Diawali dengan memaknai kembali hakekat perpustakaan yakni sebagai wahana atau tempat untuk tumbuh dan berkembangnya kretivitas dan munculnya gagasan dan pengetahuan baru serta mengonfirmasi pemikiran yang belum kukuh melalui data dan bacaan yang tersedia di perpustakaan. Lalu mengidentifikasi masalah. Menata ulang program yang masih berserak agar lebih fokus dan tidak banyak tumpang tindih diantara satuan kerja. Diikuti dengan sosialisasi dan mengawal pelaksanaan program kerja Perpunas.
Ada tujuh permasalahan dalam pengembangan budaya baca dan literasi, Yaitu:
1. Tingkat kecakapan literasi siswa dan Masyarakat masih rendah
2. Tingkat budaya/kegemaranmembaca siswa dan Masyarakat masih rendah
3. Ketersediaan bahan bacaan yang sesuai dengan minat calon pembaca masih jarang
4. Standar fasilitas perpustakaan yang tidak seragam dan umumnya masih rendah
5. Standard kompetensi pengelola perpustakaan yang sangat beragam
6. Variasi program yang disediakan sering tidak menarik Masyarakat
7. Banyak naskah Nusantara terbengkalai dan/atau belum dimanfaatkan setelah dionservasi dan digitalisasi
Â
Kebijakan yang akan dilakukan melalui penetapan 3 program utama: 1. Pengembangan budaya baca dan kecakapan literasi. 2. Â Standardisasi dan akreditasi perpustakaan. 3. Pengarusutamaan naskah Nusantara. Kebijakan diikuti dengan program intervensi dan rekomendasi untuk pemerintah daerah
1. Pengembangan budaya baca dan kecakapan literasiÂ
   Program Intervensi
- Penguatan 10.600 perpustakaan di Tingkat desa/kelurahan (600 TPBIS:10.000 desa baru dan TBM) @ perpustakaan 1.000 buku dan 1 rak buku
- Pojok baca digital di 100 lokasi
- Fasilitasi/supervise 100 perpustakaan khusus dan 900 perguruan tinggi
- Layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial di UPT Perpustakaan Proklamator  untuk 2.150 orang
- Pengadaan 358.102 koleksi perpusnas dan 643.735 langganan jurnal elektronik
- 781 perpustakaan tergabung dalam jejaring perpustakaan