"Tempe kering ini jadi andalan Mas saat kuliah Dek. Bahkan sejak SMA sewaktu Mas ngekos dulu," kataku pada istri.
"Loh kok sama. Dulu juga senang kalau dibikinkan ibu tempe kering ini," jawab istri.
Pembaca yang pernah merasakan jadi mahasiswa rantau mungkin pernah merasakan menu ini. Tempe kering dengan penyajian yang mungkin beragam. Ada yang dicampur dengan teri, kacang tanah, atau kentang. Lalu dicampur dengan adonan gula dan cabe sehingga terasa pedas manis bercampur selang-seling terasa di lidah.
Mengapa menu ini jadi favorit terutama mahasiswa rantau? Â
Tempe kering ini praktis. Namanya mahasiswa sering tidak sempat untuk masak lauk. Kalau nasi kan mudah tinggal nanak di magic com. Kalau sedang buru-buru atau sedang males maka tempe kering jadi dewa penyelamat. Tinggal aduk, ambil, terus campur dengan nasi. Beres urusan makan.
Tempe kering juga bisa membuat penghematan. Karena mahasiswa nggak perlu keluar uang lagi untuk membelinya. Justru emak atau ibu kita lah yang keluar uang dan repot untuk membuatnya. Bahkan mungkin membuatnya nggak sebentar. Karena itu, patutlah kita berterima kasih kepada orang tua yang meluangkan waktu dan menghabiskan biaya untuk membuat tempe kering atau lauk lainnya.
Tak disangka Saya kuliah di Padang dan istri kuliah di Jogja merasakan pengalaman yang sama tentang tempe kering ini.
"Dulu pernah dibuatkan banyak sama mama sampai 10 bungkus kali," kenangku.
"Wah banyak banget. Kalau ibu paling bikinkan dua atau tiga toples,"
"Oh Ibuk wadahinnya di toples. Kalau mama di plastik gitu,"
Meskipun dibuatkan banyak, tidak serta-merta dikeluarkan atau di nampak-nampakkan di kos-kosan.
"Kalau semuanya dikeluarkan dalam hitungan jam," selorohku.
Dengan uang bulanan yang pas-pasan, kehadiran tempe kering cukup membuat penghematan. Rasanya juga istimewa sehingga lahap juga makannya. Jadi mahasiswa anak rantau memang harus merih. Terutama di akhir bulan ketika kiriman belum datang sementara uang kas semakin menipis..