Iklan ini semakin menjadi buah bibir, ketika Jokowi dan PDIP berniat menuntut media yang menayangkan iklan ini. TB. Hasanuddin, Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP, seperti yang dilansir tribunnews mengatakan iklan tersebut melanggar aturan berkaitan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, khususnya pasal 58. Dalam pasal itu disebutkan bahwa iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan merendahkan martabat orang pribadi, kelompok, ideologi, Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Sementara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga tengah mengamati iklan ini, apakah melanggar aturan atau tidak.
Saat mendekati PEMILU dan PILPRES atau PILKADA, sering diselingi dengan Kampanye negatif (Negative Campaign) dan bahkan kampanye hitam (black campaign). Kadang sulit membedakan antara kampanye negatif dengan kampanye hitam, seperti iklan "Menagih Janji Jokowi" juga memasuki area abu-abu, ada pro dan kontra, apakah iklan ini termasuk black campaign ataukah negative campaign. Tapi bagi saya, kalau itu menyangkut program seorang calon atau kebijakan yang dijalankan ketika seseorang menjabat yang didukung dengan fakta dan data, itu termasuk negative campaign. Maka, Jokowi lah yang mau gak mau akan menjadi sasaran negative campaign dari lawan politiknya, karena diantara Capres yang sudah mendeklarasikan diri, hanya Jokowi yang saat ini sedang memegang jabatan publik, yaitu sebagai Gubernur DKI.
Sementara itu, yang disebut black campaign, ini yang berkaitan dengan masalah pribadi, SARA, atau hanya isu dan gosip belaka tanpa ada data dan fakta. Tidak elok ketika kita menyinggung masalah, seperti tinggi badannya, warna kulitnya, dia punya istri atau tidak, istrinya 1 atau 2, kurus atau gemuk, suku, kalau sholat shubuh pakai qunut atau tidak, dan sebagainya yang menyangkut urusan pribadi. Apalagi, menyebarkan isu dan gosip belaka yang tidak jelas data dan faktanya.
Kampanye yang baik adalah kampanye positif dengan menjelaskan program-programnya agar pemilih bisa tahu apa yang akan dilakukan ketika sang calon terpilih menjadi anggota legislatif atau presiden. Tetapi, kampanye negatif juga diperlukan. Hal ini untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar bersikap cerdas dengan mengkritisi program-program sang calon, dan juga mengkritisi kebijakan sang pemangku kebijakan. Kampanye negatif itu perlu, agar masyarakat tahu kekurangan sang calon, sehingga nantinya mampu memilih dengan rasional, tidak hanya berdasarkan pencitraan, serta faktor like and dislike. Kampanye negatif mampu mendidik pemilih menjadi lebih cerdas, dengan pengetahuan seimbang antara kelebihan dan kekurangan sang calon. Kampanye negatif akan menghindarkan masyarakat dari keadaan yang terlalu mendewakan salah satu calon tanpa pengetahuan yang mendalam terhadap sang calon, sehingga ketika calon tersebut terpilih, masyarakatlah yang rugi, kecewa terhadap kinerjanya yang tidak sesuai dengan harapan.
Slogan "Jadilah pemilih yang cerdas" hanya akan menjadi slogan kosong, karena hanya sedikit masyarakat Indonesia yang rajin mengikuti perkembangan. Sementara sisanya, yang justru lebih besar jumlahnya, adalah masyarakat yang minim pengetahuan akan sang calon, sehingga mudah termakan oleh pencitraan masing-masing calon.
Kampanye negatif itu perlu, asal berisi kritik terhadap janji program dan kebijakan yang disertai data dan fakta, tanpa menyerang kehidupan pribadi seseorang.
Yuk, kampanye positif dan negatif, agar seimbang. Hindari kampanye hitam.
Salam Super Joyo