Selamat sore. Sebelumnya, saya ingin mengatakan pada anda sekalian bahwa anda, termasuk kami, perempuan, berhak dan bisa menjadi cerdas. Bukan sekedar menjadi orang pintar,tetapi menjadi perempuan atau seseorang yang cerdas. Dalam menghadapi kehidupan, anda tahu betul bahwa realita sangat jahat dan penuh ketidakadilan, maka dari itu, anda perlu menjadi sosok yang menggunakan tips, trik dan strategi di dalam hidup. Dan ibu saya mendukung penuh untuk hal itu. “Wah, betul, harus jadi seseorang yang cerdas. ”
Kecerdasan yang ingin saya tekankan tidak hanya melulu soal kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan spiritual dan emosional. Kecerdasan intelektual? Lupakan soal berapa banyak IQ yang diperoleh pada tes IQ! Saya juga tak mendapat nilai yang sangat tinggi untuk nominal angka IQ dahulu. Tetapi, saya memulai hidup ini untuk terus menggali ilmu, apapun itu, untuk menjadi cerdas. Pertama, jadilah seseorang yang curious. Saya pun seperti itu. . Ilmu yang saya tekuni tidak memotret agama, tetapi sesekali saya juga membeli buku soal kiamat, jin dan pengetahuan agama soal Islam. Akhir-akhir ini, saya juga menyukai segala isu tentang perempuan, feminis dan kesetaraan gender. Saya menyukai tiga bidang ilmu lain, yang sebenarnya tidak saya tekuni sekarang, I love astronomy, maths and English although I’m not expert at all, I’m not too often to get the highest score!(Anyway, thanks to a man who introduced me maths in funny way, Mr. Jamadi!Saya tidak akan melupakan jasa-jasa anda, pak. Terimakasih atas ilmunya.*Tears*). Kedua, adalah soal keasyikan. Meskipun saya belum ahli dengan memiliki banyak gelar, saya menemukan banyak hal dalam ilmu yang saya tekuni. Asyik rasanya melihat tingkah polah negara-negara dan aktor nonnegara di bumi ini. Lucu aja gitu. Terkadang negara Korea Utara ‘marahan’, makanya mengancam dunia, utamanya Amerika Serikat dan Korea Selatan. Cina, Jepang dan Korea Selatan sampai detik ini mirip dengan kakak beradik. Kapan hari, kita melihat mereka duduk bersama, bahkan sepengetahuan saya, pertemuan itu baru saja terjadi antara ketiga petinggi negara itu. Mereka membahas soal kerjasama perdagangan, walaupun mereka ‘masih musuhan’ soal teritori dan tapal batas, maksud saya, sengketa pulau Senkaku-Diayou itu. Dan tentunya, mereka masih 'sebel-sebelan' soal penafsiran sejarah, misalnya perihal kunjungan ke kuil Yasukune. Coba lihat pula bagaimana aksi pak Ban Ki Moon, sang pemimpin PBB itu. Beliau hanya bisa menyerukan perdamaian pada Palestina dan Israel. Hanya bisa protes. ‘Tumpul’ dalam menyelesaikan konflik itu hingga hari ini, tapi minimal, PBB melakukan tugasnya dengan baik dalam hal advokasi. Apa jadinya dunia ini tanpa organ-organ di bawah PBB? UNHCR membantu menyediakan kamp pengungsi untuk masyarakat di negara konflik. UNICEF membantu menggalang solidaritas untuk pemenuhan hak-hak anak.
Ketiga, adalah soal meningkatkan kualitas diri. Meraih ilmu adalah soal meningkatkan kualitas diri. Bukan mendapatkan pujian dari orang lain, tetapi soal meningkatkan derajat diri sendiri dengan menjadi orang berkualitas. Jangan sok pintar dan sok tahu, itu pesan saya. Jadilah seseorang yang mirip dengan filosofi padi, “Semakin berisi, semakin merunduk…”
Kecerdasan spiritual yang saya maksud adalah dengan melihat dan memuji TUHAN. Karena TUHAN menciptakan begitu banyak keajaiban di muka bumi ini. Buktinya, anda bisa melihat tulisan saya di Kompasiana. Anda menggunakan internet, gadget atau laptop dan indra penglihatan anda yang sempurna untuk melihat artikel ini. Kecerdasan emosional ini harus anda latih sejak sekarang. Caranya? Kelolalah dengan baik semua ambisi dan hasrat. Kelola amarah dengan baik. Tidak melulu marah dengan berkata kasar dan membanting barang. Terlebih apabila menulis status marah-marah gak jelas di media sosial. Sabarkan diri saat mendengar kalimat orang lain yang menyinggung, baik di depan maupun di belakang anda. Yakinkan diri anda bahwa anda lebih baik dari mereka. Bukan sejelek yang mereka katakan.
Salah satu wanita yang saya kenal kebetulan sok tahu soal hari raya nyepi. Begini. Saya juga bukan umat hindu, jadi mungkin pengetahuan agama saya soal agama ini juga kurang mumpuni. Sebagai umat Islam pun, mungkin pengetahuannya masih perlu saya gali dengan lebih dalam dan jernih lagi. Perempuan ini, di suatu siang, berkata sesuatu hal.
Cewek X : “Heran ya, orang Bali kalau Nyepi upacaranya di Pantai…”
Saya : Melongo sejenak. Nyepi di Pantai?
“Loh, orang Bali kan kalau Nyepi prosesinya Tapa Brata, melakukan
puasa, semacam meminimalisasi aktivitas di luar rumah dan menyepi di rumah…”
Cewek X : “Tapi kan ada ritual yang di pantai…”
Saya :Kebingungan.Berkata dalam hati saya, “Bukannya di hari H Nyepi itu
orang Hindu diam menyepi di rumah? Kok ke pantai?” Saya
menjawabnya. “Aku gak tahu sih apa ada ritual yang di pantai apa
enggak, tapi sepengetahuanku, mereka melakukan tradisi tapabrata di
rumah…”
Sampai detik ini, saya tertawa terbahak-bahak. Maksud saya begini. Jika anda tidak tahu, janganlah anda bersikap sok tahu. Mungkin perempuan ini maksudnya membicarakan prosesi ‘larung’, semacam melarungkan beberapa bahan sesaji, seperti buah dan sayur, ke laut. Intinya, perempuan ini tetep keukeh padahal sebenarnya isi otaknya kosong soal perayaan umat Hindu. Dan saya geleng-geleng sampai detik ini. Tertawa. Mungkin jika saya suatu saat married dengan pria yang saya cintai dan memiliki anak, saya akan katakan pada anak saya. “Kamu jangan seperti perempuan yang mama kenal dulu, ya. Kamu tekuni apapun ilmu yang kamu suka. Memalukan kalau sok tahu kayak perempuan itu (ujar saya sambil menunjukkannya pada foto si perempuan ini". Hahagz. Ups!
Saya tidak tahu persis bagaimana prosesi Nyepi. Sepengetahuan saya, dalam hari Raya Nyepi, umat Hindu melakukan tapabrata di rumah, yaitu semacam puasa menenangkan diri dengan tidak melakukan aktivitas sehari-hari. Bahkan, bule pun dilarang keluar penginapan. Aktivitas dilakukan di dalam area penginapan. Jalanan lengang, tak ada orang dan lampu pun mati. Jika melanggar, sang bule akan mendapatkan hukuman dari pemuka agama Hindu setempat.
Anda tahu kenapa banyak pria/wanita di luaran sana yang menyukai, mencintai, menyayangi(atau apapun lah nama label perasaannya) lawan jenis yang cerdas? Karena mereka menarik. Mereka menakjubkan dan menimbulkan kekaguman. Mereka membuat kita berdecak kagum meskipun kita hanya bisa mengaguminya dalam diam.Halahhalahhalah~ Bukankah setiap pesona muncul dengan caranya sendiri di muka bumi ini? Bahkan mungkin, beberapa dari anda juga sedang jatuh cinta atau sedang membangun keluarga dengan pria/wanita yang mengagumkan dalam hal kemampuan intelejensia, kan?
Tapi ingat, landasi ilmu anda untuk kebaikan, minimal untuk keluarga anda. Landasi ilmu anda dengan tidak melupakan agama. Saya pribadi kasihan dengan pria dari wanita ini kelak. Kenapa bisa bercintrong cintrong dengan wanita ini? Entahlah. Saya juga bingung sama mereka, hahahha. Bagaimana masa depan generasi muda Indonesia yang lahir dari rahimnya apabila ibunya tak memiliki kualitas diri? Lupakanlah. Itu urusan dirinya. Yang saya ingin katakan di sini adalah bangun kualitas diri anda dengan menambah wawasan sebanyak mungkin tanpa melupakan TUHAN. Ibu saya menutup dengan sebuah nasehat yaitu, "Setiap orang punya kelemahannya masing-masing. Yah mungkin pengetahuannya memang kurang, padahal itu informasi di TV juga banyak. Tapi ya udahlah, kamu gak usah ngebahas itu cewek." Yang lebih aneh, ibu saya memberikan ceramah khusus soal membina rumah tenggong. "Membina rumah tangga itu seperti gerbong dalam rel. Kalau gerbong itu berjalan sendirian, ia gak bisa. Saat berjalan, gerbong itu harus bergandengan. Seterhimpit apapun di rel nanti, yang penting berusaha sama-sama. Kalau gerbongnya berjalan sendirian, bisa kecelakaan..."
Cieeee ibuku lagi ngomongin ayahku. Hhahahahha. Semoga mereka langgeng selamalamanya, Aaamiiin.(Kayak kata tokoh kartun yang tidak saya sukai, yaitu Spongebob, yang berujar: 'Selama lama lamalamalamalamalamalamalamalamalamalamalamalama nyaa...'. Bingung, kan, sama ucapannya? Saya aja bingung!) Ajaib, kan? Lagi curcol soal cewek kok diceramahin soal membina keluarga. Hadoooh! Sekian.