Bukan persoalan besarnya UMK yang kemudian membuat para buruh untuk berunjuk rasa setiap tahunnya, melainkan besarnya kebutuhan hidup di Batam yang jauh melampaui kota-kota lain di Indonesia, bahkan mungkin di Jakarta. Sepiring nasi di tambah
 teh obeng (es teh) di warung dan kedai di Batam, rata-rata dijual seharga Rp20 ribu. Di warung ala kadarnya di mall, harga seporsi yang sama bahkan bisa membengkak hingga Rp40 ribu.
Belum lagi harga perumahan yang tidak bisa di jangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, hingga bermunculanlah rumah-rumah liar yang kumuh dan menjadi sarang kriminal.Belum lagi transportasi yang buruk dan  mahal, biaya sekolah yang tinggi meskipun SPPnya  gratis, tapi uang beli buku, LKS, Komite, uang pemantapan bagi yang mau lulus sekolah dan lainnya yang tentu tidak sedikit.
KEMBALI KE ARTIKEL