Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud Pilihan

Rumah Ibadah di Lubuk Langkap Cukup Representatif

17 April 2022   17:36 Diperbarui: 17 April 2022   17:37 254 4

Bismillah,

Kampungku Lubuk Langkap yang berada nun jauh di Kabupaten Bengkulu Selatan sana tidak dapat dianggap remeh, meskipun termasuk bilangan dusun terpencil yang relatif jauh letaknya  dari ibukota kabupaten Manna.

Kampung yang berdiri tidak tahu persis tahun berapa itu mengalami dinamika seperti kebanyakan kampung-kampung lain yang ada dimuka bumi Allah ini, juga terjadi pasang surut terutama dari aspek populasi penduduknya dan jumlah rumah kediaman tempat tinggal masyarakatnya.

Keluarga Penulis sendiri mulai tinggal di kampung ini di penghujung tahun 1972, berkenaan dengan berakhirnya masa aktif Ayahenda Marzuki Djuansah sebagai seorang abdi negara di Sira  Pulau Padang Ogan Komering ilir Sumatera Selatan.

Meskipun dulunya berangkat meninggalkan Manna kota kenangan dari Bandar Agung Ulu Manna Ulu, tapi kakek Djuansah dan saudara-saudaranya beserta keluarganya sudah boyongan berada di Lubuk Langkap.

Juga tiga orang saudara perempuan kakek Meransyah ikut hijrah pula ke kampungku yang letaknya dikelilingi sungai dan perbukitan itu, serta hamparan persawahan terbentang luas sebagai usaha pokok penduduknya.

Hal pertama yang Penulis amati yaitu pola hidup masyarakatnya yang nampak sekali hidup  berdampingan secara rukun penuh dengan rasa kekeluargaan, terutama dalam melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wata Allah, yang ini merupakan inti dari tulisan ini.

Ketika itu di tahun 70an awal warga Lubuk Langkap hanya memiliki sebuah rumah ibadah berupa masjidi yang relatif kecil, yang konstruksinya dari kayu dengan beratap kayu dan  lantai kayu yang sedikit di tinggikan dari tanah seolah-olah menjadi lantai panggung.

Masjid kecil itu dibangun diatas tanah Wakenda Muir sepupu Bapak Marzuki dari pihak nenek yang lokasinya lebih kurang 80 meter dari tempat wisata pemandian Lubuk Langkap sekarang.

Letak masjid ini juga sebagai indikator bahwa generasi awal Lubuk Langkap pertama banyak yang membangun kediaman di bahagian darat peristilahanya, yang memang letak kampungku seolah-olah terbelah dua, lembah dan darat.

Di masjid kecil sederhana inilah tempat pengembelengan Aqidah yang dilakukan generasi awal terhadap generasi penerus terutama di dalam sholat berjamaah dan belajar membaca Al-Quran.

Masjid kecil itu tidak dapat menampung jumlah generasi muda yang ingin belajar baca Al-quran,  karena yang berminat cukup untuk memahami kitab sucinya itu cukup tinggi.

Solusi yang ditempuh masyarakat tidak lain harus membangun beberapa tempat lagi dan berdirilah pondok sederhana tempat belajar di bahagian tengah dan hilir kampung.

Dengan adanya beberapa buah tempat itu, tidak hanya dapat menampung lebih banyak generasi penerus untuk belajar tetapi secara tidak langsung terjadi kompetisi dari kelompok- kelompok  peserta belajar membaca Al-Qur'an.

Kompetisi yang terjadi tentu bernuansa positif dan damai, ini ditandai dengan adanya belajar bersama dari perwakilan kelompok ketempat kelompok lainnya yang dikemas dalam bentuk tadarusan pada malam tertentu setiap minggunya.

Waktu terus berjalan, masapun bergant pada tahun 75 ketika kepengurusan masjid di pegang pamanda Unsi, pamanda Siamit, kakanda Maasak dan kakanda Wahinuddin beserta seluruh masyarakat yang beragama Islam dibangunlah sebuah masjid yang cukup luas dengan lokasi di tengah-tengah perkampungan penduduk yang pondasinya sudah lebih dahulu di bangun beberapa tahun sebelumnya.

Terbangunya sebuah rumah ibadah berupa masjid yang cukup luas ini menjadikan penduduknya lebih bersemangat untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta tidak hanya dalam hal sholat dan belajar membaca Al-Quran, melainkan bersemangat juga untuk menunaikan zakat atas harta yang mereka miliki.

Apalagi dipertengahan tahun 70an itu ada seorang mubaligh yang diutus dari sebuah Perserikatan yang penulis lupa bernama Sarimuddin khusus mengembeleng umat mengenai syari'at islam, menjadikan warga kampung ku bertambah semangat untuk mendalami agama Islam yang dianutnya.

Masjid atau oleh warga kampungku lebih akrab disebut surau itu hanya di pakai untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang terbatas jumlah jemaahnya seperti sholat fardhu, sholat jumat dan tarawih di bulan ramadhan dan peringatan hari-hari besar islam, sedangkan sholat Id mereka lebih memilih dilapangan terbuka.

Surau yang oleh masyarakat kampungku diberi nama Muhammadiyah itu semakin lama terus mempercantik diri meskipun terbilang lamban seiring juga dengan pergantian kepengurusan yang silih berganti sesuai dengan tuntutan zaman.

Kondisi surau yang sangat memperihatinkan itu sangat lama, maklum saja sumber dana pembangunannya hanya mengandalkan kekuatan umat yang rerata bertani secara konvensional dan rendahnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah.

Hal itu juga diperparah karena banyaknya jumlah warga kampungku yang hijrah ke tempat lain, termasuk beberapa orang Pemuka agama dan rendahnya animo anggota warga kampungku yang " berhasil " untuk membangun kediamannya di Lubuk Langkap.

Adalah H. Bandarman Sukar yang berhasil diperantauan, yang dibukahkan pintu hatinya oleh Allah Subhanna wata Allah untuk merenovasi total surau Muhammadiyah itu beberapa tahun yang lalu.

Meskipun menurut masyarakat luasan didalamnya lebih kecil jika dibandingkan dengan surau yang lama, tapi yang pasti penampakannya lebih gagah karena konstruksi bangunannya kokoh dengan model yang elegan dan material yang digunakan mahal dan
 sangat menarik.

Penulis kurang tahu pasti pertimbangannya kenapa luasanya sedikit diperkecil, sebagai asumsi barangkali karena populasi warga kampungku memang jauh berkurang dan bentuk kampungku pun memang banyak berubah, jika dibandingkan dengan keadaan tahun 70an sampai awal tahun 90an.

Suatu kali kepada Penulis, H. Bandarman yang sudah lama merantau di tanah Jawa itu menyampaikan bahwa konstruksi masjid sengaja dibuat kuat untuk pengembangan di masa yang akan datang dengan cara membuat lantai dua atau tiga dan seterusnya.

Belum lagi kegembiraan warga kampungku menikmati indahnya beribadah di masjid Muhammadiyah yang cantik nan strategis itu ada lagi sebagian masyarakat yang merasa kurang karena lokasi masjid cukup jauh dari lokasi obyek wisata pemandian Bendung Lubuk Langkap yang setiap hari libur banyak mendapat kunjungan   masyarakat dari berbagai daerah.

Lalu bagaimana solusinya   ?
Dari jajak pendapat antara sebagian warga penghuni kampungku Lubuk Langkap dengan para perantau asal kampungku Lubuk Langkap di simpulkan harus dibangun sebuah tempat ibadah guna menampung kebutuhan ibadah para pengunjung berupa Musholla.

Guna mewujudkan niat yang ikhlas dan rencana yang mulia itu serta dilandasi ilmu dan pengamalan agama yang mumpuni bahwa Allah akan membuatkan sebuah rumah di surga bagi yang membangun masjid di dunia walau hanya sebesar sangkar burung.

Kemudian di bentuklah panitia pembangunan Musholla Lubuk Langkap Darussalam dan proposalpun disusun sesuai dengan standar pengadaan pembangunan oleh pihak yang ahli di bidangnya dan setelah mendapat pengesahan dari pihak yang berkompeten, proposal yang berupa Rencana Anggaran Belanja itu didistribusikan kemana-mana.

Tak terlalu lama gayung itu bersambut dan mengalirlah rupiah dari hamba-hamba Allah yang tahu akan arti amal jariah, baik dari warga Lubuk Langkap di perantauan maupun kenalan dari hamba Allah seanterio negeri.

Dan tercatat yang paling banyak memberikan sumbangan tidak lain dari sahabat, kenalan, dan keluarga besar Prof. Supli Efendi Rahim yang merupakan Guru Besar di Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sriwijaya Palembang, yang memang sudah lebih dari empat dasawarsa meninggalkan kampungku Lubuk Langkap.

Dengan telah diresmikannya Musholla Darusalam Lubuk Langkap dan digelarnya tasyakuran  beberapa minggu yang lalu, maka nyatalah kampungku yang terus begeliat baik untuk dunia lebih-lebih untuk akhirat memiliki dua buah rumah ibadah yang representatif, satu berupa masjid dan satu berupa Musholla.

Mengakhiri tulisan ini Penulis berharap agar kedua tempat ibadah ini dapat di fungsikan dengan baik dan selalu dipadati oleh jemaah, semoga  eporia yang terjadi memang untuk tidak dipublikasikan, karena sudah memasuki hari ke 14 Ramadhan 1443 tahun ini belum ada satupun postingan tentang aktivitas di kedua rumah ibadah itu.

Majulah kita semua, # B. Nurman.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun