No man is an island, tidak ada orang yang bisa hidup sendirian dan demi dirinya sendiri. Coba kamu bayangkan kalau kamu baru dilahirkan lalu tidak diurus orang lain. Pasti tidak mungkin kamu mampu bertahan hidup selama seminggu. Pada dasarnya manusia itu tidak dapat hidup sendirian. Jadi tidak ada tempat bagi sikap individualistis. Karena manusia tidak dapat hidup sendirian maka dia adalah makhluk sosial. Ada istilah bahasa Latin homo homini socius, artinya: manusia itu adalah sahabat bagi manusia lain. Manusia yang demikian adalah manusia yang mengembangkan sikap solider terhadap orang lain. Maksudnya ia menjadi orang yang peka terhadap situasi orang lain. Ia tidak hanya punya simpati tapi juga punya empati. Misalnya, dari hal yang kecil-kecil saja: Andi berjalan bersama Anto, lalu Anto tersandung, kakinya berdarah-darah. Kalau Andi orang yang individualis ia akan cuek saja, bukan kakiku yang sakit, begitu pikirnya. Namun kalau Andi orangnya punya empati, ia akan ‘merasakan’ sakitnya kaki Anto, dan karena solider, ia segera menolongnya.
Solidaritas itu juga mengandung makna membantu yang lemah selagi yang lemah butuh bantuan (subsidiaritas). Yang lemah disubsidi oleh yang kuat. Sewaktu yang lemah sudah bisa berdiri sendiri, yang kuat bisa segera melepaskannya, bukan terus menerus mengurung yang lemah dalam ‘bantuan’ nya. Orang bisa merasa tidak bebas, lalu tidak kreatif. Coba saja, setiap kali kerjakan terus PR adik kamu, maka ‘bantuan’ kamu itu malah menjadi racun baginya.
Solidaritas juga berarti memberi kesempatan orang lain untuk berkembang, dan mungkin juga menjadi besar. Bantuan sering diberikan, namun kesempatan sangat sering ditutup. Contohnya: banyak orang yang mau menyumbang panti asuhan atau yatim piatu kalau saat Lebaran, Natalan, sampai panti itu menjadi seperti toko grosir, karena semua barang didrop ke sana. Tentu saja mereka senang sekali, tetapi hanya untuk beberapa waktu saja. Tetapi lebih jauh lagi, kelak apakah ada orang yang mau menerima tenaga kerja dari panti asuhan itu untuk menjadi pegawai di kantornya, di pabrik dan lain-lain. Memberi kesempatan itu jauh lebih penting daripada sekedar memberi bantuan. Dalam hal ini bukan berarti bantuannya lalu dihentikan, melainkan bantuannya tetap mengalir, tetapi kesempatannya mesti dibuka lebih lebar lagi.
Solidaritas juga bermakna bersahabat tanpa pandang bulu, bersahabat itu tidak peduli kaya atau miskin, cantik atau tidak, ganteng atau tidak. Semangat dalam film ‘Beauty and The Beast’ itu perlu diteladani. Dalam film itu si puteri benar-benar tidak pandang bulu, padahal bulu si muka singa itu lebat sekali. Itu baru contoh nyata dan jelas.
Kamu mungkin sering salah mengartikan makna solidaritas. Mungkin yang kamu anggap solider itu adalah cooperatio in malum, artinya: kerjasama dalam hal yang jahat. Contoh nyatanya adalah tawuran. Karena sekolahku dihina, solider saja dengan teman-teman yang memang hobinya tawuran. Lalu ramai, jalan raya dijadikan ring tinju yang tidak profesional. Ini bukan lagi solidaritas, tetapi bahasa Jawanya anut grubyuk. Beraninya hanya dalam gerombolan, grubyukan, keroyokan. Sekali lagi, ini bukan solidaritas. Kamu yang senang menggunakan kata ini, harus tahu dengan pasti maknanya.
Akhirnya perlu disadari bahwa sikap solider yang benar itu akan justru membalik dan menguntungkan diri sendiri. Kamu jadi punya banyak sahabat. Pengetahuan kamu jadi lebih luas. Pengalaman kamu jadi lebih dalam. Kita semua itu lemah, maka sikap solider itu akan membantu kita menutupi kelemahan kita dengan kelebihan yang dimiliki orang lain. Orang lain menjadi teratasi kelemahannya karena kelebihan yang kita berikan. Menyenangkan bukan? Solidaritas akan membawa persahabatan yang sejati yang akan memberikan kepada dunia damai sejahtera. Semoga.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Kamis, 13 Maret 2014
Suko Waspodo