Sementara Timnas Indonesia senior  juga telah memiliki sekurangnya FIFA match day yang jelas sudah tertib terjadwal.
Turnamen terdekat yang harus diikuti oleh Timnas Indonesia adalah Piala AFF U-22 di Kamboja yang bakal digelar pada 17 Februari sampai 2 Maret 2019.
Sesuai dengan hasil undian, Timnas Indonesia U-22 akan tergabung di B bersama Kamboja, Malaysia, Singapura, dan Myanmar.
Tidak pernah belajar?
Bila belajar dari sepakbola negara tetangga di Asia Tenggara saja, seharusnya PSSI belajar dari negara yang kini mengangkangi rangking FIFA Indonesia.
Belajar tentang pembinaan sepakbola akar rumputnya, kompetisinya, penyiapan pelatih dan timnas di semua level umurnya.
Bila negara lain menunjuk pelatih secara instan, namun ada garansi pemain yang akan dipilihnya sudah matang dalam pembinaan dan kompetisi.
Prinsipnya, menyiapkan Timnas, tidak asal comot pelatih. Lalu, pelatih juga asal comot pemain yang lebih sering terbudaya adanya pemain titipan.
Mengapa pengalaman selama ini tidak dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan oleh PSSI, hingga prestasi Timnas jauh dari harapan.
Masa? Bulan Februari 2019 sudah ada turnamen, pelatih baru mau diumumkan tanggal 20 Desember 2018. Malah bisa mundur 20 Januari 2019. Siapapun pelatih yang dipilih, mau bikin program agar Timnas berprestasi macam mana?
Lalu mau memilih pemain dari mana? Dari kompetisi yang masih karut marut? Atau comot pemain dari sana-sini, atau pemain juga sudah disiapkan oleh PSSI.
Apa sebetulnya yang ada dalam pikiran para pengurus PSSI, hingga kejadian semacam ini terus berulang.
Masa Timnas harus terbentuk selalu secara instan dan karbitan, karena salah waktu memilih dan menunjuk pelatih, maka pelatihpun tak punya waktu untuk memilih pemain terbaik yang memiliki standar intelegensi dan personaliti untuk kelas dan level Timnas.
Akan terus berputar, publik sepakbola nasional menyaksikan laga Timnas di semua level dengan pemain-pemain yang hanya mengandalkan fisik dan otot, miskin pemain Timnas yang cerdas dan berkarakter. Sampai kapan?