Bismillahirrahmanirrahim >>> KHATAM AL QUR-AN
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur-an untuk dipelajari, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (Al-Qomar ayat 17, 22, 32, dan 40) [caption id="attachment_2684" align="alignleft" width="240" caption="mediaislamnet.com"][/caption] Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puja dan puji syukur hanya bagi Allah, Tuhan Pemilik langit dan bumi, Tuhan Pemelihara alam semesta. Saya bersyukur Jum’at pagi ini sekira pukul 09.30 WIB (05/07/2013) telah mengkhatamkan (menamatkan bacaan) Al Qur-an hingga Surat An Nas. Kegiatan rutin yang dimulai hampir setahun lalu akhirnya tunai juga. Manusiawi, manakala usai menunaikan sebuah urusan ada perasaan lapang dan lega. Barangkali rasa bahagia ini hampir serupa dengan ketika sudah melunasi hutang; melunasi cicilan sepeda motor; menyelesaikan tulisan sebuah buku; membuat website; mengurus berkas-berkas tertentu ke jalur birokrasi pemerintahan yang rumit; dlsb. Jika Pembaca tak keberatan, saya ingin berbagi sekilas tentang pengalaman berinteraksi dengan Al Quran. Sejak kecil, ibu saya mengajari bacaan-bacaan shalat dan hafalan surat pendek dari Al Qur-an. Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 1 atau 2, ibu meminta saya untuk menimba pelajaran mengaji Iqra 1, 2, dan 3 dari Ibu Muchtari. Sayangnya karena lebih senang bermain (kelereng, layang-layang, dan permainan tradisional lainnya) ketimbang mengaji, perlahan tapi pasti saya akhirnya berhenti belajar. Beberapa tahun ketika sudah menapaki usia kelas 6 SD sampai 1 SMP ada pikiran jahil yang kadang terbersit dalam diri. Rasanya ingin keluar dari Agama Islam, murtad. Aturan Islam sungguh rumit buat saya ketika itu. Shalat harus lima kali, dan mesti bisa membaca Al Qur-an pula, yang bahasanya tidak mudah dipelajari saat itu. Beruntung, ada seorang teman saya yang baik hati, A Uyu (Muhammad Yusuf), yang secara suka rela mengajari saya untuk kembali belajar membaca Al Qur-an. Waktu itu Bulan Ramadhan, beliau mengajak saya untuk beri’tikaf di Mushalla Al Hidayah, Depok (sekarang sudah berubah menjadi Masjid Al Hidayah). Terus terang, saya beri’tikaf hanya sekedar perpindahan tempat tidur, dari rumah ke mushalla. Tapi ajaibnya, pada malam itulah saya merasakan ada sentuhan Rabbaniyah. Menjelang tertidur, dengan mata yang sayup-sayup saya memerhatikan beliau beribadah tekun. Usai shalat malam beliau melanjutkan dengan membaca Al Qur-an. Suara bacaan Al Qur-an tersebut mengantarkan saya menuju tidur. Esoknya, ada keinginan kuat untuk bisa membaca Al qur-an, dan mulai belajar kepadanya. Saya berguru dari siapa saja untuk mengenal semua huruf hijaiyyah, termasuk kepada adik saya, Sayekti. Waktu belajar dimulai dari usai Shalat Subuh, sampai pukul 06.00 WIB. Oleh karena semua lampu mushalla dipadamkan sesudah shalat ditunaikan, saya belajar mengaji di perempatan gang, di bawah penerangan lampu jalan. Alhamdulillah, dalam waktu sepekan sudah dapat mengingat semua huruf hijaiyyah. Belajar secara bertahap mulai dari satu huruf, dua tiga empat hingga lima huruf bergandeng. Keinginan saya untuk mampu mengaji Al Qur-an semakin tak terbendung. Saya pun berguru kepada Kak Syahlani (Alm. - Semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikan kepada beliau, aamiin). Pada masa-masa tersebut saya bersyukur kawan-kawan yang usianya sebaya juga ikut belajar mengaji, seperti: Agung Suryono, Muhammad Panji, Febbi Rakhmadi Maulana, Aryo Wahyu Seto, Agus Purwanto, Reza Pahlevi, dan masih banyak lagi. Saya kemudian belajar tahfidz (menghafal) Al Qur-an kepada Ustadz Khairul Muttaqien, Lc. Al Hafidz dan Ustadz Abbas Mushthofa Al Hafidz. Dihadapan beliau, saya menghafal mulai dari juz pertama hingga juz ke-7. Kemudian dilanjut dengan juz ke-30 dan sebagian surat pada juz ke-29. Semua tercatat dalam lembar evaluasi harian, yang berbentuk catatan setoran dan ulangan ayat, surat, dan juz. Selain itu saya juga tertarik untuk menghafal beberapa surat dan ayat pilihan yang sering dibaca para imam masjid saat memimpin shalat berjamaah. Disela-sela waktu menghafal Al Qur-an, saya juga tertarik untuk rutin mengikuti kajian tafsir Al Qur-an dari Ustadz Yusuf Supendi, Lc di Masjid Al Hidayah dan DR. KH. Muslih Abdul Karim, Lc. MA di Masjid Nurul Fikri dan Masjid Baitul Quran. Lalu setelah beberapa puluh tahun belajar mengaji, apakah bacaan al Qur-an saya sudah baik dan benar? Saya kira belum sepenuhnya. Alat ucap yang saya miliki ini khas lokal, bukan khas Timur Tengah. Jadi perbedaan fasihnya jauh. Belum lagi untuk urusan mengamalkan isi kandungan Al Qur-an, jelas lebih jauh lagi. Namun demikian saya patut bersyukur, apa yang pernah saya khawatirkan dan risaukan ketika dulu (tak bisa membaca Al Qur-an) setidaknya sudah hilang. Apa yang saya rasakan, membaca Al Qur-an selalu menghadirkan suasana tentram. Ajaibnya meskipun setiap kali dibaca (berulang) tak pernah merasa bosan, bahkan seringkali menghadirkan inspirasi. Kadang ada satu masalah yang belum didapati jalan keluarnya. Kemudian ketika membaca Al Qur-an seolah Allah memberikan solusinya di sana. Padahal tidak sengaja mencari-cari jawabnya di sana. Hanya sekedar melanjutkan seri bacaan Al Qur-an yang rutin, ternyata didalamnya ditemukan petunjuk (Al Huda). Menariknya lagi ketika kita mulai rutin membaca seri bacaan Al Qur-an, seolah kita sedang berdialog dengan Allah. Seakan-akan kita sedang menyaksikan paparan kisah para nabi dan rasul dari ayat ke ayat, surat ke surat yang lainnya. Rasanya, ketika memulai Surat Al Baqarah, kita berjumpa dengan Nabi Adam. Kemudian lanjut ke Surat Ali ‘Imran, seperti hadir dalam kisah keluarga ‘Imran (yang di dalamnya ada kisah Nabi Zakariya, Maryam, dan Nabi ‘Isa), dan demikian selanjutnya. Kebaikan dari Allah tak berhenti sampai disini, Dia juga mengganjar pahala membacanya perhuruf dengan 10 kebaikan. Alif Lam Mim adalah 3 huruf, maka bagi yang membacanya akan mendapatkan 30 kebaikan.
“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih). Sekian tahun yang lalu, saya bersyukur dapat mengkhatamkan Al Qur-an dalam waktu sebulan sekali; dua atau tiga bulan sekali. Belakangan, mampu membaca selembar Al Qur-an saja rasanya sudah beruntung. Al Qur-an terdiri dari 30 juz. Berdasarkan ciri Al Quran ayat pojok (seperti Al Quran cetakan Makkah dan Madinah), dalam satu juz terdiri dari 10 lembar atau 20 halaman. Jika perhari kita dapat membaca Al Qur-an satu lembar, maka kurang dari satu tahun sudah dapat mengkhatamkan al Qur-an, tepatnya 300 hari (10 bulan). Boleh jadi kurang dari itu, jika semangat kita berlipat pada waktu-waktu tertentu. Kisah yang saya paparkan ini tiada bermaksud lain, selain mengabarkan perasaan senang. Senang karena dulunya tak bisa mengaji Al Qur-an, Alhamdulillah sekarang sudah mulai bisa. Senang karena sudah mengkhatamkan Al Qur-an guna menyambut Bulan Ramadhan (bulan diturunkannya Al Qur-an). Melalui tulisan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua sahabat dan para guru yang telah berkenan untuk mengajar Al Qur-an. Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepada kita semua, aamiin.
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). [Sulung Nofrianto]
http://aisyahnurwahidah.com/khatam-al-qur-an.html
KEMBALI KE ARTIKEL