Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tanpa Rok Mini

19 Oktober 2011   09:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:45 170 1

Kaget, heran, kagum, campur aduk dengan perasaan senang yang luar biasa.  Namun bagi orang lain (mungkin) diangap biasa saja.

19 tahun sudah  “meninggalkan” kota Solo tapi saat ini sungguh jauh berbeda.  Yang paling kentara adalah banyaknya  tulisan huruf Jawa  -yang saya yakin sudah tidak banyak yang bisa membaca, banyak terpampang di setiap papan tulisan toko-toko dan jalan-jalan.  Apalagi di sepanjang jalan Slamet Riyadi, hal semacam itu gampang sekali dijumpai.

Inilah ciri khas Solo sekarang.  Di sepanjang jalan, hampir setiap orang memuji kepemimpinan Walikota yang saat ini menjabat.  Mulai sopir taksi, sopir becak, bakul-bakul, semua acung jempol.  Memang banyak perubahan fisik yang jelas-jelas tampak.

Salah satu tempat hiburan yang sampai saat ini masih eksis terpelihara adalah THR (Taman Hiburan Remaja) Sriwedari.  Sejak jaman saya masih kecil pun nama “Sriwedari” sudah sangat terkenal.  Ini adalah tempat hiburan remaja.  Hari-hari biasa pun rame.  Apalagi ketika malem mingguan. 

Dahulu, tempat ini biasanya untuk acara semacam pasar malam.  Akhirnya lambat laun berubah menjadi beragam arena hiburan yang sifatnya permanen, serta suguhan panggung hiburan musik yang acaranya selalu berganti setiap hari. Mulai dari kroncong, campursari, dangdut, tembang kenangan, koes plus-an, dan rock.

 

 

Koes Plus-an

 

Koes Plus-an adalah acara yang tidak asing lagi di Sriwedari.  Seminggu bisa dua kali manggung dan berganti-ganti band yang di datangkan  dari Wilayah Solo bahkan dari Jogyakarta.  Tampak penikmat Koes Plus-an tidak hanya kalangan tua saja melainkan anak muda pun banyak yang datang dan dengan santai menikmatinya.  Cukup pakai kaos oblong, sandal jepit juga ok.

Suguhan khas yang ditawarkan menemani acara ini adalah Wedang Jahe. Susu segar juga ada.  Sederhana bukan?

Pengunjungnya heterogen sekali.  Banyak sekali orang tua bersama istrinya khusus datang berdua untuk menikmati sajian ini.   Mungkin mereka bernostalgia, nostalgia masa mudanya.

Tak sungkan-sungkan mereka juga berjoget ria.  Peserta jogetnya campur aduk, dari mbak-mbak, mas-mas, om-om bahkan kakek-kakek.  Lucunya, joget yang dimainkan cukup dengan Poco-Poco.  Tapi gaya ini memang cocok dengan berbagai macam  lagu yang dimainkan.

Yang saya kagumi adalah tidak saya temukan adanya semangat untuk melecehkan.  Mesipun berjoget ria, jarak tetap dijaga, privasi tetap dihormati.  Sama sekali tidak terdengar bunyi siulan sedikitpun.  Yang pakai rok mini juga tidak ada.

Kalau bapak-ibu yang sudah lanjut usia ya cukup duduk-duduk santai di kursi plastik. Layaknya orang kampong yang sedang mantu.  Duduk manis, sambil menikmati teh panas, atau jahe panas sambil manggut-manggut.

Niatnya hanya satu yaitu mencari hiburan.  Meskipun acara sampai larut malam : sekitar jam 11 malam baru berakhir, namun semua menikmati alunan lagu-lagu Koes Plus dengan khusuk. 

Bisanya, setiap malam ada dua grup band. Sehingga variasi lagu yang dibawakan juga sangat banyak. 

Di sekitar Sriwedari ada juga pertunjukan wayang orang yang katanya setiap hari tampil, meskipun penontonnya cuma 10 orang. Lain kali lihat ah…… Berminat ?   

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun