Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Artis Berhak Memimpin Negeri Ini!

19 April 2010   00:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 345 0
[caption id="attachment_121527" align="alignright" width="214" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Artis dan para selebriti lain yang non artis, sebagaimana halnya dengan warga negara biasa lainnya, berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pemimpin bangsa. Tapi mengapa belakangan ini timbul wacana pro-kontra tentang hal ini? Penyebabnya adalah karena begitu banyak artis-artis, terutama aktris filem/sinetron dan penyanyi wanita yang selama ini dikenal “berani” tampil erotis dan seronok diatas pentas, yang maju mencalonkan diri dan dicalonkan oleh beberapa Parpol untuk menjadi Calon Wakil Bupati atau Calon Bupati. Walaupun hak-hak mereka untuk mencalonkan diri atau dicalonkan itu dijamin oleh Konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku, ada sebagian besar dari kalangan masarakat kita yang merasa terusik rasa kepatutannya atas hal ini. Rasa kepatutan masarakat yang terusik ini sulit untuk dirumuskan kedalam kata-kata argumentatif oleh masarakat sendiri. Disinilah kita memerlukan kehadiran dan kearifan para pemimpin masarakat atau para pengamat politik yang mampu menterjemahkan uneg-uneg masarakat ini. Rasa kepatutan masarakat yang terusik ini tidak boleh dibiarkan berkembang menjadi ketidak-puasan latent, yang membara di dalam kalbu masarakat bagaikan api dalam sekam.

Hak-hak warganegara untuk memimpin negeri ini dijamin oleh Konstitusi. Undang-Undang Dasar 1945 Bab II tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara Pasal 6 menyatakan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak lahir, tidak pernah melepaskan kewarganegaraan Indonesia atas kehendak sendiri, tidak pernah berkhianat terhadap negara dan mampu secara jasmani dan rohani untuk menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Bab V tentang Pemerintah Daerah Pasal 18 Ayat 4 disebutkan bahwa pejabat Gubernur, Bupati dan Walikota beserta wakil-wakilnya dipilih oleh rakyat secara demokratis. Ini berarti bahwa semua warga negara Indonesia yang memenuhi sarat-sarat tersebut diatas bisa dan berhak untuk mencalonkan diri dan dicalonkan untuk menjadi Pemimpin. Di tingkat pelaksanaan masih ada lagi sarat-sarat teknis yang harus dipenuhi oleh bakal Calon ini, yang diatur oleh Undang-Undang. Ini berarti bahwa secara legal, artis dan selebriti lain yang non artis, tidak hanya berhak untuk menjadi Wakil Bupati, Wakil Walikota atau Wakil Gubernur saja, tapi jadi Presidenpun bisa. Lalu dimana letak rasa kepatutan masarakat yang terusik tersebut? Ada dua hal pokok yang menjadi sumber permasalahan . Yang pertama bersumber dari diri pribadi si Calon itu sendiri. Faktor apa yang mendorong mereka berani untuk maju sebagai Cawabup, misalnya? Yang kedua, siapa yang mencalonkan mereka? Dan apa dasar pertimbangannya?

Menurut akal sehat umumnya masarakat mengharapkan Pemimpin yang pandai memimpin bangsa ini ke arah yang lebih baik. Kemampuan untuk memimpin bangsa dan negara ini dimulai dari kemampuan untuk mengendalikan ego pribadi sendiri dan kemampuan untuk memimpin keluarga dan lingkungannya. Bila untuk hal-hal yang kecil ini si Calon sudah tidak dapat menunjukkan kemampuannya, bagaimana masarakat bisa mempercayakan tanggung-jawab yang lebih besar? Seorang Calon panutan yang tidak mampu membedakan mana akhlak yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya, pasti tidak akan mampu untuk melakukan hal yang sama untuk bangsa dan negaranya. Seorang artis yang mempunyai rekam-jejak yang tidak baik atas akhlak dirinya sudah sepantasnya dianggap tidak patut untuk diajukan sebagai Calon Pemimpin baik di tingkat daerah maupun di tingkat Pusat. Bagaimana jadinya bila seorang Pemimpin mempunyai latar belakang yang tidak baik seperti pernah diketahui melakukan zina, berselingkuh, kumpul kebo dengan orang asing, berfoto seronok di dunia maya yang dapat di akses dengan mudah di berbagai situs. Bagaimana ia akan mampu menegakkan wibawanya bila menghadapi hal-hal seperti itu nantinya? Apalagi jika hal-hal yang kurang baik tersebut diatas dilakukannya karena dibayar. Coba bayangkan jika seorang Pemimpin Bangsa, seorang Pemimpin Daerah bisa dibayar untuk melakukan apa saja? Ini adalah hal pokok pertama yang menjadi sumber terusiknya rasa kepatutan masarakat.

Prostitusi Politik

Hal pokok yang ke dua adalah Parpol-Parpol mana yang telah begitu “tega” mengajukan para selebriti dengan latar belakang kehidupan yang kurang baik ini sebagai bakal Calon? Apa motivasinya? Parpol memang merupakan representasi kepentingan sekelompok rakyat. Parpol berhak untuk mengajukan bakal calon untuk diajukan sebagai Calon Presiden, Calon Wakil Presiden, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota. Umumnya, parpol mempunyai banyak kader Partai yang bisa dicalonkan. Tapi mengapa mereka tidak mengajukan bakal calon dari kader-kader Partai ini? Bila Parpol tidak mempercayai kader Partainya sendiri untuk menjadi bakal Calon, berarti Parpol ini mengakui kegagalan mereka dalam melakukan pembinaan kader-kader Partainya. Yang paling dikuatirkan oleh rakyat adalah bahwa Parpol sengaja mencari figur terkenal yang dapat dikendalikan demi kepentingan politik Partai. Bila hal ini benar, maka Parpol mengajukan bakal Calon dari luar lingkungan Partai untuk dijadikan “boneka”. Dalam kaitan ini, maka Parpol telah melakukan praktek pelacuran politik kepada rakyatnya sendiri. Lebih gawat lagi bila sang bakal Calon yang diajukan oleh Parpol ini juga setali tiga uang melakukan praktek prostitusi politik juga. Sang selebriti/artis “menjual” ketenaran namanya untuk sebuah jabatan publik, Parpol menjual platform politiknya untuk menempatkan seseorang pada jabatan publik. Kasihan, kepentingan rakyat yang akan jadi korban. Untuk menghidari persekongkolan politik yang kotor, akan lebih sportif bila para artis/selebriti diberi kesempatan untuk maju mencalonkan dirinya sendiri sebagai calon independen dengan visi dan misinya sendiri.

Jadi, yang menjadi permasalahan utama disini adalah bukan kedudukan calon itu sebagai artis atau bukan artis, selebriti atau bukan selebriti, tetapi karakter dan akhlak pribadinya. Kelebihan artis dan selebriti adalah ketenaran nama mereka. Rakyat kecil yang tinggal dipedesaan tidak akan menyadari akibat yang akan timbul di kemudian hari bila kita salah memilih Pemimpin. Salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sebagaimana tercantum di dalam alinea ke empat Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu maka durhakalah kita bila secara sadar dan sengaja memanfaatkan kebodohan rakyat untuk kepentingan politik sesaat.

Jakarta, 18 April 2010

Suhandi Taman Timur

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun