kusulut batang rokok klobot tersalut ampas kopi. kunyahan singkong rebus menjelma getuk lindri. kelebat bini memetik terong, petai, cabe, bahan ragi sekedar menyaji menu sarapan pagi. anak-anak terlambat bangun di musim liburan sesekali, paling-paling hanya bisa melancong di pematang desa bukit tinggi
berita koran, radio, televisi masih kedengaran aneh. beras, kedelai, madu ajeg dipasok luar negeri. unsur hara tanah di sini tidakkah bertahan setia, kudengar sekelompok penghulu botani enggan menyemai bibit atau sebarkan pupuk olahan beta
wahai petani, nelayan, dan perajin, siapakah wakil rakyat kita di istana? sudahkah punya jejaring massa terpilin-ikat semangat bela sepanjang katulistiwa, dari tanah rencong di timur hingga puncak soekarno di barat? sambil minum kopi tubruk buatan perhutani, mengasam cengkeh kendari, menghisap kretek tembakau lintingan demak atau kediri, menyuling teh cap pasundan kota hujan, kita ingat saja lagi, kenapa memilih mereka jadi wali? sementara, boleh dijawab dengan kerja rodi, berteman matahari, menanam, menyiangi, merawat bumi. agar saat panen nanti tak sampai terlalu kecewakan rombongan bapak bupati
tak usah ikutan menyusul teman nimbrung kongkow di kantor mantri. tak perlu mengelus nadi lipatan rupiah tinggal beberapa lembar terselip di celana atau peci. sama saja juntrungnya, kopipaste nasib tani dikebiri ulah bangsa sendiri. tapi kalau berani, lihatlah perangai teman kita di pulau garam, menancap baleho bernada geram: selain tretan dilarang bertanam tembakau di karang trunajaya. entah, drama kasat apalagi meretas bumi madura.