Terkepung rapat 55.000 suporter Singapura.
Kami bertahan dengan "Indonesia Raya."
Saat itu, saya bersama Mayor Haristanto, juga suporter timnas Indonesia lainnya berhimpun di pojok timur laut Stadion Kallang Singapura. Minggu, 16 Januari 2005. Final Piala Tiger 2004 leg kedua.
Beberapa hari sebelumnya, Sabtu, 8 Januari 2005, kami juga ikut mendukung timnas berlaga pada leg pertama di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Sore harinya, rombongan satu bis kecil dari Pasoepati Solo itu sempat dijamu untuk mengisi acara One Stop Football di TV7, Gedung Dharmala.
Sejarah telah mencatat, kita gagal menjadi juara.
Pada pertandingan pertama, kita di kandang kalah 1-3 dari Singapura. Timnas Indonesia kebobolan tiga gol, oleh tembakan bebas bek Daniel Bennet (naturalisasi asal Inggris), Khairul Amri dan si keling Agu Casmir (naturalisasi dari Nigeria). Pada waktu perpanjangan, tembakan bebas Mahyadi Panggabean menipiskan kedudukan menjadi 1-3.
Kembali ke Kallang. Setelah membentangkan spanduk besar yang kami bawa dari Solo, berbunyi “Bangkit Indonesia,” serentak kami suporter timnas Indonesia bangkit berdiri, tanpa komando. Kami bersama melagukan “Indonesia Raya.” Walau pertandingan belum resmi dimulai.
Ada rasa nasionalisme yang mendidih dan menggelegak di dada kami. Tetapi juga rasa haru, yang membuat pelupuk mata mengembang panas air mata. “Kami bangga sebagai bangsa Indonesia,” begitu kira-kira lagu yang berbunyi pada setiap dada kami.
Sebelum pertandingan dimulai, saya digamit oleh seseorang. Ia mengenalkan diri sebagai wartawan koran utama Singapura, The Straits Times.
Setelah bertukar kartu nama (saya bawa kartu nama sebagai pendiri komunitas penulis surat-surat pembaca, Epistoholik Indonesia), saya tahu nama pemuda ramah itu : Chan Yi Shen.
Ia bertanya : bagaimana peluang Indonesia di final malam ini. Saya katakan, berat. Tetapi saya juga punya impian yang mungkin muluk. Saya merujuk tulisan di kaos putih saya, tergores slogan “I Believe The Withe Magic.” Saya percaya terhadap daya magis seorang Peter Withe, pelatih timnas saat itu.
Kepada Chan Yi Shen, saya ajak dia surut ke belakang. Untuk menyimaki data laga semifinal saat Indonesia ketemu Malaysia. Pada laga pertama di Jakarta, 28 Desember 2004, Indonesia kalah 1-2. Gol Indonesia dicetak Kurniawan Dwi Yulianto. Tetapi Malaysia membobol gawang Hendro Kartiko dua gol lewat Liew Kit Kong.
Pada pertandingan kedua di Stadion Bukit Jalil,Kuala Lumpur, 3 Januari 2005, gantian anak-anak Garuda mengamuk dengan perkasa. Tuan rumah sudah mampu mereguk gembira ketika Khalid Jamlus membobol gawang kita di menit ke-dua puluh enam.
Tetapi hasil akhir pertandingan memihak Indonesia.
Kurniawan Dwi Yulianto merobek gawang Malaysia di menit 59, bek kekar kita Charis Yulianto menambahi di menit 74, lalu top skorer Piala Tiger 2004 Ilham Jaya Kesuma ikut berpesta di menit 77. Akhirnya pemain muda penuh talenta kita, Boaz Solossa, di menit 84 menggenapkan timnas Indonesia untuk lolos ke final dengan keunggulan 5-3.
“Keajaiban Garuda di Malaysia itulah,” saya katakan kepada Chan Yi Shen, “semoga akan terjadi di Kallang, malam ini.”
Harapan saya itu tidak terjadi. Dua gol Singapura oleh Indra Sahdan dan penalti Agu Casmir, dan aksi gol dengan liak-liuk oleh Elie Aiboy di menit 76, akhirnya membungkus kemenangan tim negeri Singa itu dengan agregat 5-2.
Stadion Kallang tidak memberi saya kenangan indah sebagai suporter sepakbola Indonesia, walau sebagai pribadi ada juga catatan yang bisa dikenang.
Chan Yi Shen ternyata tidak melupakan apa yang saya katakan. Dalam edisi koran dia esok harinya, nama saya terpampang di halamannya. Saya dikutip, bahwa saya percaya kepada pelatih timnas Peter Withe sebagai pelatih dan motivator yang baik. Dengan bekal itu kita akan mampu berprestasi lagi, guna meraih kejayaan persepakbolaan Indonesia yang lebih cerah di masa depan.
Lima tahun telah berlalu. Peter Withe telah pergi.
Saat ini tahun 2010. Alfred Riedl sebagai pengganti.
Indonesia masuk final lagi.
Final pertama Piala AFF 2010 akan berlangsung di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Minggu 26 Desember 2010 ini. Pertandingan kedua digelar 29 Desember 2010 di Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta.
“Apakah impian yang saya gurat lima tahun lalu itu akan menjadi kenyataan, kini ?”
Wonogiri, 26 Desember 2010