentikannya kompetisi. Kerugian terbesar diperkirakan dari gaji pemain yang rata-rata dikontrak sampai bulan November 2015. Padahal, anggaran SPFC kabarnya “sudah diamankan” di awal musim oleh PT. Semen Indonesia mencapai 35 Miliar.
Menurut laporan tahunan PT. Semen Indonesia, dana yang dikucurkan ke PT. KSSP setiap tahun tersebut masuk ke pos “Pembelian Produk dan Jasa”. Penulis menerjemahkan, PT. SI membayar sejumlah uang tersebut untuk jasa promosi produk Semen Padang oleh KSSP/Semen Padang FC. Besarnya, pada tahun 2011 sebesar 17,97 miliar, pada tahun 2012 sebesar 12,4 miliar dan pada tahun 2013 sebesar 25,58 miliar. Penulis belum mendapatkan angka pasti anggaran tahun 2014 maupun 2015. Yang jelas, media memberitakan anggaran tersebut merupakan besaran nilai sponsorship PT. SI kepada SPFC dengan timbal balik logo Semen Padang, atau PT. Semen Indonesia harus nangkring di jersey SPFC.
Pertanyaannya adalah, apakah dengan dihentikannya kompetisi, otomatis upaya promosi produk Semen Padang oleh SPFC juga serta merta harus terhenti? Penulis menganggap tidak. SPFC masih bisa melakukan pertandingan eksebisi, tur ke daerah target pemasaran Semen Padang, mengadakan turnamen lokal, dan sebagainya. Artinya, Kabau Sirah tidak harus vakum, meliburkan pemain, atau bahkan memutus kontrak pemain.
Lihatlah "Tour de Campoeng" atau laga persahabatan dengan tim lokal seperti yang dilakukan Semen Padang pada Agustus 2013 lalu di Nagari Sungayang. Betapa antusiasnya masyarakat memadati lapangan Pulai saat itu, betapa bahagianya masyarakat "kampung" ketika bertemu idola mereka macam Hengki Ardiles, Elie Aiboy, Titus Bonai, Edu, Vizcarra, dll. Wajar, karena SPFC memang sudah menjadi milik masyarakat Sumbar.
Atau, jika mau lebih serius, Semen Padang FC bisa mengundang tim-tim Eropa untuk bertanding ujicoba di Padang. Bisa saja, karena kompetisi di Eropa akan berakhir. Tidak perlu mengundang tim-tim papan atas, cukup tim medioker. Kehadiran tim Eropa di STadion Haji Agus Salim, dijamin akan disambut penuh sesak penggila sepakbola Kota Padang.
Bayangkan, sisi positif jika tim SPFC tidak di-vakum-kan dan tetap beraktivitas dengan menggelar pertandingan-pertandingan eksebisi di berbagai daerah. Pertama, kondisi pemain akan tetap terjaga, meski tidak semaksimal saat kompetisi berlangsung. Kedua, tujuan promo produk Semen Padang tetap bisa dilaksanakan, bahkan lebih “ngena” di hati masyarakat, karena mereka didatangi ke “rumah” mereka, ga harus datang jauh-jauh ke kota tempat pelaksanaan pertandingan ISL. Ketiga, nasib ekonomi pemain, pelatih, dan staff SPFC tetap terjaga. Penulis yakin masih banyak dampak positif lainnya jika mau dikaji lebih dalam. Walaupun secara ekonomi pemasukan SPFC tidak akan sebesar pemasukan saat menghelat pertandingan di kompetisi ISL, dan tidak ada pemasukan tambahan berupa pembagian hak siar ataupun uang hadiah jika Kabau Sirah berhasil juara, bukankah fungsi promosi Semen Padang tetap terlaksana?
Jadi, dengan tidak adanya kompetisi ISL, baikkah Semen Padang FC juga memutus kontrak semua pemainnya? Penulis menyarankan, jangan. Karena sepakbola adalah hiburan terindah rakyat.
*Penulis hanyalah seorang supporter yang tugasnya beli tiket, penuhkan stadion kemudian njoged.