Beberapa hari lalu saya ditugaskan menemani anak-anak didik dari sekolah kami berpartisipasi di O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional) tingkat kecamatan. Saya bukan guru olahraga, dan (bukan contoh yang baik!) tidak suka olahraga. Satu-satunya olahraga yang saya sukai adalah berdiri.. di depan kelas ('
kan guru!) dan mempersiapkan anak-anak menghadapi UN IPA. Saya mau saja ditunjuk menemani anak-anak lomba karena niat
test drive lensa panjang baru (Canon 100mm f2.8,
fyi!), dan tidak ada guru-guru lain yang bersedia.. maklum, hari itu sekolah sudah libur dalam menyambut Paskah. Sebelum pukul 8 pagi saya sudah
stand-by di Kolam Renang Bulungan, tapi karena panitia O2SN terbatas, cabang renang baru dimulai setelah cabang atletik yang dilombakan di Lapangan ABC Senayan selesai, kira-kira pukul 11 siang. Walaupun
gondok dibuatnya, pergilah saya ke Senayan untuk memberi
support anak-anak yang berlomba di cabang atletik hingga tiba saatnya 'meliput'Ā renang di Bulungan. Di sana sudah ada ibu-ibu orangtua pendamping yang anak-anaknya peserta cabang renang. Dalam hati saya memberi gelar ibu teladan pada ibu-ibu ini - mereka rela berpanas-
ria untuk menemani putra/inya lomba - sampai salah seorang mulai angkat bicara mengenai putrinya. Pada saat itu sang putri (walaupun tidak terus ke tingkat kodya karena bukan juara umum) berhasil menjadi juara I.. dari 6 orang yang mengikuti salah satu
heat gaya bebas. Bagaimanapun juga, si anak sudah berhak akan piala tingkat kecamatan. Si ibu tampak bangga, walaupun ketika anaknya berenang sepertinya suara saya yang lebih kencang dan hampir jatuh ke kolam bersama kamera
saking inginnya dia menang.. saya '
kan guru, biasa teriak-teriak di depan orang banyak dengan sok
pede-nya. Ketika selesai mengucapkan selamat kepada ibu dan anak, saya ingatkan si anak untuk mulai latihan lagi karena dia masih punya kesempatan tahun depan untuk mengikuti O2SN (kelas 9 tidak boleh mengikuti O2SN karena harus persiapan Ujian Negara). Tetapi tanggapan si ibu membuat saya (yang tidak pernah dapat juara olahraga barang satu pun) kecewa. Kenapa? Berikut cuplikan pembicaraan kami (maaf, tidak
verbatim dan harus di-
rephrase; ini terjadi beberapa hari yang lalu... ):
Guru Pendamping: "Selamat ya bu, anaknya juara niy! Tahun depan Putri* (*: nama samaran!) punya kesempatan untuk ikut lagi sebelum naik kelas 9!" Ibu Teladan: "Aduh makasih bu. Tapi dia sudah ikut OSIS, ekskul, masih masuk 10 besar sih tapi pulang sekolah jam 4 terus. Lagian saya takut nanti bahunya ke atas* (*:maksudnya dadanya bidang kali yee..) dan perenang 'kan dadanya rata... belum kulit jadi item! Guru Pendamping: .... melongo ....
KEMBALI KE ARTIKEL