Di sampingku? Aku pandangi bidadariku yang masih tertidur lelap. Aku tatap wajahnya dengan seksama, bidadariku sangat cantik. Aku peluk bidadariku kemudian aku cium keningnya. Aku betulkan posisi tidur tubuhnya yang mulai gembul dan pipinya gemuk. Istriku, Herawati Rumingkang kini telah mengandung anaku, usia kandungan 8 bulan. Sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah. Istriku juga sangat berbahagia meskipun kami tinggal di kontrakkan kecil.
Aku coba bangunkan istriku untuk bersama shalat tahajjud. Aku bisikkan kata cinta di telinga istriku agar dia segara bangun. Tiga kali bisikkan cinta, istriku mulai terbangun. Matanya terbuka senyumnya mengembang. Wajah cantiknya kini seutuhnya menjadi milikku.
“Kak..makasih dah bangunin adek”
“Iya dek sama-sama. Ini dah kewajiban Kakak”
“Hera mencintai Kak Amin”
“Kak Amin juga mencintai Hera”
Aku bangunkan tubuh Istriku dengan pelan-pelan. Di usia kehamilannya yang ke delapan, untuk berdiri saja istriku sangat susah. Untuk sekedar bangun dari tempat tidur terasa berat. Kata dokter, kelak kami akan melahirkan anak kembar. Menurut keterangan dokter di USG, kelak anak kembar kami laki-laki dan perempuan. Mendengar keterangan dari dokter semakin membuat istriku bahagia. Sungguh hebat perjuangan seorang wanita. Dia layak mendapatkan surga. Sangat hina jika ada seorang laki-laki berbuat zalim pada seorang wanita. Seperti biasanya, aku melaksanakan shalat tahajjud bersama istriku. Kali ini istriku shalat sambil duduk karena usia kandungan sudah delapan bulan membutnya susah berdiri.
Setelah selesai shalat tahajjud, ada sms masuk dari Anton. Dia mejabat sebagai ketua kaderisasi KAMMI di kampus Universitas Indonesia, tempatku kuliah. Selain menjabat sebagai ketua kaderisasi, Anton juga merangkap Koordinator lapangan jika ada aksi demonstrasi. Aku baca sms dari Anton:
“Asalamualaikum. Bang Amin selesai subuh merapat ke Kampus. Suasana sangat genting. Di Makasar sudah ada dua mahasiswa gugur.”
Hatiku sangat trenyuh membaca sms dari Anton. Ternyata sampai saat ini sudah dua mahasiswa gugur. Pemerintah dan aparat kepolisian tetap bungkam atas kejadian ini. Pemerintah yang baru tetap nekad menaikkan harga BBM. Rakyat menjerit kelaparan di santero negeri, pemerintah tidak peduli. Aliansi BEM dan KAMMI seluruh Indonsia sudah menentang keputusan kenaikkan harga BBM. Hanya suara mahasiswa yang masih terus bergerak sampai saat ini.
“Walaikumsalam. Anton..Japri semua ketua KAMMI daerah. Instruksikan ke semua kader. Siang ini kita adakan demo serempak seluruh Indonesia”
Aku pandangi wajah cantik istriku, sorot matanya tetap tajam. Istriku, kader akhwat KAMMI Universitas Negeri Jakarta, akhwat terbaik yang pernah ada. Kami menikah lewat proses murobbi masing-masing. Awalnya aku dan dia tidak ada yang mengetahui bahwa sama berjuang lewat organisasi KAMMI.
“Berangkat Kak! Jangan khawatirkan Hera. Bangsa ini lebih membutuhkan Kakak sekarang. Doa Hera selalu menyertai Kakak. Semoga Allah SWT selalu bersama Kak Amin”
“Inshaallah terima kasih dek”
Aku cium kening istriku sekali lagi, matanya menetaskan air mata. Aku usap perut istriku kemudian aku cium dengan mesra. Aku bisikkan doa-doa kecil untuk anakku yang sebentar lagi akan lahir ke dunia. Semoga kelak mereka menjadi mujahid tangguh yang akan memimpin negeri ini. Aku langkahkan kakiku keluar pintu kontrakkan pelan-pelan. Aku pandangi wajah istriku dari kejauhan, mungkin ini yang terakhir.
****
Suasana di depan Gedung DPR/MPR sangat kacau. Terjadi baku hantam antara polisi dan mahasiswa. Suasana semakin tidak terkendali dan semakin mencekam. Yel yel mahasiswa untuk menurunkan pemerintahan yang baru terus bergema. Pintu gerbang Gedung DPR/MPR hampir dirobohkan oleh puluhan mahasiswa. Suasana semakin tiadak terkendali, polisi menembakkan watercanon ke arah mahasiswa. Tiba-tiba Anton datang ke arahku, kepalanya berdarah.
“Bang Amin. Bahaya ada isu polisi membawa senjata berisi peluru asli”
“Apa..? Senjata dengan peluru?”
“Iya Bang..bahkan jumlahnya hampir 150 personil’
“Gawat. Koordinasikan segera. Tarik mundur teman-teman segera. Sebelum ada korban!”
Aku pandangi wajah Anton sahabat karibku. Sahabat satu perjuangan yang selalu memberikan motivasi. Kapala Anton terus mengeluarkan darah, karena dipukul dengan besi oleh polisi. Aku tersenyum padanya, mengisyaratkan sesuatu.
“Anton, aku titip Al Quran ini tolong berikan pada Hera. Aku titipkan Hera dan mujahidku kelak padamu”
“Bang Amin…?
“Aku titip perjuangan ini padamu kelak!”
Aku serahkan sebuah Al Quran kecil ke tangan Anton kemudian berlari menuju kerumunan mahasiswa yang berhasil menjebol pintu gerbang Gedung DPR/MPR. Aku berlari secepat kilat dan meneriakkan Takbir tiga kali. Ngilu darah muncrat, tiga peluru menembus kepala dan dadaku. Badanku terhuyung seketika, bayang wajah Anton dan Hera seakan mengiringi kepergianku. Lelaki berbaju putih di hadapanku tampak tersenyum. Lelaki yang tadi pagi hadir di kontrakkanku. Jasadku beserta puluhan jasad mahasiswa lain ambruk ke tanah kemudian dimasukkan ke dalam truk oleh beberapa polisi.
the end