Awal tahun 2014 adalah awal yang berat bagi Bangsa Indonesia. Musibah terjadi di mana-mana. Mulai Gunung yang mulai aktif mengeluarkan semburan awan panas, tanah longsor dan banjir. Untuk wilayah Jabodetabek banjir di awal tahun 2014 merupakan peristiwa yang cukup menyedihkan. Mayoritas wilayah Jakarta dan kota-kota satelit di sekitarnya diterjang banjir besar dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hingga sekarang sebagian wilayah yang terendam banjir belum surut sama sekali.
Hal ini akhirnya membuat banyak pihak baik secara pribadi maupun bersama komunitas tergerak menggalang bantuan untuk disalurkan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan. Dan Komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB) juga membuka tempat untuk para membernya yang ingin menyalurkan bantuan dengan tajuk #KEBPeduliBencana. Sebenarnya ini bukan pertama kali, karena tahun lalu juga sudah ada #KEBPeduliAceh yang dikumpulkan saat terjadi gempa di Tanah Gayo Aceh.
Dan kali ini ternyata antusias dan kepedulian member kembali tergugah dengan banyaknya sumbangan yang masuk. Setelah melakukan survey untuk melihat daerah mana yang masih minim bantuan, maka akhirnya diputuskan bersinergi dengan beberapa komunitas yang ada di Bekasi dan bantuan akan disalurkan ke daerah Muara Gembong yang masih minim perhatian karena lokasinya memang sangat sulit untuk dijangkau.
Bantuan gelombang pertama disalurkan pada 26 Januari 2014yang dari KEB sendiri diwakili oleh Mak Mira Sahid dan Mak Indah Juli Sibarani. Bantuan berupa paket sembako. Saat itu saya tidak ikut dan hanya mendengar cerita saja bahwa medan sangat sulit dan berbagai cerita lain.
Dan pada 2 Februari 2014, kembali Lintas Komunitas kembali ke Muara Gembong tapi kali ini kegiatannya adalah pengobatan gratis untuk masyarakat. Kali ini dari KEB diwakili empat orang yaitu Mak Mira Sahid, Irma Susanti, Vema Syafei dan saya. Sebelum berangkat ke Muara gembong semua dokter relawan dan perwakilan komunitas berkumpul di Posko Bantuan Banjir Kantor Kelurahan Babelan.
Di sini logistic dan bantuan berupa snack dan obat-obatan kembali dicek dan disesuaikan. Dan pada pukul 11.00 WIB rombongan mobil Lintas Komunitas beranjak menuju dua desa Muara Gembong. Desa Tanjung Aer dan Bagedor Harapan Jaya. Untuk yang Tanjung Air dapat dijangkau dengan mudah karena meski masih banyak rumah penduduk yang terendam airDesa Tanjung Aer dan Bagedor Harapan Jaya.
Untuk yang Tanjung Air dapat dijangkau dengan mudah karena meski masih banyak rumah penduduk yang terendam air namun namun tidak terlalu tinggi hanya sekitar 5-10 cm dan lokasi jauh dari sungai dan Pantai. Pengobatan gratis dilaksanakan di sebuah pesantren yang bangunan ruang kelas dan masjidnya sudah tidak terendam air. Setelah menurunkan logistic di Tanjung Aer dan membantu dokter menusun tempat dan obat-obatan kami berempat menyusul relawan lain yang lebih dulu ke Bagedor.
Bagedor adalah salah satu wilayah di Muara Gembong yang kondisinya memprihatinkan karena lokasinya dekat pantai dan sudah 21 hari air tidak juga surut. Air merendam seluruh desa sekitar 50-100 cm. hampir semua kawasan persawahan dan empang yang merupakan mata pencarian masyarakat semua terendam air. Bahkan sawah-sawah penduduk sudah menjadi lautan air coklat pekat yang dalam. Dan untuk mencapai ke pusat perkampungan penduduk harus menggunakan perahu kayu atau kelotok yang membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai kesana.
Dan tidak seperti Tanjung Aer yang sebagian daratan sudah bisa terlihat maka Bagedor masih dikelilingi air. Pengobatan dilakukan di rumah salah satu penduduk, jadi setiap rumah di Bagedor selama musim hujan dan banjir membuat semacam dipan paten yang dipaku langsung ke tiang atau dinding rumah dari bambu yang di buat seperti panggung di teras rumah masing-masing. Untuk di dalam rumah sebagian juga menggunakan dipan bambu paten dan sebagian lagi yang dipan yang bisa dipindah-pindah. Beberapa juga menggunakan pohon pisang yang dijejer rapi di dalam rumah hingga teras.
Penduduk tetap bertahan meski rumah mereka digenangi air cukup tinggi. “Mau ngungsi kemana mbak, mending di rumah sendiri yang penting masih bisa diatasi”. Namun yang pasti mereka sangat berterima kasih dengan adanya bantuan yang datang. Selama banjir bagi yang tidak memiliki perahu sendiri mereka hanya bisa pasrah. Sehari-hari hanya makan nasi, karena tidak bisa ke mana-mana membeli sayur dan lauk. Tukang sayur juga otomastis tidak datang ke sana.
Tapi satu yang membuat kami salut adalah semangat mereka. Meski banjir mereka tetap ramah, penuh canda dan tawa. Tidak sedikit pun terlihat kesedihan yang berlebihan yang seolah meminta dikasihani secara mendalam. Bahkan dengan rumah yang terendam air sekitar 50 cm mereka masih tetap semangat memasak sambil menyalakn lagu dangdut koplo dengan sangat keras. Dan saat rombongan relawan menyapa mereka masih bisa berteriak bahagia “Masih masak nih saya” sambil melambaikan tangan dengan senyum lebar. Rasa kekeluargaan mereka juga tinggi. Dimana yang memilikinperahu keliling dari rumah ke rumah yang letaknya berjauhan untuk mengabarkan dan menjemput bagi yang ingin berobat.
Untuk masalah kesehatan, mayoritas mereka mengalami masalah kulit yang mulai gatal, kelelahan tubuh dan pikiran sehingga berakibat pada tingginya tensi dan demam.
Akhirnya tidak ada kata yang lebih baik selain Alhamdulillah karena bisa menyampaikan amanah para member dan sahabat KEB kepada mereka yang membutuhkan, meski tidak banyak semoga bermanfaat. Dan mewakili Board dan Makmin saya ucapkan terima kasih pada semua yang telah mempercayakan bantuannya melalui #KEBPeduliBencana. Untuk semua komunitas, terima kasih atas kerjasamanya dan semoga terus terjalin silaturhami antar komunitas.