Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Kisah Negeri para Jahanam

10 Juni 2013   05:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:16 170 0










Namaku Rakyat marga ku Miskin, warga negeri para jahanam.
Bekerja maksimum untuk upah minimum

Ditemani istri yang setia, namanya Derita.
Ya kami Rakyat Miskin menDerita.

Suaranya adalah suaraku, tak bisa didengar apalagi dilihat,
hanya bisa dirasa oleh nurani yang bersih.
Setiap pagi ku basuh muka dengan air mata.
Menyegarkan jiwa untuk hari yang hampa.

Atas nama cinta, kami sehidup semati,
setengah hidup setengah mati.

Oh ya, saya punya dua anak,
mereka sangat "mungil" dan "lemah lembut" karena biasa menahan lapar.

Nama mereka sungguh indah,
sering kupanggil menahan isak, hai "Busung!" hai "Sekar!"

Duhai sobat, siapakah tak kenal mereka...
Si Busung lapar dan Sekarat? kemanapun selalu bersama.
Hidup di keluarga yang hampir cukup.
Kemarin upahku hampir cukup beli beras…

Hari ini hampir cukup beli obat…
Maklum di negeri ini,
aku dilarang sakit...kecuali sakit hati.
Ah..semoga besok masih cukup untuk hidup.

Konon, dahulu, negeri kami bagaikan dalam mimpi.
Daratan dan lautan adalah rumah yang kaya dan berlimpah.

Lalu datanglah tuan Pram, pengusaha kaya yang katanya dermawan
Menebar parasit di manapun ia suka.

Lautan, daratan, kota dan desa dijarah habis-habisan atas nama pembangunan









Ditancapkan tonggak janji setinggi langit dan dijaga oleh anjing-anjing berdasi yang rakus suapan.

Kiri – kanan, muka –belakang, atas – bawah
Kami terjepit hanya bisa menjerit, semuanya tuli disumbat sogokan.
Aku babu di rumahku sendiri,
bekerja untuk tuan Pram..pok.

Seayun selangkah ia menggandeng sobatnya.










Memperkenalkan diri sebagai wakil rakyat yang sibuk tebar pesona dan janji untuk menjabat selama mungkin.

Dia memang pejabat, jabat tangan dalam kolusi,
merampok dengan cara terhormat, sehingga layak disebut koruptor.

Berbekal kebenaran, kucari keadilan,
menuntut hukum yang setimpal di negeri yang timpang.
Semua terkuras untuk secuil keadilan.

Dengusan sinis terdengar mengejek,
“Siapakah dia? Si rakyat miskin?
Oh dia!..Hanya berguna di saat pemilu saja”.

Astaga! Keadilan untukku tak cukup hanya kebenaran
karena di negeriku hukum dibeli dengan sogokan.

Mulutku terkatup rapat,
telingaku merinding mendengar gigi yang gemeretak,
menahan hujat yang siap menggelegar.
Jahanaaaaam! Kau hakim Jahanam! Terkutuk kau tujuh turunan!
Ya Tuhan, kuatkan aku si miskin.Walau tertindas tak beringas
Ya Allah, tuntun aku yang lemah untuk tak berubah "jadi manusia berhati iblis".
Jauhkan aku dari rancangan jahat demi tuntaskan dendamku.

Sumber; Kota Tomohon

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun