SINOPSIS NOVEL
Mengisahkan mengenai Ajo Kawir yang burung-nya tidak lagi bisa bangun akibat sebuah peristiwa di masa kecilnya. Ajo Kawir tumbuh menjadi laki-laki yang nakal dan sering berkelahi di tengah usahanya untuk membangunkan kembali burung-nya yang tertidur lelap. Hingga pada akhirnya, ia bertemu Iteung.
Novel ini dapat saya katakan nyeleneh karena bahasa dan adegan yang digunakan cukup frontal dan vulgar, namun saya suka novel ini karena novelnya nyeleneh. Selain penuh dengan adegan perkelahian dan bahasa yang vulgar, novel ini juga mengangkat isu toxic masculinity dan kekerasan seksual.
ADAPTASI MENJADI SEBUAH FILM
Dikarenakan kesuksesannya dalam bentuk novel, buku Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas akhirnya hadir dalam bentuk film yang disutradarai oleh Edwin dan Palari Films.
Dilansir dari CNN Indonesia, Eka, sebagai salah satu orang yang ikut menggarap naskah film, mengaku memiliki beberapa tantangan. Namun, ia berharap bahwa versi film berbeda dengan versi novelnya. Kesulitan paling utama adalah pada penentuan durasi film yang mana novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas akan memiliki durasi dua hingga tiga kali durasi film jika menggambarkan seluruh bagian. Selain kendala durasi, Eka juga mengaku bahasa menjadi kendala.
Sebagai seseorang yang telah membaca novel sekaligus menonton film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, saya dapat mengatakan bahwa novel tersebut berhasil diadaptasi dengan apik, meskipun saya memiliki beberapa hal yang menurut saya menjadi kekurangan dari filmnya, tentu saja bersifat subjektif.
Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas berhasil melangkah di kancah internasional dan tentu saja di Indonesia. Film ini berhasil meraih penghargaan di lima kategori pada Festival Film Indonesia (FFI) 2022 di Jakarta Convention Center. Selain itu, film ini juga meraih Piala Citra dalam kategori Penulis Skenario Adaptasi Terbaik untuk Edwin dan Eka Kurniawan. Gemailla Gea Geriantiana juga meraih penghargaan sebagai Penata Busana Terbaik.
Sedangkan pada kancah internasional, film ini meraih penghargaan Golden Leopard dalam kategori kompetisi internasional dalam Festival Film Internasional Locarno 2021.
Film ini berhasil merepresentasikan isi film dengan apik, seperti latar belakang tahun 80-90an yang khas dengan pakaian dan gaya rambut dari aktor dan aktrisnya, serta lokasi yang digunakan untuk shooting film. Beberapa bagian vulgar yang ada di dalam novel juga berhasil diangkat dalam filmnya dengan baik, bahasa yang digunakan masih tetap frontal.
Selain faktor latar, aktor dan aktris yang berperan juga memiliki kemampuan yang sangat baik, seperti Marthino Lio yang berperan sebagai Ajo Kawir dan Ladya Cherly yang berperan sebagai Iteung. Keduanya seperti beradu akting dalam film ini. Meskipun harus berperan dalam beberapa adegan perkelahian, Ladya Cheryl berhasil memainkan perannya dengan baik.
Selain dua aktor di atas, beberapa nama seperti Reza Rahadian, Christine Hakim, Lukman Sardi, Ratu Felisha, Kevin Ardilova, dan Sal Priadi juga mengambil peran dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.
Faktor kesuksesan kedua yang menjadi pendapat subjektif saya adalah tema yang diambil masih sama seperti pada novel, sehingga melalui film adaptasinya, karya sastra Eka Kurniawan ini mampu meraih banyak audiens yang mungkin lebih menyukai film daripada buku. Di balik adegan-adegan dan bahasa frontal dan vulgar yang digunakan, kisah yang diangkat memiliki pesan moral bagi audiensnya.
Namun, meskipun menurut saya film ini berhasil diadaptasi dengan baik, saya merasa bahwa versi novel lebih asik dan seru untuk dinikmati, mengingat bahwa durasi menjadi salah satu tantangan dalam pembuatan naskah film sehingga banyak adegan yang dipotong, seperti kisah masa kecil Ajo Kawir dan Tokek yang menjadi permulaan pada novel. Selain beberapa adegan yang terpaksa dihilangkan, bahasa yang digunakan juga beberapa kali terdengar aneh di telinga saya.
Hanya saja, di balik kekurangan tersebut, saya dapat katakan bahwa film adaptasi dari novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sukses diadaptasi dari kolaborasi antara Eka Kurniawan dan Edwin.