Berbagai fenomena dinasti politik yang menjamur pada momen politik saat ini. Mewajibkan kita harus sadar sejak dini. Sebab dinasti politik akan melahirkan Sentralisasi kekuasaan yang terpusat pada satu keluarga, hal semacam ini tidak dapat dilihat dalam aspek politik saja namun juga bagaimana dampak sosiologis yang akan terjadi dalam realitas masyarakat.
bahkan menjadi kekhawatiran kekuasaan tersebut tidak mampu membawa perubahan sosial maupun ekonomi untuk masyarakat banyak. Sehingga menciptakan budaya korupsi dan terbukanya angka pengangguran disebabkan kekuasaan hanya dikuasai oleh beberapa orang dalam satu keluarga tanpa memberi ruang kepada pihak lain untuk ikut berpartisipasi.
Korupsi yang terjadi dalam pemerintahan dinasti semakin nampak ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di otak-atik. Dimana pengadaan tender barang dan jasa diatur sedemikian rupa untuk memberikan ruang empuk bagi kelompok yang mendukung pejabat saat itu. Perbuatan tersebut dapat merusak tatanan sosial sekaligus merusak citra pemimpin itu sendiri beserta keluarganya.
Dalam catatan sejarah Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menempatkan kerabatnya di pemerintahan Banten. Atut merupakan tersangka sejumlah kasus korupsi bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Kasus itu yakni kasus suap terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait penanganan sengketa pilkada Lebak. Kemudian kasus korupsi pengadaan alkes di Pemerintah Provinsi Banten.
Dinasti Banten tak hanya dibangun Atut di jajaran pemerintah daerah, tapi juga antar provinsi dan lembaga legislatif. Anak Atut, yang bernama Andika Hazrumy, menjabat sebagai anggota DPD Banten 2009-2014, sementara istrinya Ade Rossi Khoerunisa menjabat sebagai anggota DPRD Kota Serang 2009-2014.
Begitu pula dengan Ratu Tatu Chasanah, saudara Atut yang menjadi Wakil Bupati Kabupaten Serang 2010-2015.
Dinasti Banten keluarga Atut berawal dari sang ayah, Tubagus Chasan Sochib. Pria yang dikenal memegang kendali Banten itu mengantarkan pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2001.
Dari kasus politik dinasti diatas menggambarkan terjadinya ruang korupsi, inilah yang di khawatirkan pada kabupaten bima dimana antara anak sebagai (ketua DPRD) dan ibu sebagai (Bupati Bima) memegang posisi penting dalam pemerintahan.
Pada aspek lain dampak dari politik dinasti adalah terputusnya regenerasi dalam kepemimpinan di sebabkan penguasa terus memperjuangkan kekuasaannya. Penguasaan kekuasaan hanya berputar pada saudara, istri, anak bahkan keluarga. Sehingga banyak generasi yang hilang kesempatan dalam menunjukkan kemampuan terbaiknya dalam mengabdi kepada bangsa dan Negara. Â Â Â
Karena itu, distribusi kekuasaan mutlak adanya agar dapat memberikan keadilan bagi masyarakat. Memberi keluasan kepada figur atau sosok pemimpin yang disenangi oleh masyarakat banyak dengan tidak memandang apakah ia memiliki modal partai politik atau tidak sama sekali. Sehingga tidak hanya kelompok yang kuat dan punya akses besarlah yang dapat menguasai kekuasaan.
Dari dua critra di atas penulis bermilhat fenomena politik dinasti ini harus di antisipasi oleh seluruh komponen dan di jaga bersama.  Sebab kalau tidak dijaga dan di kritisi maka monopoli kebijakan oleh kelompok oligarki  akan semakin menjadi dan rakyat akan menjadi korban.
Yang terakhir adalah dalam catatan sejarah (historis) Â politik dinasti tidak akan bertahan lama kalau berkaca pada dua ceritra diatas dan dia pasti akan tumbang.. Â Contoh yang paling kongkrit adalah runtuh politik dinasti di kota bima pada momentum pilkada Kota Bima pada tahun 2018.