Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Mari Menebar Misi Perdamaian

26 Mei 2011   13:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:11 158 0
Sekitar 200 mahasiswa mengikuti CoffeeBreak Perdamaian yang digagas Himpunan Mahasiswa Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dengan Peace Generation Indonesia yang menghadirkan narasumber, Ahmad Gibson Al-Busthomi (Dosen UIN SGD Bandung), Samuel (Forum Deklarasi Sancang), Yusep Rofiki, Ahmad Jahir, Ratipuk dan Wilmeksi (Peace Generation Indonesia) di Auditorium Utama UIN SGD Bandung, Rabu (25/5).

Menurut Samuel, dalam agama kristen ada dua aliran yang menganjurkan penyebaran perdamaian dan menolaknya. "Untuk yang menerimanya mereka memiliki keyakinan kehidupan ril dengan terbuka untuk hadir tanpa menjadikan Kristenannya penghambat misi perdamaian," katanya

"Kami sangat konsen terhadap isu-isu perdamaian dengan menyemai perdamaian disekitarnya," paparnya.

Salah satu upaya mewujudkan perdamaian ini dalam kehidupan sehari-hari, "Dengan menciptakan dialog intensif harus dimulai dari tingkat rukun tetangga (rt), sehingga perdamaian dan kebaikan terjadi di masyarakat," ujarnya.

"Mari kita sebar misi perdamaian dengan banyaknya keterlibatan kalangan muda. saya yakin dan mendukung kegitan ini untuk mengenalka pentingnya perdamaian dan kebajikan bagi kita semua" tegasnya.

Bagi Yusep titik pijakan perdmaian ini, "Harus diawali dari kalimatun sawa (titik temu agam-agama) karena menurut tafsir Jamahsari, Al-Quran, Injil dan Taurot sama saja dan menurut Al-Qurtubi itu keadilan, tawamuh atau toleransi. Ini mnejadi prinsip dalam menyebarkan perdamaian," tuturnya.

"Barangsiapa yang terlah menghalalkan pembunuhan tidak termasuk dalam kategori agama yang menyarakan perdamaian" tambahnya.

Mari kita dengarkan lirik lagi rindu damai pada bait akhir "Karena damai keseimbangan antara pikiran dan rasa, antara aku dan kamu" pesannya.

Untuk menumbuhkan nilai-nilai perdamaian di Peace Generation Indonesia dibentuklah modul 12 nilai dasar perdamaian karya Erik Lincoln (USA) dan Irfan Amalee (Indonesia), diantaranya; 1) Menerima diri (proud to be me). 2) Prasangka (no suspicion no prejudice). 3) Perbedaan etnis (different culture but still friends). 4) Perbedaan agama (different faiths but not enemies). 5) Perbedaan jenis kelamin (male and female both are human). 6) Perbedaan status ekonomi (rich but not proud, poor but not embarrassed). 7) Perbedaan kelompok atau geng (gentlemen don’t need to be gangsters) 8) Keanekaragaman (the beauty of diversity). 9) Konflik (conflict can help you grow). 10) Menolak kekerasan (use your brain not your brawn) 11) Mengakui kesalahan (not too proud to admit mistakes) 12) Memberi maaf (don’t be stingy when forgiving others) ujar Ahmad

"12 nilai dasar perdamaian ini bukan hanya islam yang harus didik perdamainya, tapi orang kristen juga. Makanya buku ini sebentar lagi akan dialihbahasakan menjai versi Kristen dan mohon bantuanya dari pendeta" jelasnya

"Pengalam saya mengikuti program Walk The Peace dan Kick The Hate dari bergama budaya, agama dan 18 mahasiswa asing bisa mengikuti acara ini dengan berjalan dari bandung ke Pangandara sekitar 200 km. Selama 10 hari saya bisa belajar, bermain, hidup kebersamaan persahabatan kami semakin kuat" kata Wili.

"Dengan hidup bersama ini jarang kita menemukan obrolan agama, peraktek keagamaan yang biasanya hanya menanyakan apa kebiasaan maka, minum di sana. saya yakin hidup bersama ini akan dapat melahirkan sebuah ketulusan" cetusnya.

"Saya percaya dengan adanya kata-kata Isa berbahagialah para penyebar perdamaian karena disebut anak-anak Allah dan melalui diskusi, peraktik keagamaan perdamaian akan terwujud" keyakinannya.

Melalu buku 12 nilai perdamain ini, "Kalian harus bangga karena dengan adanya buku ini dari Bandung bisa menginspirasi dunia untuk perdamaian" pesan Ratipuk.

Berbeda dengan Gibson, "Perdamaian terkesan haru biru dan menyenangkan. Saya kawatir dengan adanya ketentramaan sesaat ini. Baru setelah kita keluar dari ruangan ini konflik dan perbedaan muncul. Sebab perdamaian butuh diperjuangkan dan mahal harganya" keluhnya.

Adanya kehidupan yang ril ini sebagai konflik dan perbedaan. "Membangun semua ini harus didasarkan atas kesadaran merasa akrab dengan konflik dan perbedaan" jelasnya.

Fakta sejarah, "Ada kalanya orang merasa terasing dengan perdamaian. Secara tidak sadar kita telah mengibarkan perang terhadap konflik dan perbedaan" tambahnya.

Mengenai maraknya konflik bukan didasarkan pada agama, "Karena perlu dibedakan secara tegas antara agama dengan pemahaman keagamaan. Maka persoalan dialog antaragama tidak memberikan efuk terhadap masyarakat sekitar" katanya.

Soal buku 12 nilai dasar perdmaian ia berkomentar "Buku ini berbahaya dan dapat melahirkan konflik sebab ini semua mengasumsikan islam yang menjadi penyebab konflik" cetusnya.

"Buku ini bisa menjadi bom paling besar terhadap konflik dari umat Islam. Kritik ini supaya lebih baik dan konflik yang terjadi di Indonesia tidak besumber pada aspek teologis karena tidak ada doktrin yang membenarkan peperangan" tambahnya.

"Untuk kedepannya Peace Generation Indonesia harus bisa menciptakan format perdamaian yang tidak hanya disebarkan pada kalangan Pesantren, tatapi masyarakat yang sering menghadirkan dan memiliki konflik dan perbedaan yang tinggi" pesannya.

Dengan adanya seminar ini pihak jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin "Sangat mendukung dan memberikan apresiasi terhadap keberlangsungan acara ini supaya berjalan dengan baik, lancar dan mendapatkan percerahan. Mari kita menyebarkan misi perdamaian di dunia ini" harap Deni Miharja. [Ibn Ghifarie]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun