Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Perjalanan Hijrahku

3 Juli 2024   13:14 Diperbarui: 3 Juli 2024   13:20 62 2


"Sok Sokan pakai jilbab, bilang saja kalau itu kedok agar perut buncitnya tak terlihat"

Setiap mendengar cibiran atau cemoohan warga ia hanya bisa menghela nafas, namanya Alina, ia lahir dan tumbuh besar disebuah desa yang mana warganya masih awam terhadap agama.
Bukan hanya sekali ia kata-kata pedas nan menyakitkan itu, semenjak dirinya memutuskan untuk mengenakan jilbab, tetangga yanga awalnya terlihat seperti keluarga kini terlihat sebagai ancaman baginya, bukan hanya tetangga, keluarganya sendiri pun kadang menentang keputusannya.
" Kalu memang mau pakai, ya yang pendek juga bisa, kenapa harus sepanjang itu, malu tau diomongin tentangga, semuanya bilang kalau kamu sudah hamil duluan" proses adiknya suatu hari.
 dengan sabar ana menjelaskan kepada adiknya itu.

" Tidak usah pedulikan anggapan manusia dek, yang penting kita mulia di hadapan Allah"
" Hisss, pasti guru agamamu lagi, toh istrinya juga tidak pakai jilbab, ngapain kamu pake? " Seru Ina, adiknya menentang.

  Lagi lagi ana hanya bisa menghela nafasnya, ia mengambil jilbab yang tersampir di ranjangnya lalu menciumnya, hanya satu harapannya semoga desanya ini bisa tercerahkan dengan syiar agama Islam.

  Suatu hari ana yang sedang menyapu masjid dikejutkan dengan datangnya tiga orang pria dihadapannya, ketiganya memandang ana dengan Pandanga meremehkan, ana yang merasa risih menatap ketiganya dengan tatapan tajam.

" Mau apa kalian?" Tanyanya sedikit ketus
" Pake nanya, dibayar berapa semalam?" Tanya salahsatu pria,
Ana pun mengerutkan dahinya
"Maksudnya?" Tanya ana tak mengerti.
"Sok polos lhoo!.. jual diri bilang aja kali, pake jilbab segala, biar gak kelihatan ya pelacurnya, biar kelihatan alim gitu?" Cercah pria itu lagi,

Kedua temanya pun tertawa, ana yang emosi mengeratkan genggaman tangannya pada gagang sapu.

" Astagfirullah aladzin, jangan asal bicara ya kamu! Saya tidak pernah berbuat sekotor itu" tegas ana.

Pria itupun tertawa, ia merasa ucapan ana hanyalah sebuah lelucon, matanya menatap menyala ke arah an, perlahan ia mulai berjalan mendekati ana yang tak sama sekali menampakan rasa takutnya, ketika ia akan menyentuh ana, seorang pria tua datang dan menghrntikaanya.

" Mau ngapain kamu? Kerja sana cari uang, keluyuran saja seperti tidak punya rumah..sana pulang" tegur pria tua itu, namanya pak Ridho.

Pria yang sempat mengganggu pun berdecak kesal, setelah itu ia mengajak teman temannya pergi dari sana.
Setelah mereka benar benar menghilang dari  pandangan ana, ana pun menundukan kepalanya ia merasa benar benar lega sekarang, namun tak dapat dipungkiri jika ucapan tadi benar benar menyakiti hatinya, apa sesulit dan sesakit inikah berjuang dijalannya? Ana pun tidak tahu, yang ia tahu apa yang ia lakukan belumlah seberapa dibandingkan dengan yang dirasakan ielah sang nabi.

"Ana kamu tidak papa?" Tanya pak Ridho, ana mengangguk pelan lalu tersenyum kearah lelaki itu.
" Gak papa pak, terimakasih pak sudah datang"
" Ya sama sama, ngomong ngomong ana bagaimana dengan mereka ?"
Tanya pak Ridho, ya walaupun desa ini tergolong awam, namun masih ada beberapa warga yang paham agama, tetapi sayykeberadaan mereka jarang dianggap dengan yang lainnya.
" Ya begitulah pak masih sama seperti yang sebelum sebelumnya" jawab ana dengan suara lelahnya dan sedikit berputus asa.

Pak ridho tersenyum.
"  Na jangan menyerah, mau seberapa kadar imanmu tergantung seberapa kuat Kamu menghadapi ujian dari Allah, percaya jika kamu benar benar percaya dengan adanya Allah maka lanjutkan niat baikmu, tetap menjadi cahaya yang menerangi desa dan pimpin mereka agar mereka agar bisa tinggal bersama disyurga nantinya"
Ucap pak ridho benar-benar membuat semangat ana kembali bangkit, benar ia tidak boleh menyerah seru nya dalam hati.

Beberapa tahun setelah kejadian itu, keadaan mulai sedikit membaik, ana yang tak pernah mengenal kata menyerah ia bangkit dan mulai gencar menyebarkan ajaran agama, ia mulai mengajari anak anak, bukan hanya anak anak saja tetapi bagi siapa saja yang belajar mengaji atau memperdalam ilmu agama, ia siap megajarkannya dengan perlahan, ternyata alah benar benar mengabulkan doanya 50% warga mulai terbuka hatinya dan berubah.
Tetapi mau sebaik apapun rencananya, bukan dunia namanya jika tidak ada tipu daya, ya warga memang tidak mencemooh ataupun mencibirnya lagi, tetapi kali ini sepertinya Allah ingin kembali mengujinya..

Tepat disaat ia sedang mengajar ngaji, segerombolan warga datang menghampiri tempat ngainya dan meneriakinya begai pencuri.
Ana yang terkejut lalu menghentikan kegiatannya dan tergopoh gopoh keluar dari ruangan mengajarnya.

" Maaf ibu, bapak ada apa ya ? Tanya ana.
" Seperangkat emas ibu haji hilang, pasti kamu yang ambilkan". Todong Runi, ana dengan cepat menggeleng, ia meammg bekerja sebagai ART dirumah Bu haji 3 tahun belakangan ini dan Runi adalah temanya disana. Mereka SMA sama bekerja, tetapi mengapa Runi menuduhnya?
" Halahh bohong kamu, jelas jelas yang biasanya masuk kekamar ibu itu kamu, jujur saja na sebelum kami geledah rumah kamu dan kamu bawa kamu kekantor polisi" ancam Runi yang dibalas sorakan setuju oleh yang lain.
" Demi Allah saya tidak mengambil, memang saya yang sering masuk kekamar ibu, tapi saya hanya sekedar membersihkannya saja, lagian saya masuk kesana juga barengan kamu kan run.
Runi pun terdiam sesaat setelah mendengar ucapan ana, tak lama kemudian ia kembali berbicara.
" Ngelak mulu, udah pak, buk geledah saja rumahnya" seru Runi.
Didalam benaknya ana mulai kumat Kamit meminta pertolongan kepada yang maha kuasa, apalagi ketika beberapa bapak-bapak mulai masuk kerumahnya.

" Tunggu" seru seseorang dari balik kerumunan, bapak bapak yanga awalnya sudah masuk kembali keluar, semua mata menyirot kearah suara itu, lagi lagi oak Ridho datang dan mulai menenangkan suasana.
" Adaapa ramai ramai? Ada pembagian sembako?" Ceplos pak ridho.
" Ini apk si ana, tampang nya saja alim, eh ternyata dia nyuri emas Bu haji" timpal Runi.
" Demi Allah, saya benar benar tidak mengambilnya" ucap ana berusaha meyakinkan.
" Gak usah bawa bawa Allah deh lho, munafiiikk " sahut Runi
" Tapi saya benar benar nggak ngambil"
" Yang dibilang ana benar, dia tidak mencurinya" sela Bu haji yang tiba tiba datang.
" Maksudnya? " Seru beberapa warga saling bertanya.
" Gak usah pura pura gak tau kamu Runi, kamu yang munafik bukan ana, bisa bisanya kamu bawa warga buat menghakimi ana sedangkan yang pantas dihakimi itu kamu"  jelas Bu haji, Runi kesulitan menelan ludah.
" Mamm maksud ibu apa ? Saya gak ngerti" ucap Runi yang mulai gugup.
" Kamu lupa Runi kalo dirumah saya ada cctv? Di waktu kamu pergi dari rumah, saya buru burycek cctv atas saran anak saya, dan ternyata kamu pencurinya, bukanya ana.
Runi benar benar di uat mati kutu, belum juga terjual emasnya sudah keburu ketahuan, ia benar benar menyesali tindakannya bagaiman ia bisa lupa,alhasil bukanya ana yang dibawa ke kantor polisi melainkan dirinya sendiri.

" Maafkan saya Bu, saya terpaksa saya punya alasan untuk itu"
" Silahkan kamu jelaskan dikantor polisi, saya benar benar kecewa sama kamu Runi" Bu haji lalu melenggang pergi meninggalkan Runi yang mulai dibawa oleh beberapa warga kekantor polisi.
" Sekarang sudah jelas ya bapak- bapak, ibu-ibu kalau bukan ana pencurinya, lagian ana itu anak baik, jangan suka termakan kabar burung" jelas oak Ridho.
" Iya pak, buk harusnya bapak dan ibu bersyukur punya remaja seperti ana kalau bukan karma dia mungkin desa ini tidak akan maju dan tetap sama, mini agama saya tidak membanggakan tetapi benar ana ini wanita kuat, Jiak saya jadi ana mungkin saya sudah menyerah"

 Entah karena menyesal atau tidak enak warga yang ada disana mulai mendekati ana dan meminta maaf kepada ana, mereka meminta maaf atas perbuatannya terhadap ana termasuk menuduh nya yang bukan bukan dan dengan senang hati ana memaafkan semuanya, ia merasa bahagia melihat warga mulai kembali menjadi keluarga untuknya, tidak ada lagi rasa terancam maupun diasingkan.. hari itu ana benar benar bersyukur, ternyata benar tidak ada yang sia sia Jiak semua dilakukan dengan iklas dan harap ridho Allah.
 Mungkin ia pernah ingin menyerah tapi kembali lagi ia yakin jika hadia dari Allah indah dan tak terpungkiri, karn gitu ia kembali bangkit mencoba dan terus mencoba untuk hasil biarlah Allah yang menentukannya setidaknya ia sudah membuat hidupnya lebih berarti dibandingkan tidak melakukan apa pun.
 " Terimakasih ya Allah" gumamnya dalam hati.

                                   _ TAMAT_

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun