Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Pentingnya Pendidikan di Keluarga, Yuk Jadi Orangtua Peduli

22 Februari 2019   17:56 Diperbarui: 22 Februari 2019   18:23 240 3
Memperbaiki Masalah Pendidikan Dari Rumah

Judul : Rumahku, Tempat Belajarku
Penulis : Irawati Istadi
Penerbit            : Pro-U Media
Terbit : 2017
Tebal: 268 halaman
ISBN: 978-602-7820-71-5

Sekolah tidak menjamin seseorang menjadi baik. Berbagai tragedi telah terjadi di institusi intelektual itu. Padahal harapan setiap orang, sekolah menjadi tempat yang menyenangkan dan membenarkan (karakter). Namun seringkali kita ditunjukkan pada hal yang sebaliknya.

Seperti yang terjadi pada dua tragedi memilukan yang terjadi. Pertama, penganiayaan yang dilakukan oleh AA,  seorang siswa SMP PGRI Wringinanom terhadap Nur Kalim yang merupakan gurunya sendiri. Kedua, pengeroyokan seorang petugas cleaning service di SMP Negeri 2 Takalar, yang dilakukan oleh siswa sekolah itu. Bahkan, petugas CS itu  sempat dimaki dan dikata-katai binatang oleh para siswa. Selain itu, orang tua siswa turut andil sehingga tragedi tersebut terjadi.

Lalu, apa yang salah dengan pendidikan kita? Siapa yang salah dengan kondisi ini? Tidaklah bijaksana mencari-cari kesalahan dan kuning hitam atas tragedi ini. Sebab semua bertanggung jawab.

Semua pihak musti memberikan kontribusi solusi atas tragedi ini. Cari jalan keluarnya. Jika tidak menghilangkan seluruh permasalahan itu, minimal menguranginya.

Salah satunya lewat pendidikan keluarga.
Dengan memaksimalkan pendidikan dalam keluarga.  

Peranan pendidikan keluarga inilah yang menjadi penekanan buku ini. Penulisnya merupakan orang yang sudah malang melintang di dunia parenting.

Penulis menegaskan bahwa rumah dapat menjadi basis membangun peradaban sekaligus menumbuhkan dan membentuk karakter anak yang pada akhirnya berimplikasi pada membaiknya kondisi pendidikan kita.

Penulis mengingatkan, bahwa patut diwaspadai adalah ketika orang tua terlalu sibuk, atau terlalu tidak peduli dan membiarkan rumah berjalan apa adanya. Termasuk  membiarkan informasi-informasi negatif membanjiri rumah dan masuk ke mata serta telinga anak,  membiarkan waktu-waktu kosong berlalu tanpa aktivitas berharga dan bermakna sehingga anak pun beralih asik dengan gadget-nya.

Masih banyak orang tua yang merasa tenang dan menganggap selesai tugasnya adalah mendidik anak ketika berhasil memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan di sekolah favorit dan mahal (hal.4).

 Tentu saja paradigma ini sangat keliru karena anak dibesarkan di rumah dan memiliki waktu yang lebih panjang di rumah. Sehingga banyak hal yang dilihat, didengar, dan dialaminya rumah yang sangat mempengaruhi karakternya.
Cara paling efektif bagi seorang anak untuk belajar adalah dengan cara imitasi yaitu meniru orang lain. Dalam hal ini orang yang paling dekat dengan dirinyalah yang akan menjadi rujukan.

Rumah dan keluarga,katanya, memberikan kontribusi sekitar 80% dalam menentukan tingkat kebahagiaan seseorang (hal. 31). Mereka yang memiliki kondisi rumah yang nyaman,  hidupnya akan dilingkupi dengan kebahagiaan. Apalagi jika dalam rumah itu ditumbuhkan adanya budaya pendidikan yang baik maka nilai-nilai pendidikan tersebut akan ditransferkan  dalam kehidupan anak baik itu ketika di sekolah maupun di masyarakat.

Ringkasnya, apa yang dilihat didengar, dan dirasakan anak di rumah seluruhnya akan berpengaruh terhadap pembentukan karakternya maka wajib bagi setiap orang tua untuk memperhatikan suasana serta berbagai kegiatan di rumah yang akan memberikan dampak positif bagi karakter anak.

Rumah seharusnya menjadi pusat kegiatan anak. Kegiatan itu tidak harus dalam bentuk formal seperti mengerjakan PR dan tugas dari sekolah namun bisa dengan mengisi dengan kegiatan santai dan ringan tetapi tetap bernilai positif dan edukatif seperti merawat hewan peliharaan, berkebun, melakukan hobi, mengisi blog, membaca atau browsing artikel edukasi, memasak snack ringan, dan sejenisnya. Jika anak asyik dengan kegiatan positif tersebut, anak dapat menghindarkan anak dari serangan games dan pornografi

Buku ini juga menekankan pentingnya peran ibu dalam menghadirkan ikatan hati antara ibu dan anak. Anak cenderung dekat dengan ibunya. Jika kedekatan sudah terjalin, maka akan dapat mudah memahami perasaan satu sama lain, lebih peka saat terjadi perubahan perasaan pada diri satu sama lain, cenderung lebih terbuka menyampaikan gagasan dan pendapat, serta lebih mudah menyambung hati walau berada di manapun dan dalam kondisi seperti apa pun.

Betapa banyak orang tua yang beranggapan bahwa anaknya sudah menjadi penurut dan baik padahal kenyataan berkata sebaliknya. Orang tua menganggap anaknya sudah cerdas dan memiliki akhlak yang baik karena telah ditempatkan di sekolah unggulan, maju,  profesion dan mahal pula, namun harapan tinggal harapan ketika orang tua hanya mengandalkan pendidikan di sekolah,  serta lalai mempersiapkan pendidikan di rumah.

Tengoklah pentingnya orang tua menjadi teladan utama. Ada cerita dari sebuah keluarga. Seorang ibu yang sangat ingin agar ada diantara anak-anaknya yang mau menjadi hafiz Alquran. Demi keinginannya itu sang ibu selalu memotivasi anak anaknya untuk bersekolah di lingkungan Pesantren.  Namun hingga satu demi satu anaknya duduk di bangku lanjutan tingkat atas, tetap saja tak ada yang berminat menjadi seorang hafiz Al-quran. Padahal sang Ibu tak pernah lelah memotivasi anaknya untuk menghafalkan Alquran.

Karena bertahun-tahun hanya bergantung pada harapan sia-sia,  kemudian sang ibu melakukan evaluasi.  Apa yang membuat Allah belum mengabulkan doa yang dipanjatkan bertahun-tahun dengan penuh cucuran air mata itu. Hingga sampailah pada sebuah kesadaran bahwa dirinya telah mendapat peringatan dari Allah karena hanya menyuruh anaknya untuk menghafal Alquran sementara dirinya tidak. Akhirnya ia pun tersadar akan kesalahannya sehingga dengan terbata-bata ia mulai menghafal satu demi satu ayat-ayat Al-quran. Seiring dengan perubahan yang terjadi tersebut, terjadilah keajaiban.  Anak-anaknya secara perlahan mulai menunjukkan ketertarikannya kepada proses menghafal Alquran.

Saat ini ini 2 orang anaknya telah selesai menghafal Alquran. Kakak serta adik mereka pun akan menyusul kemudian.  Itulah berkahnya keteladanan.

Maka peran utama orangtua adalah menjadi pendidik utama, menjadi motivator, dan menjadi kepala sekolah kehidupan.

Wah, ternyata tidak cukup menjadi orang tua saja, tapi ada beberapa peran yang harus dijalankan orang tua, jika ingin mencetak anak yang hebat. Tentu, kalau mau anak menjadi apa adanya, maka biarkan saja. Hehe...

Seperti apa saja peran orang tua?

Lalu bagaimana orang tua belajar? Supaya mendidik anak tidak salah langkah?

0rangtua tidak harus secara formal seperti mengikuti perkuliahan, mempelajari buku-buku yang tebal, atau mengikuti ujian. Namun orang tua dapat membaca buku, belajar melalui audio visual, mengikuti pelatihan, bertanya kepada ahlinya, menggali informasi dari internet atau mengikuti komunitas belajar mandiri. Saat ini banyak komunitas-komunitas termasuk komunitas parenting yang dapat dilakukan tanpa harus bertatap muka tetapi menggunakan teknologi seperti grup whatsapp, telegram, facebook dan lainnya.

Satu keteladanan dari orang tua lebih berarti dari belasan kalimat perintah. Untuk menjadi menghendaki anak yang sopan terlebih dahulu orang tua menunjukkan perilaku sopan. angka penting pula bagi seorang tua untuk menanamkan memperlihatkan sikap hormat kepada guru meskipun usia orang guru lebih muda dari orangtua.

Resensi buku oleh Supadilah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun