Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Bangsaku, Bangsa Penghibur?

6 Januari 2010   01:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:36 171 0
Sunan Gunung Djati-Fenomena berjubelnya para artis menjadi legislator pada pemilu 2009, mengindikasikan bahwa para penghibur itu sudah mulai merangsek ke arena politik praktis. Mungkin mereka mulai menyadari akan pentingnya eksistensi diri di balik glamornya kehidupan selebritas mereka. Asumsi inilah yang menjadi daya magnit para generasi penerus untuk mengikuti jejak para artis yang sudah populer di jagat republik ini. Maraknya acara-acara hiburan di beberapa media televisi kita, selintas memberikan gambaran tentang sebagian generasi penerus bangsa ini lebih dominan memilih dunia hiburan ketimbang yang lainnya. Lebih spesifik yang dimaksud hiburan di sini seperti, dunia musik, artis atau yang sejenis. Sekedar ilustrasi, tayangan sejenis seperti “Indonesian Idol”, “Mamamia”, “KDI”, “AFI Junior”, “Idola Cilik”, dan masih banyak lagi yang serupa, ternyata menduduki rating tertinggi dalam tayangan televisi di republik ini. Uniknya, penggemar acara-acara itu tidak pandang bulu, mulai dari kalangan muda sampai kakek-nenek, dari kelas atas (para pejabat) sampai masyarakat biasa. Semua kalangan bagaikan terhipnotis dengan tayangan seperti itu, dan sejenak melupakan seluruh problem yang sedang mendera mereka. Tak ketinggalan pula orang nomor “wahid” pun di negeri ini Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono pun, ikut meramaikan dunia hiburan dengan album lagu terbarunya. Fenomena yang seperti di atas, mengindikasikan bahwa bangsa kita hari ini sedang mengalami “metamorfosis” – perubahan bentuk dan prilaku – yang berorientasi pada pencarian identitas. Menarik untuk dicermati, bahwa bangsa yang sedang mengalami proses pemulihan di berbagai bidang memerlukan sarana penampung minat dan bakat. Hanya saja, lebih dominan memilih sebagai penghibur. Mungkin pilihan ini dianggap lebih cepat populer, instan, sekaligus cepat jadi borju/tajir. Pilihan ini bukan bicara salah-benar. Namun, porsi yang mesti dipertimbangkan adalah keseimbangan orientasi -- ini sekedar bagi-bagi tugas an-sich. Sebab, kalau generasi penerus banyak menjadi penghibur, kemungkinan ke depan bangsa ini krisis kepemimpinan yang handal di bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau sudah begitu adanya, mungkin dirasakan perlu ada keseimbangan lajunya “bola pendulum” untuk calon pemimpin bangsa di masa depan, agar terhindar dari krisis kepemimpinan yang kontinum. [Yusuf Wibisono, Warga Sunan Gunung Djati]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun