Stunting masih menjadi masalah serius di Indonesia yang memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan kognitif dan produktivitas di masa depan. Di balik fenomena stunting, ada peran penting ibu yang seringkali kurang disorot - yaitu beban stres yang mereka hadapi dalam mengasuh keluarga dengan risiko stunting. Pengasuhan anak dalam keluarga berisiko stunting menghadirkan tantangan unik bagi para ibu. Mereka tidak hanya harus memastikan asupan gizi yang cukup bagi anak-anak mereka, tetapi juga menghadapi tekanan ekonomi, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, dan kadang stigma sosial. Semua faktor ini dapat memicu stres berkepanjangan yang jika tidak ditangani dengan baik, dapat mempengaruhi kualitas pengasuhan dan kesehatan mental ibu sendiri.
Stres pada ibu pengasuh keluarga berisiko stunting seringkali bersifat kronis dan multidimensi. Penelitian menunjukkan bahwa ibu-ibu ini mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum, dengan gejala seperti kecemasan, depresi, dan kelelahan yang signifikan. Sebuah studi oleh Suryana et al. (2019) menemukan bahwa "terdapat hubungan yang signifikan antara stres pengasuhan dengan kejadian stunting pada anak balita (OR = 2,47; CI 95% = 1,41 hingga 4,32; p = 0,001)". Kondisi ini dapat memperburuk risiko stunting pada anak. Manajemen stres yang efektif menjadi kunci penting dalam memutus siklus negatif ini. Pendekatan holistik yang melibatkan aspek psikologis, sosial, dan praktis perlu dikembangkan. Salah satu strategi yang terbukti efektif adalah pemberdayaan ibu melalui edukasi dan pelatihan keterampilan pengasuhan. Program semacam ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan anak, tetapi juga membangun rasa percaya diri dan kompetensi dalam peran pengasuhan mereka. Dukungan sosial juga memainkan peran krusial dalam manajemen stres ibu. Pembentukan kelompok dukungan sebaya di mana para ibu dapat berbagi pengalaman dan saling menguatkan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Hasan et al. (2019) melaporkan bahwa "program pengasuhan berbasis kelompok sebaya secara signifikan meningkatkan praktik pengasuhan dan mengurangi stres pengasuhan pada ibu-ibu di daerah pedesaan Indonesia". Studi ini menegaskan pentingnya intervensi berbasis komunitas dalam mengatasi masalah stunting.
Intervensi berbasis mindfulness dan relaksasi juga terbukti efektif dalam mengurangi stres pada ibu pengasuh. Teknik-teknik seperti meditasi singkat, latihan pernapasan, dan yoga sederhana dapat diintegrasikan ke dalam rutinitas harian ibu. Pendekatan psikologis berbasis Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga menunjukkan hasil positif. Tomlinson et al. (2016) menemukan bahwa "intervensi CBT yang dimodifikasi secara kultural dapat secara signifikan mengurangi gejala depresi dan kecemasan pada ibu-ibu yang mengasuh anak dengan risiko stunting". Aspek penting lainnya dalam manajemen stres adalah pemenuhan kebutuhan dasar ibu sendiri. Seringkali, dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga, ibu mengabaikan kesehatan dan kesejahteraan diri mereka sendiri. Program-program yang memfasilitasi akses terhadap nutrisi yang baik, istirahat yang cukup, dan perawatan kesehatan rutin bagi ibu perlu menjadi bagian integral dari strategi pencegahan stunting. Peran ayah dan anggota keluarga lainnya juga tidak bisa diabaikan dalam mengurangi beban stres ibu. Edukasi tentang pembagian peran pengasuhan dan dukungan emosional dari pasangan dapat secara signifikan mengurangi tekanan pada ibu. Yusuf et al. (2020) menemukan bahwa "keterlibatan ayah dalam pengasuhan berkorelasi negatif dengan tingkat stres ibu ( = -0,24, p < 0,001) dan secara tidak langsung mengurangi risiko stunting pada anak". Temuan ini menekankan pentingnya pendekatan keluarga dalam mengatasi masalah stunting.
Dari perspektif kebijakan, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani masalah stunting yang juga mempertimbangkan kesehatan mental dan kesejahteraan ibu. Program-program pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus pada intervensi gizi dan kesehatan anak, tetapi juga menyediakan layanan dukungan psikososial bagi ibu. Integrasi layanan kesehatan mental ke dalam program kesehatan ibu dan anak yang ada dapat menjadi langkah strategis dalam hal ini. Pemanfaatan teknologi juga dapat menjadi solusi inovatif dalam manajemen stres ibu. Aplikasi mobile yang menyediakan informasi tentang pengasuhan, tips manajemen stres, dan koneksi dengan komunitas dukungan online dapat menjadi sumber daya yang mudah diakses bagi ibu-ibu di daerah terpencil. Beberapa pilot project telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam hal ini, meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan efektivitasnya.
Kesimpulannya, manajemen stres yang efektif bagi ibu dalam pengasuhan keluarga berisiko stunting merupakan komponen penting yang sering terlewatkan dalam upaya pencegahan stunting. Dengan pendekatan yang holistik dan berpusat pada kebutuhan ibu, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan optimal anak-anak Indonesia. Upaya multisektor yang melibatkan pemerintah, lembaga kesehatan, organisasi masyarakat, dan komunitas diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif. Dengan menyadari dan menangani stres yang dihadapi ibu, kita tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga memberi kontribusi signifikan terhadap pencegahan stunting dan peningkatan kualitas hidup generasi mendatang.