.
.
Opini Ngrasani: (SPMC) Suhindro Wibisono.
.
Bursa pencalonan Cagub DKI mulai rame, petahana masih menduduki survei tertinggi, lalu banyak tokoh dari pihak seberang menyikapi survei tersebut sebagai survei yang bisa saja sengaja melebih-lebihkan, dilanjut memberikan contoh ketika waktu itu survei Foke lebih tinggi kenapa Jokowi yang menang? Kata mereka, itulah tanda bukti rekayasa survei, ketika itu Foke adalah petahana mirip seperti AHOK saat ini, jadi pasti survei itu adalah tidak benar! SAK KAREPMU ......
.
Survei memang ada bermacam tujuan, ada yang bertujuan netral apa adanya karena ingin tahu, ada yang bertujuan menggiring opini, mencari popularitas, menakut-nakuti lawan, dan mungkin kepentingan lainnya. Ketika waktu itu ada konsultan politik ARB (Golkar) lalu membuat survei dan hasilnya mengunggulkan ARB, itu hal yang sangat mudah ditebak arah surveinya bukan? Lalu aliansi survei yang menggiring opini Prabowo yang awalnya tertinggal jauh berhasil mendekati pesaingnya, tapi sayangnya justru berakhir dengan mengorbankan rakyat awam yang tidak paham permainan survei, itulah sebab sampai saat ini masih banyak yang gagal move on tidak rela jagoannya kalah. MENYEDIHKAN .....
.
Apakah AHOK ada aliansi dengan penyelenggara survei? Yang membiayai? Atau ada kaitan secara emosional sehingga penyelenggara survei punya konflik kepentingan? Itulah pertanyaan penting yang harus dijawab oleh tokoh-tokoh politik yang mempunyai hak veto bisa menetukan riuhnya perpolitikan negeri ini. Kalau saya sebetulnya sangat simpel menilai tentang Gubernur DKI - Basuki Tjahaja Purnama (AHOK), apakah Jakarta ada perubahan menuju kekebaikan? Apakah Ahok pernah terlibat kasus korupsi? Kan ngenes kalau ada partai mencalonkan jagoannya yang mantan narapidana, jangan lupa rekam jejak, susah dipahami ada manusia yang ujug-ujug berubah jadi malaikat setelah sebelumnya jadi iblis, semuanya butuh proses bukan? Ukuran paling gampang adalah, ketika ada tokoh yang ingin menjadi Cagub, lalu menghujat petahana dari sisi SARA, menjatuhkan dengan tuduhan bahwa petahana tidak jujur tapi tidak bisa membuktikan, pasti itulah mereka yang lebih jelek dari sang petahana sendiri. LUPA RASIONAL ....
.
Jadi sangat penting melihat siapa yang melakukan survei, utamanya adalah kenetralan penyelenggaranya, lalu apa yang dipertanyakan dalam survei tersebut. Untuk masalah Gubernur DKI ketika survei itu menyangkut tingkat kepuasan publik, itulah yang terpenting dari pada masalah kepopulerannya, karena kepopuleran memang bisa dikarenakan yang bersangkutan sedang jadi petahana bukan? Jangan lupa rakyat adalah juri terbaik, bukan tokoh-tokoh politik, perhatikan ketika Ahok sedang ada acara dimana saja, bagaimana sambutan rakyat? Ketika datang ke Singapura waktu itu, orangnya masih belum jalan kebandara dinegerinya sendiri, tapi temen saya malah ada yang ngabari bahwa Kedubes Indonesia di Singapura sana malah sudah bejibun yang ngantri ingin jumpa Ahok. Dan yang terakhir ketika lihat acara Kick Andy @Metrotv, setelah acara selesai semuanya ngantri ingin berfoto ria bersama AHOK, kalau bukan karena disuka kejujuran, kebijakan dan kerjanya, lalu apanya lagi? JADILAH PENGAMAT .....
.
PKB ketuanya masih Cak Imin toh, lalu sekarang “berwacana” menjagokan musisi Ahmad Dhani sebagai Cagub DKI. Hemmmm .... ingin mengulang popularitas ketika mewacanakan Rhoma Irama sebagai Capres, kali ini strategi yang tidak istimewa menurut saya, tapi karena sudah lama PKB tidak ada beritanya, maka sebagai bahan bakar agar terberitakan boleh juga rasanya, karena kalau menganggap Cak Imin tidak tahu Ahmad Dhani tidak mungkin menang pastilah kebangetan bukan? Tentang Rhoma dulu ngelesnya karena tidak bisa menetukan sendiri Capres karena perolehan suaranya kurang, tapi PKB sudah menuai keuntungan karena pada Pemilu Legislatif meningkat perolehan suaranya, dan itu juga karena sumbang kerja dari Mahfud MD, Rhoma Irama, dll. Andai waktu itu perolehannya cukup sekalipun, yang dimajukan perasaan saya kok Mahfud MD. Kalau sekarang, memang PKB sendirian cukup suaranya untuk mencalonkan Ahmad Dhani? Jadi masih ada alasan untuk ngelesnya lagi, “partner tidak setuju menjagokannya”, yang penting sudah terdongkrak lagi pemberitaannya bukan? Dan PKBpun juga membackup nama Ridwan Kamil sebagai calon yang lain. JANGAN KAGET INI POLITIK ......
.
Diatas kertas saat ini, saya masih menjagokan AHOK, dan itupun sudah pakai pertimbangan dari segala sudut. NASDEM adalah partai rasional karena mendukung AHOK tanpa syarat. Setidaknya kecipratan citra positif juga bukan? Dan itu adalah kalkulasi terbaik yang bisa diambil secara rasional, pertama, karena iya menjadi yang pertama, kedua, apalagi yang bisa diperas dari “kegilaan” AHOK? Lha wong partai Gerindra saja juga berani ditinggalkannya, apalagi untuk jabatan ke dua nanti, saya rasa pertimbangan Ahok akan “lebih gila” bukan? Karena tidak boleh menjabat tiga kali.