Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pelajaran dari Debat Capres 15 Juni 2014

17 Juni 2014   21:33 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:21 261 0


Saya bersyukur kepada tuhan karena diberi kesempatan untuk menonton debat capres antara Prabowo dan Jokowi pada minggu malam 15 Juni 2014. Terlepas ini adalah bukan hal yang baru di negara kita, debat capres kali ini cukup menarik untuk disimak.

Debat malam minggu itu terasa benar benar "all-out" dari dua belah pihak. Walaupun tidak ditemani cawapres, pak Jokowi dan pak Prabowo bisa menyampaikan dengan jelas tentang gagasan dan ide tentang ekonomi kerakyatan, pekerjaan, investasi dan rencana pembangunan infrastruktur pada masa pemerintahan mereka. Tulisan ini mencoba menyoroti pelajaran yang dapat kita petik dari Debat Capres 15 Juni 2014 antara Prabowo dan Jokowi. Tujuan saya hanyalah sebagai kritik membangun untuk kebaikan kedua timses capres. Tidak ada maksud lain.

Kali ini debat yang dilangsungkan cukup mantap karena suasana terasa lebih cair, Prabowo bisa lebih mengendalikan suaranya, emosinya lebih stabil. Jokowi pun demikian, kualitas bicaranya jauh meningkat walaupun tidak ada JK. Dari pembawaan dan gaya bicara keduanya termasuk cukup bagus. Jika dibandingkan dengan  pidato waktu pemilihan nomor urut, kualtias pidato Jokowi ada peningkatan yang luar biasa, berkat didukuni oleh sejumlah pakar dalam kubu Jokowi-JK.

Berikut mari  kita bahas pelajaran-pelajaran penting dilihat dari dua sisi beserta kekurangan dan kelebihannya.

Ekonomi kerakyatan
Jokowi lebih fokus ke masalah pasar dan PKL, itu tidak lepas karena perannya sebagai walikota dan gubernur yang berhadapan langsung dengan PKL dan pasar. Prabowo di sisi lain lebih fokus ke kebijakan pertanian mengingat sebagian besar rakyat kita adalah buruh, tani dan nelayan. Saya yakin karena Prabowo banyak terlibat langsung ke banyak daerah di Tanah Air.

Untuk issue kerakyatan ini, dua duanya justru saling melengkapi. Prabowo dengan pertaniannya dan Jokowi dengan perdagangannya. Namun yang perlu disinggung adalah pembukaan lahan yang disampaikan oleh Prabowo tidak membahas masalah transmigrasi dan sebaran penduduk. harusnya Prabowo menyinggung pembukaan lahan, otomasis juga berhubungan dengan transmigrasi, di Jawa, tanah sempit namun buruh tani sangat banyak, di luar Jawa tanah luas namun buruh tani sedikit. Ini yang kurang disinggung oleh Prabowo. Prabowo juga tidak menyinggung perlunya peningkatan nilai tambah (added value) agar produktivitas jauh lebih tinggi. Karena penjualan komoditi pangan tanpa diolah tidak menghasilkan devisa apa-apa. Bayangkan harga 1 kg jagung kering pipilan hanya sekitar Rp 10.000 per kilo, sedangkan jika sudah menjadi "corn flake" dapat mencapai angka Rp 75 000, berarti meningkat 700 persen lebih.

Yang kedua, masalah kerusakan lahan, banyak yang menduga bahwa  Prabowo kurang pas menyampaikan lahan yang rusak dijadikan lahan pertanian, akan lebih baik  jika sebagian lahan yang rusak dikembalikan fungsinya sebagai hutan lindung atau perkebunan rakyat dan sebagian buat pembukaan lahan baru.

Jokowi disisi ekonomi kerakyatan juga berpandangan terlalu sempit, ekonomi rakyat itu kan luas, bukan hanya masalah PKL dan pasar. Jokowi juga tidak menyinggung masalah Mall dan toko modern, dan sayangnya Prabowo juga tidak menanyakan apa kebijakan Jokowi tentang toko modern yang menggerus toko kelontong dan pasar tradisional? Issue ini lepas dari Prabowo.

Pendidikan dan kesehatan
Prabowo mencanangkan wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara (artinya wajib 12 tahun gratis) dengan penambahan anggaran 40 trilliun untuk merealisasikannya, sementara di bidang kesehatan, Prabowo lebih fokus pada peningkatan pendapatan bagi para pekerja dibidang kesehatan seperti dokter ,perawat atau bidan.

Untuk anggaran wajib belajar 12 tahun, cukup realistis jika butuh anggaran 40 trilliun, anggaran ini bisa didapat dari kebocoran anggaran negara atau pemotongan subsidi yang juga diamini oleh Jokowi. Namun di sisi kesehatan, Prabowo hanya fokus ke masalah gaji dan UANG. Meningkatkan kesejahteraan itu penting, namun kenapa tidak dibahas masalah obat murah, atau subsidi buat rumah sakit terutama swasta sehingga tidak ada lagi rumah sakit menolak pasien karena tidak mampu. Rumah sakit swasta cukup banyak di Indonesia, harusnya ada anggaran buat RS Swasta ini,, menngingat biaya operasional rumah sakit memang murni dari tarikan biaya pasien. Jadi, jangan salahkan RS kalau menolak pasien, karena bayar obat, dokter dan alat alat kesehatan itu juga butuh dana. Issue ini tidak dibahas oleh Prabowo.

Di  kubu Jokowi, mengandalkan kartu indonesia sehat dan kartu sejenis untuk pendidikan (mungkin maksudnya Jokowi itu kartu untuk rakyat tidak mampu sekolah). intinya, Jokowi fokus ke dua kartu itu. Pinjam kepada istilah Tantowi Yahya Jokowi mengenalkan NKRI (negara kartu republik Indonesia).

Tidak salah dengan kartu itu, masalahnya ide JOKOWI sudah diimplementasikan oleh SBY dengan program BPJS sejak 1 januari tahun 2014 ini. Jadi buat apa kartu jakarta sehat di 'nasionalisasi'? , SBY bisa tertawa lebar dengar penjelasan jokowi.

Jokowi dan Prabowo sepakat bahwa pendidikan 12 tahun wajib itu adalah bagus, dan keduanya sepakat anggaran bisa diambil dari pemotongan subsidi BBM.

Ekonomi kreatif

Pertanyaan jokowi ini benar benar menukik ke Prabowo, saking fokusnya Prabowo ke pertanian, prabowo tidak siap dengan pertanyaan seperti ini, bahkan Prabowo tidak paham tentang ekonomi kreatif itu sendiri. Jawaban Prabowo tidak mengena. Jokowi lebih menguasai masalah ini mengingat Jokowi dekat dengan pelaku ekonomi kreatif seperti desainer, musisi, aktor atau perajin.

Pabowo sepertinya baru paham ekonomi kreatif setelah dijelaskan oleh Jokowi dan baru jawaban prabowo mendukung tentang ekonomi kreatif dengan memberi contoh anaknya. Prabowo juga cukup elegan menjawab pertanyaan ini dengan mendukung ide bagus Jokowi dan 'menyalahkan' tim suksesnya. Prabowo bersikap kesatria dengan menghargai ide dari lawannya. Ini merupakan sikap yang sangat baik dan sangat diapresiasi, bahkan pendukung Jokowi di twitter pun mengapresiasi dukungan Prabowo . Dengan bahasa tweet "Prabowo aja dukung Jokowi". Nah ini contoh debat yang mendidik, tujuannya bukan menang, tapi mencari solusi dari permasalahan bangsa. Sikap kenegarawan Prabowo kelihatan di sini. Dia tulus, dia tidak malu untuk mengakui kekurangannya. Dia bahkan mempromosikan anaknya yang sudah menjadi pelaku kreatif yang sudah "go-internasional".

Pemerintahan RI atau Pemda

Jokowi dicap sebagai level Pemda bukan level pimpinan nasional, karena fokus menanyakan hal hal seputar pemerintahan daerah dengan beberapa singkatan seperti TPID, DAK,dan DAU. tampak sekali Jokowi punya pengalaman disini, karena itu istilah yang tidak asing bagi dia. Disatu sisi, tampak Jokowi memanfaatkan pengelamannya selaku kepala daerah. Ini positif dan sekaligus negatif, kenapa? Karena Jokowi terlalu fokus keperkara teknis, benar saja kata tim Prabowo, Jokowi seperti manajer menengah, bukan top manager. Ini juga terlihat bahwa wawasan Jokowi hanya fokus ke internal dan teknikal di daerah bukan ke level visi misi dan pandangan seorang top manager.

Harus diakui bahwa Prabowo yang tidak paham dengan pertanyaan Jokowi inipun juga bisa dianggap ketidaksiapan Prabowo dalam debat, perlu dimaklumi karena Prabowo berlatar belakang militer, namun sangat disayangkan jika Prabowo tidak mengerti pemerintahan daerah. Walaupun memang kontrol daerah juga ada dikepala dearah, seoang pimimpin juga harus berwawan luas, TIM Prabowo harus memberikan pemahaman dan masukan tenang berbagai isu didaerah, istilah di pemerintahan daerah, strukur pemerintahan, badan kerja dan sebagainya. Namun bisa dimaklumi bahwa Pilpres ini adalah untuk memilih pimpinan negara bukan sedang mencari gubernur kepala daerah.

Renegoisasi kontrak karya dengan Perusahaan Asing

Prabowo mengklarifikasi bahwa dia akan menasionalisasi aset, disini Prabowo menjelaskan bahwa dia tidak anti asing dan investasi asing, yang ditekankan Prabowo adalah masalah saling menguntungkan, perusahan asing untung, tapi pemerintah harus untung juga. Intinya disitu, sayangnya Prabowo tidak menyebut perusahaannya seperti FREEPORT. indonesia hanya dapat royalti 1% dari pendapatan freeport. setahu saya indonesia dapat 1.5Triliun /tahun. Artinya freeport dapat hampir 150T selama setahun, anggaplah itu dikurangi biaya, pajak dan lain lain, freeport masing bisa untung jauh diatas 50Triliun. Inilah salah satu issue  yang disebut Prabowo sebagai kebocoran 'kekayaan negara'. Disinyalir banyak sekali terjadi kehilangan kekayaan negara melalui penyelundupan ikan, minyak, kayu, bahan tambang dan sebagainya.

Jokowi menanggapi masalah kontrak bahwa jika kontrak karya atau kontrak dengan perusahan asing itu perlu dihormati, tidak mungkin tiba tiba kita nasionalisasi seperti di Amerika Selatan. Point Jokowi bagus dalam hal ini, namun di point selanjutnya masalah investasi asing di indonesia, terutama masalah perbankan, jawaban Jokowi kurang pas, Jokowi bilang :"kita akan mempersulit investasi ". Tentu maksudnya agar industri lokal tidak kolap karena ada perusahaan asing, kita harus membuat aturan yang intinya menyeimbangkan investasi asing jangan sampai investasi asing merusak iklim investasi anak negeri. Namun pernyataan Jokowi ini mengkhawatirkan investor asing.

Bocor vs Kartu
Dua kata ini adalah kata 'ajian' yang paling sering muncul. Prabowo dengan bocornya dan Jokowi dengan kartunya. Kita mengharapkan agar tim masing masing capres lebih kreatif  dalam memberi masukan. Kebocoran negara sampai 1000Triliun seperti kata Prabowo, mestinya ditanyakan oleh Jokowi darimana bocor 1000 triliun itu? Itu baru debatnya hidup dan menarik. Pak Jokowi terlalu sibuk dengan kartu pintar dan kartu sehatnya.

Pak Jokowi kurang memperhatikan apa yang sudah dilakukan oleh SBY. SBY sudah memberi pondasi yang bagus dalam sektor kesehatan dan pendidikan tidak sebatas kartu. Akan lebih baik jika issue kesehatan selain berobat gratis itu ada masalah obat murah, bantuan rumah sakit, pendirian puskesmas dan rumah sakit di daerah terpencil, kesahatan ibu dan anak, bagaimana cara menurunkan angka kematian ibu dan anak, bagaimana masalah sanitasi di rumah penduduk miskin, bagaimana masalah obat import, bagaimana masalah halal haramnya suatu obat, bagiamana masalah pendidikan dan komersialisasi pendidikan yang menjadi jadi diperguruan tinggi. Sangat disayangkan kedua capres tidak ada yang bahas hal itu, fokusnya hanya BOCOR VS kartu.

Pernyataan penutup
Kalimat penutup Prabowo sangat elegan, terarah dan jelas serta menyebut sebagian besar pekerja menengah kebawah seperti petani, nelayan, buruh outsourcing termasuk untuk disabilitas dan meminta dukungan untuk bisa menjadi RI -1, sangat elegan, menarik simpati dan bahkan menurut tim Jokowi memuji "Retorika" Prabowo lebih bagus ketimbang Jokowi.

Sementara itu, Jokowi kurang pintar menyampaikan pernyataan penutup, padahal kalimat ini harusnya dijadikan rangkuman isi debat dan program kerjanya. Tidak salah jika  tim Jokowi harus mengajari Jokowi cara bepidato lebih baik lagi termasuk teknik menyusun kalimat agar enak didengar  dan MAMPU menarik simpati dari masyarakat pendengar.

Secara keseluruhan, baik Prabowo maupun Jokowi cukup bagus dalam bedebat, karena sudah terbuka, terlihat cair dan tidak tegang serta ada suasana persaudaraan sesama bangsa indonesia. Semoga debat selanjutnya makin bagus dan semoga pemimpin indonesia siapapun itu, bisa mengangkat ekonomi rakyat indonesia, menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi negara yang makmur yang berkeadilan dan adil yang berkemakmuran. Kita mengharapkan pada debat-debat berikutnya akan kita temukan hal-hal yang makin menarik dan banyak pelajaran baru bagi bangsa ini.

Tulisan ini saya modifikasi dari jejakcandra.blogspot.com (terima kasih).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun