yang tidak akan bangkit lagi
karena surga, dalam belas kasihan, menarik cahaya
aku pingsan saat akan berlutut sebelumnya
ada bunga yang kupetik dalam mimpiku
harum dan indah untuk dilihat
andai aku belum pernah bangun dan menemukannya
mekar seperti tidak di sini untukku
ada harpa, yang nada sihirnya
menggemakan kata-kata samarku
tetapi tangan takdir, dengan sentuhan kejam
telah menyewa akord emas
ada jalan seperti lembah eden
di mana aku dieja tersesat
tetapi takdir bangkit dengan pedang menyala
untuk menjaga jalan itu selalu
aku sudah melihat mata seperti bintang
cahayanya padam bagiku
dan jiwa yang kukenal seperti harpa emas
yang bernafas tetapi melodi
dan saat-saat cerah seperti tanah impian itu
di mana mekar bunga bercahaya
akankah aku mati sebelum aku merasakan kesuraman
saat gelap, tanpa sukacita ini
fatal saat aku mengangkat mataku
untuk mata yang cahayanya meledak
namun sebelum aku bisa berpaling dari pandangannya
hidup dengan tatapan sia-sia
pahit pikiran bahwa tahun mungkin berlalu
namun demikian itu pasti pernah ada
untuk melihat wujud-Mu, untuk mendengar suara-Mu
tetapi lebih dekat - tidak pernah, tidak pernah
dapatkah aku mencintai seperti aku mencintai bintang
atau embusan angin sepoi-sepoi
atau cahaya pucat bulan berkeliaran
melirik melalui pohon-pohon hutan
dengan cinta tanpa dosa, tenang, tidak terganggu
melihat ke atas dan mengagumi, dapatkah aku
tetapi dengan demikian mengalihkan pandangan hidup
tanpa keinginan untuk melambung
sia-sia, sia-sia, aku berharap, aku menangis
aku berlutut sepanjang malam dalam doa
lebih baik mati di siang hari kehidupan
daripada cinta, namun putus asa
***
Solo, Minggu, 10 Mei 2020. 6:02 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko