Suatu hari keluar kebijakan baru. Kondektur wajib memeriksa kelengkapan surat angkutan bagi pegawai dan keluarganya yang naik KA. Peraturan itu disebarluaskan dengan SMS dan BBM. Peraturan itu ditanggapi beragam, salah satu tanggapan BBM cukup lucu, "Sama saja mengadu kawan sendiri kalau harus memeriksa kelengkapan pegawai di atas KA. Kita kembali saja ke PJKA (Perusahaan Jonan Kumaha Aing)," demikian bunyi BBM yang mungkin dikirim oleh salah seorang pegawai sambil menghilangkan stress.
14099579001716527596
Pemeriksaan Tiket Petugas memeriksa tiket dan kartu identitas penumpang kereta api di stasiun Jombang, Jawa Timur, . (FOTO ANTARA/Syaiful Arif) ()
Dulu ada aturan pegawai dapat naik KA gratis dengan surat angkutan percuma (SAP) dan surat angkutan dinas (SAD). Namun karena longgar dan permisifnya penegakkan aturan, sanksi, reward kepada karyawan, maka pegawai dan keluarganya dapat memanfaatkan transportasi ini dengan leluasa. Meskipun surat-surat angkutan tidak lengkap, karena longgarnya ketaatan, bahkan ada pegawai palsu, KBD palsu bisa lolos naik KA.
Kurangnya reward dan punishment, tidak sedikit oknum-oknum pegawai memanfaatkan kondisi ini untuk mencari keuntungan pribadi. Pada masa lalu, pegawai bebas dan berani menitipkan orang, kawan, kenalan dan keluarga kepada Kru . Petugas KA menjadi terbiasa menerima sejumlah uang untuk mengijinkan seseorang naik KA karena hubungan kekerabatan, pertemanan dan menerima imbalan uang. Mau naik KA apa saja hampir bisa, cukup menitipkan dan menemui teman yang bertugas di atas KA.
Namun kini di masa Ignasius Jonan, para pegawai dan para petugas telah sama-sama disiplin, sama-sama memahami persyaratan naik KA dan siap menerima sanksi bila melakukan pelanggaran. Pegawai, pensiunan, kelurga telah sadar dan sama-sama takut terkena sanksi setidaknya diturunkan dari KA, mereka malu apabila melakukan pelanggaran di atas KA. Sungguh ini perubahan mental yang luar biasa di internal perusahaan, sebelumnya tak pernah terbayangkan bakal tertib.
Pada masa lalu beberapa kali ditemukan kasus KBD palsu. KBD pegawai atau KBD keluarga dipalsukan agar bisa naik KA secara gratis. Pemalsuan bisa melibatkan orang dalam maupun merekayasa dengan memanfaatkan teknologi komputer yang cukup canggih. Tingginya tingkat pelanggaran para pegawai dan keluarganya saat memanfaatkan fasilitas gratis ini juga telah memicu kru KA ikut-ikutan memanfaatkan peluang ini.
Sebab tidak sedikit para karyawan dari berbagai lapisan membawa keluarga yang tidak berhak, misalnya keponakan, ipar dan lainnya ikut naik KA gratis. Banyaknya keluarga pegawai naik KA secara gratis tidak dibiarkan oleh jajaran Direksi era 2009. Direksi melihat ketidaktertiban di atas KA bermula dari para petugas di atas KA dan pegawai, merembet ke masyarakat umum.
Menginjak tahun kedua, tepatnya tahun 2010, Direksi mengeluarkan peraturan tata cara pegawai dan keluarga naik KA. Sebelumnya selain pegawai, istri, anak, orang tua kandung dan mertua mendapat fasilitas naik KA gratis. Namun sekarang ada kebijakan, bila keluarga naik KA harus membeli tiket dengan harga 50 % dari harga tiket.
Agar dapat memantau kinerja kondektur, ia wajib melapor setiap bertugas. Selain melapor diri, juga harus melaporkan kejadian di atas KA yang dilayaninya. Kondektur melapor ke pusat kendali operasi daerah. PK/OC daerah melaporkan ke PK/OC Pusat di Bandung. Setiap pagi laporan itu dikirim dalam millis grup PT. KAI, sehingga para pejabat Jawa-Sumatera dapat menerima info tersebut melalui email dan dapat dibuka di HP. Laporan kejadian di wilayah harus ditindaklanjuti para Kadaop/Kadivre yang bersangkutan.
Kebijakan ini untuk mendidik disiplin pegawai PT. KAI sekaligus memberikan contoh, teladan kepada para penumpang, bahwa pegawai PT. KAI juga tertib ketika naik KA. Berbeda dengan jaman dulu, saat kondektur memeriksa, biasanya pegawai atau keluarganya dilewati. Hal ini telah berdampak buruk, ada oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi ini hanya mengangguk, dan kondektur juga tidak berani menegur, hanya dilewati ketika memeriksa tiket di atas KA.
Kejadian-kejadian aneh di atas KA yang terjadi pada masa lalu saat ini tidak terjadi lagi, semua pegawai dari tingkat pelaksana hingga pejabat tertinggi di PT. KAI telah patuh dalam bepergian menggunakan fasilitas KA, baik acara kedinasan maupun acara pulang kampung semua pegawai naik KA. Pegawai mendapat tunjangan transposrtasi dan harus bayar 25 % dengan baju ser R-6. Ketika naik KA pegawai berkewajiban membantu tugas Kru KA bila ada kesulitan menangani permasalahan di atas KA. Bila ingin pakai baju bebas pegawai bayar 100 % seperti penumpang umum.
Misalnya ada penumpang ketahuan merokok di atas KA ada pegawai terdekat melihat kejadian itu, maka pegawai yang naik KA wajib menegur perokok tersebut. Lalu apabila ada penumpang tanpa tiket, ada pedagang asongan masuk ke dalam kereta dan naik KA, pegawai harus ikut serta menertibkan untuk membantu menurunkan pedagang asongan atau penumpang tanpa tiket."
Kewajiban pegawai ketika naik KA berpakaiana R-6 sangat positif bagi perusahaan, karena dampaknya tidak hanya meningkatkan disiplin pegawai, namun dapat mendorong disiplin penumpang KA. Para penumpang kini telah menyaksikan ketika kondektur memeriksa para pegawai naik KA. Sambil bertegur sapa, dengan sendirinya pegawai menunjukkan tiket, sama dengan tiket penumpang umum.
Kondektur wajib melaporkan bila ada penumpang tanpa tiket, tiketnya tidak sesuai dengan KA, salah tanggal dan sebagainya, Kondektur juga dituntut menurunkan pedagang asongan dan melaporkan kejadian itu. Laporan ini wajib setiap bertugas dalam bentuk tertulis pada format yang telah disiapkan bagian operasi. Dengan laporan tersebut, maka dapat diketahui siapa yang berprestasi dan siapa yang tidak disiplin.
Tidak hanya itu, kondektur juga harus berani memeriksa surat-surat bukti diri dan surat angkutan para pegawai yang naik KA. Apabila didapatkan pegawai naik KA tidak dilengkapi surat angkutan, maka kondektur wajib menurunkan pegawai tersebut di stasiun terdekat yang akan dilalui KA. Apabila telah menurunkan pegawai, maka kondektur juga wajib lapor nama para pegawai yang diturunkan tersebut, sehingga bagian SDM dapat memberikan sanksi, setidaknya teguran kepada para pegawai yang melanggar peraturan tersebut.
Keberanian kondektur menurunkan pegawai yang nota bene kawan sendiri merupakan suatu upaya yang luar biasa. Pada awal pemberlakuan peraturan kewajiban kondektur memerika kelengkapan surat angkutan pegawai para kondektur banyak yang ragu, takut dan sulit menegakkan peraturan tersebut. Bahkan pernah ada di salah satu Grup BBM petugas operasi muncul kekhawatiran para kondektur akan berkelahi dengan kawan sendiri.
Kekhawatiran itu wajar, mengingat hubungan kekerabatan di lingkungan PT. KAI sangat erat, sangat harmonis diantara teman-teman karyawan. Hubungan kekerabatan ini tumbuh subur tidak hanya di luar kedinasan, namun termasuk di dalam hubungan kedinasan. Sehingga seorang pegawai ketika bertugas sebagai Kru KA misalnya kondektur, masinis, teknisi KA sering kali dimintai tolong, dititipi kelurga pegawai.
Karena hubungan kekerabatan yang kental, maka Kru KA sulit menolak permintaan kawan. Praktek ini telah berdampak negatif terhadap pelayanan di atas KA, karena yang menitipkan orang atau keluarga pegawai tidak sedikit. KA melewati beberapa wilayah, masing-masing wilayah ada berapa orang nitip, ditotal? tak heran bila KA banyak penumpang pegawai dan keluarganya.
Suatu hari keluar kebijkan baru. Kondektur wajib memeriksa kelengkapan surat angkutan bagi pegawai dan keluarganya yang naik KA. Peraturan itu disebarluaskan dengan sms dan BBM. Peraturan itu ditanggapi beragam, salah satu tanggapan BBM cukup lucu, "Sama saja mengadu kawan sendiri kalau harus memeriksa kelengkapan pegawai di atas KA. Kita kembali saja ke PJKA (Perusahaan Jonan Kumaha Aing)," demikian bunyi BBM yang mungkin dikirim oleh salah seorang pegawai sambil menghilangkan stress.
Komentar tersebut tentu bersumber dari pihak-pihak yang gerah dengan peraturan pegawai ketika naik KA. Dalam Peraturan Dinas, kondektur wajib memeriksa tiket yang sah kepada setiap penumpang KA. Pegawai termasuk penumpang KA, sehingga wajib menunjukkan tiket atau surat-surat yang harus dimiliki ketika naik KA. Sebenarnya Direksi hanya meminta kondektur menjalankan tugas sesuai dengan peraturan, tidak muluk-muluk. Bedanya kalau dulu ada rasa ewuh pakewuh sekarang harus tegas. Ketegasan akan menumbuhkan disiplin di lingkungan pegawai.
Selaian bertugas memeriksa tiket kondektur juga diwajibkan untuk mengendalikan keamanan, ketertiban, dan pelayanan di atas KA. Semua Kru KA mulai masinis, teknisi, petugas restorasi dan OTC di atas KA harus tunduk dan patuh kepada peraturan dan wajib tunduk kepada perintah kondektur untuk menciptakan KA yang tertib, aman dan nyaman.
Para awak KA kini memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan tugas sesuai peraturan yang sudah diatur dalam peraturan dinas. Sebenarmya semua aturan sudah ada. Larangan penumpang naik di lokomotif, disambungan dan harus bertiket, semua ada, sekarang tinggal mengembalikan dan meminta tanggung jawab kepada para petugas di atas KA.
Umumnya pegawai khususnya pejabat memilih kelas eksekutif apabila perjalanan dinas atau pulang kampung dua mingguan. Karena para pejabat lebih banyak menggunakan kelas eksekutif, sedangkan produk PT. KAI tidak hanya eksekutif, yaitu kelas bisnis, ekonomi AC dan kelas ekonomi. Untuk mendorong kepedulian dan punya tanggung jawab memperhatikan kelas bisnis dan ekonomi, Direksi melarang pejabat setingkat Junior Manager ke bawah naik kelas eksekutif. Mereka mendapat jatah kelas bisnis, tujuannya agar ikut mengawasi dan menjaga produk di kelas menengah ini.
Mereka para Junior Manager, KUPT hanya diperbolehkan naik di kelas bisnis dan ekonomi. Semula ada protes dari beberapa orang Junior Manager yang merasa haknya dipangkas, dan hanya diberi kelas bisnis dan ekonomi. Namun setelah mereka diberi pengertian agar mereka bertanggung jawab dan ikut dalam memelihara, mengawasi pelayanan, mereka sadar bahwa kita harus berbagi tanggung jawab dalam pengawasan kereta kelas bisnis dan ekonomi.
Seperti kebijakan tidak populer lainnya, kebijakan pegawai harus membeli tiket ketika naik KA juga mendapat protes sebagian kecil pegawai. Melalui berbagai media komunikasi antar karyawan, mereka ada yang menggerutu dengan kebijakan baru tersebut. Namun untuk mengcover biaya tiket, para pegawai telah diberi uang transportasi yang cukup, sehingga protes itu tidak beralasan bila pegawai tidak mau membayar. Ternyata bisa tertib. ###.