Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Senyum Jihan

10 Januari 2015   23:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:24 32 0
Hidup tidak selamanya berada pada jalur yang benar. Kadangkala kita harus terjatuh agar kita memahami proses yang sedang kita jalani. Allah SWT menciptakan kita dalam bentuk yang tidak sempurna. Ketika jatuh, tugas kita adalah bangkit kembali. Biarkan pengalaman buruk yang hadir menjadi pelajaran. Kita jadi mengerti, tidak ada kesempurnaan dalam hidup. Kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Kita hanyalah manusia yang sering kali melakukan kesalahan.

Setinggi apapun melompat, akhirnya kita akan terjatuh. Hidup ini memang teramat ganjil dan misterius. Rumus untuk memenangi keganjilan hidup adalah pada pedang semangat. Bukan pada bentuk kepandaian dan ketrampilan. Pedang semangat itu akan membawa kita pada kebaikan yang lain. Hidup ini teramat singkat jika hanya kita isi dengan penyesalan tiada berujung. Keburukan apapun di masalalu, biarkan pergi menjauh. Allah SWT memberikan ruang pada kita untuk memperbaiki masalalu yang gelap itu.

****

“Lis, lisa hey, melamun lagi? Nanti siang ada acara tidak?”

Jihan menepuk pundak Lisa yang sedari tadi melamun. Senyum Jihan teramat sempurna. Semua orang yang melihat senyum Jihan akan langsung jatuh cinta. Senyum Jihan, beberapa tiga tahun ini memberikan kekuatan pada Lisa. Senyum Jihan sungguh tidak ada yang dapat menggantikannya. Senyum itu hadir bersama sikapnya yang sederhana. Senyum Jihan, telah merubah sisi gelap kehidupan Lisa di masa lalu. Sebuah senyum ternyata memberikan energi perubahan yang luar biasa besar.

“Ihhh, bikin lamunanku terbang ke langit tujuh”

Lisa Pramesti tersenyum pada Jihan. Mereka adalah dua orang sahabat yang sedang merampungkan studi di SMU 28 Jakarta Selatan. Persahabatan di antara keduanya begitu erat. Sehingga banyak teman-teman mengatakan mereka bagaikan kakak dan adik. Perjalanan selama tiga tahun di SMU 28 Jakarta membekas di hati mereka. Hingga pengumuman ujian nasional telah terpampang. Sudah saatnya mereka berpisah untuk melanjutkan studi. Lisa Pramesti hendak melanjutkan studi ke Yogyakarta. Sedangkan Jihan Adelina Harahap, hendak mengikuti orang tuanya ke Medan.

“Lisa yang cantik, udah melamunnya sayang. Biarkan cowok itu pergi”

“Jihan, apa sih? Aku tidak memikirkan cowok itu”

“yealah bokis banget sih. Tuh dari sorot matanya kelihatan”

Karakter mereka memang sangat berbeda. Lisa merupakan anak keturunan jawa asli. Sehingga Lisa lahir dan besar dalam kultur yang lembut. Hal ini sangat berbeda dengan Jihan yang lahir dari suku Medan. Karakter Jihan terkadang keras dan lantang. Perbedaan tersebut justru membuat mereka menjadi seorang sahabat ideal. Allah SWT telah menciptakan manusia dalam berbagai suku dan bangsa. Allah SWT mengendaki umatnya untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya.

Jihan mengingatkan Lisa agar tidak jatuh cinta sebelum waktunya. Jihan memberikan wejangan jika Lisa sedang patah hati. Jihan pula yang mengenalkan Lisa dengan kegiatan Rohis SMU 28 Jakarta. Semenjak saat itu, keduanya terlibat aktiv di kajian Rohis SMU 28 Jakarta. Masalalu Lisa memang kurang baik, dengan kehadiran Jihan masalalu gelap itu pupus. Hidup itu memang tidak sempurna. Kelak seorang sahabat hadir untuk menyempurnakannya. Tanpa seorang sahabat, perjalanan hidup akan terseok tanpa arah yang jelas.

“Lisa, udah deh. Anak rohis tidak boleh cengeng karena cinta” Jika sudah begitu, karakter keras Jihan pada Lisa mulia keluar. Jihan tidak ingin sahabatnya patah hati.

“Jihan, makasih yah. Udah nasihatin aku” Lisa tersenyum pada Jihan.

“Lisa, jangan pernah jatuh cinta sebelum waktunya tiba. Cinta yang seperti itu terkadang menipu. Cinta yang baik, laiknya kita serahkan pada Allah SWT. Tugas kita sekarang adalah belajar. Kelak jika kita sudah dewasa, cinta surga itu akan hadir. Tidak ada yang salah dengan cinta. Kesalahannya jika membiarkan cinta itu memenggal masa depan kita. Jangan salah memberikan makna tentang cinta. Cinta dua orang sahabat di jalan Allah, itu layak diperjuangkan”

“Iya...bu Ustadzah Jihan”

“Lisa, temani aku cari jilbab di Blok M. Nanti jam dua”

“Jam dua? Aku udah ada janji dengan Lila ke Taman Anggrek”

“Please, Lisa teman aku ini yang terakhir”

"Jihan yang keras kepala. Maafkan Lisa, sayang!. Lisa ndak bisa temani kamu"

“Iyahhh, udah deh terpaksa aku jalan sendirian”

Jihan berangkat ke Mall Blok M sendirian tanpa ditemani Lisa. Besok adalah hari perpisahan mereka berdua. Jihan akan berangkat ke Medan bersama orang tuanya. Sedangkan Lisa baru minggu depan berangkat ke Yogyakarta bersama orang tuanya. Jihan hendak membelikan jilbab sebagai hadiah terakhir untuk Lisa. Jihan berharap, Lisa menyukai jilbab yang akan dibelikannya. Senyum Jihan manis sekali siang itu. Dalam bungkusan Jilbab biru, dia tulisakan sebuah surat untuk Lisa.

Buat Lisa Pramesti.

“Lisa, sahabatku yang cantik dan lembah lembut. Terima kasih telah menjadi sahabatku selama tiga tahun ini. Jihan mencintai Lisa karena Allah SWT. Lisa, maafkan Jihan yang selalu bawel. Maafkan Jihan yang ngomel jika jlibab Lisa kurang pas. Maafkan Jihan yang marah-marah jika Lisa berdandan menor. Maafkan Jihan, sering bentak Lisa jika lupa membaca Al Qur'an. Maafkan semua kekhilafan Jihan yaa Lisa sayang. Semoga kelak Lisa menjadi sebaik-baik bidadari Surga. Hanya jilbab ini hadiah yang dapat aku berikan. Jihan berharap Lisa menerima jilbab ini, walaupun harganya teramat murah. Jaga diri baik-baik jika kelak sudah kuliah di Jogja. Jihan akan selalu merindukan kehadiran Lisa, sahabat terbaikku. Jika Lisa sedih, ingatlah senyum Jihan!”

Pasar Minggu, 14 April 2014
Sahabat Fillah,

(Jihan Adelina Siregar)

****

Lisa menangis di hadapan Jihan yang tebaring lemah di ranjang. Sudah dua hari ini Jihan terbaring koma. Jihan di rawat di rumah sakit Fatmawati Jakarta Selatan. Sepulang dari Blok M dua hari yang lalu, Jihan ambruk di jalan. Jihan sudah terkena Leukimia hampir tiga tahun. Penyakit yang dia derita tidak pernah diceritakannya pada Lisa. Penyakit itu sengaja dirahasiakan agar Lisa tidak ikut bersedih. Tangis Lisa pecah melihat kondisi sahabatnya yang tidak bergerak. Selama ini Jihan tampak baik-baik saja. Lisa sama sekali tidak tahu tentang penyakit Jihan.

Nafas Jihan nampak tersengal tidak beraturan. Wajah cantiknya sudah mulai pucat. Mata Jihan juga masih terpejam. Lisa menggenggam erat jemari Jihan. Dia tidak ingin kehilangan sahabatnya. Lisa menyesal tidak menerima permintaan Jihan menemaninya Ke Blok M. Sembari meneteskan air mata, Lisa membaca doa-doa kecil buat Jihan. Sahabatnya, yang dulu keras dan lantang kini terbaring lemah melawan leukimia. Beberapa saat kemudian Jihan membuka matanya pelan-pelan. Dia hendak bersuara namun sangat lirih.

“Lisa, jangan nangis dong” Suara Jihan teramat lirih

“Jihan, maafkan Lisa” Lisa masih menangis sembari memegang erat jemari Jihan.

“Hadiah untuk kamu, terima yah. Semoga Lisa semakin cantik menggunakan jilab ini!”

“Jihan, jangan tinggalkan Lisa”

“Lisa, udah deh jangan cengeng. Nanti tambah jelek”

“Jihan, kamu jahat. Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang penyakit ini”

****

Lisa pegang erat bungkusan yang diberikan oleh Jihan. Air matanya masih juga belum habis. Dia pandangi gundukan tanah basah di hadapannya. Gundukan tanah itu menjadi tempat tidur Jihan yang terakhir. Leukimia telah mengahantarkan Jihan kembali pada Allah SWT. Alangkah cepatnya waktu, senyum Jihan kembali hadir di mata Lisa. Senyum Jihan akan terus bersemai menemani laku hidup Lisa Pramesti.

The End

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun