Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

"Rupiah Mabuk, Apa Presiden Juga Mabuk?"

8 Oktober 2015   01:21 Diperbarui: 8 Oktober 2015   01:26 802 10
"RUPIAH MABUK, APA PRESIDEN JUGA MABUK?"
.
Opini Mabuk | (SPMC) Suhindro Wibisono


KETIKA hari ini pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid 3, bersamaan pula rupiah menguat drastis. Lalu semua tipi mengupas dengan dialog-dialog oleh para ahli, hampir semua para ahli mengatakan bahwa hal penguatan rupiah itu adalah faktor external, tentu saja Menteri pembantu pemerintah juga mengatakan bahwa kebijakan jilid 3 diterima positif oleh masyarakat dan kalangan usahawan. Begitulah kenyataannya, saling klaim berebut kebenaran untuk sesuatu yang tidak dapat diukur kebenarannya dengan pasti, jadi tidak bisa disalahkan apapun pendapatnya.

KETIKA sebelumnya rupiah turun dengan drastis dalam tempo sesingkat-singkatnya, hanya dalam tempo beberapa hari sudah akan tembus ke 15 ribu, sementara pemerintah juga merasa fundametal ekonomi "tidak ada masalah", lalu pengamat yang juga merangkap politisi atau pengamat yang negatif sudut pandangnya terhadap pemerintahan saat ini, mengatakan: pemerintah tidak kredibel ; tidak dipercaya pasar ; gagal ; yang seharusnya diganti bukan Menteri tapi Presidennya. Itu jelas sudah kebacut, terlalu tampak nyinyirnya, atau justru belum move on? Dan sayangnya kebanyakan tipi lebih suka mengangkat hal-hal semacam itu, hanya satu dua tipi yang terlihat tidak memihak dan mengundang pengamat yang lebih netral. Maaf kalau saya salah duga, karena sangat mungkin itu juga tergantung dari sudut pandang saya, ketika ada yang menilai negatif maka saya katakan tidak pro, sedang yang menilai positif saya katakan pro. Jadi sebetulnya semua tergantung sudut pandang ya?

KETIKA hari ini kurs rupiah dikisaran 13.800 per satu dolar Amerika, sedangkan kemarin 14.250, pendapat "ngawur" menurut saya itu jelas faktor external. Sekaligus mengomentari para pengamat yang tidak konsisten, ketika rupiah melemah banyak yang tereak pemerintah tidak becus, tapi ketika rupiah menguat dikatakan karena faktor external. Karena ukuran faktor external adalah jika banyak negara juga terdampak, sedangkan faktor internal itu jika hanya negara ini saja yang terdampak. Bukankah hari ini Ringgit juga menguat sangat signifikan terhadap dollar Amerika? Dan sebetulnya yang terpenting adalah posisi keterpurukan negara ini dibanding negara-negara lain, juga cadangan devisa-nya. Bukankah kenyataannya kita tidak diposisi jelek-jelek amat?

KETIKA juga ada yang kecewa karena harga premium ternyata tidak turun, tapi solar turun 200 rupiah menjadi 6.700,- per liternya, semoga itu tidak mengecewakan banyak rakyat. Karena kalau toh seandainya premium diturunkan 500 rupiah per liter, percayalah hal itu hampir tidak berpengaruh apa-apa kepada dunia usaha, pengusaha kita sudah biasa maunya menang sendiri, kalau harga BBM naik, harga-harga barang akan ikut naik bahkan sebelum harga BBM itu sendiri di naikkan, tapi kalau harga BBM turun harga barang hampir tidak ada yang turun, dan itu sudah sering terbukti pada waktu-waktu sebelumnya. Coba kita amati untuk buktikan, apakah dengan turunnya solar 200 rupiah akan ada harga barang yang turun? Bukankah banyak kendaraan angkutan barang yang juga menggunakan bahan baka solar?

KETIKA waktu itu anak saya tanya tentang apa maksudnya China mendevaluasi mata uangnya, sementara rupiah melemah kita kok seperti kebakaran jenggot?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun