Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia mengambil langkah tegas dengan melarang penjualan nikel di pasar internasional. Kebijakan ini merupakan respons terhadap dinamika industri pertambangan yang kompleks dan pertimbangan strategis dalam pengelolaan sumber daya alam yang berharga. Inti dari kebijakan ini adalah nikel, salah satu bahan baku terpenting Indonesia, karena berperan penting dalam sektor baterai kendaraan listrik dan industri lainnya. Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan ekspor nikel ke luar negeri sesuai Peraturan Energi dan Sumber Daya Mineral (PerMen ESDM) no. 11 Tahun 2019. Keputusan ini merupakan langkah maju dari rencana awal yang disusun pada tahun 2009 dan dilaksanakan pada tahun 2021 , meskipun pada saat itu tidak berjalan mulus karena beberapa kendala. Presiden Jokowi merupakan sorotan publik dalam perumusan dan implementasi kebijakan ini. Salah satu alasan utama pelarangan penjualan nikel adalah untuk mengamankan bahan baku bijih nikel, mengingat strategisnya keterlibatan dalam pengembangan teknologi baterai kendaraan listrik. Sebagai pemimpin yang fokus pada pembangunan infrastruktur dan ketahanan energi nasional, Jokowi ingin memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, namun juga berperan dalam rantai nilai yang lebih tinggi. Penerapan kebijakan ini juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertambangan. Dengan memanfaatkan nilai tambah melalui pemurnian dalam negeri, diharapkan dapat meningkatkan harga jual nikel yang berdampak positif bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pelarangan nikel juga merupakan bagian dari strategi untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Melalui penggunaan sumber daya alam secara hati-hati dan pengendalian ekspor komoditas berharga seperti nikel, Indonesia bertujuan untuk menentukan nilai pasar dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun kebijakan pelarangan penjualan nikel ini tidak menimbulkan kontroversi, terutama dalam konteks hubungan komersial internasional. Beberapa negara, termasuk negara-negara anggota Uni Eropa, merasa prihatin dengan kebijakan ini. Uni Eropa mengajukan pengaduan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan nomor kasus DS592, dengan temuan bahwa larangan ekspor nikel Indonesia melanggar aturan perdagangan internasional. Perselisihan ini menciptakan ketegangan antara kepentingan nasional Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan kewajiban internasionalnya untuk mendukung perdagangan bebas. Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi terus melarang penjualan nikel sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional yang komprehensif.
KEMBALI KE ARTIKEL