Rekaan orang tua selalu seperti obat pereda yang tidak akan pernah menyembuhkan. Penyakit itu sudah ketentuan Yang Maha Kuasa. Menyelimuti Negeri Insulinde yang dikuasai Perompak.
  Ayahanda berkhidmat sepenuh jiwa, sepenuh raga, ganjarannya hanya pengkhianatan yang tak pernah ada ujungnya. Selalu begitu hingga Matahari tak ada lagi.
  Mengeraskan kepala, batu mana pun kalah, kecuali meteor. Tegas dan optimis, untuk selalu berpihak pada kesalahan.
  Hortikultura merambat cepat, merenggut batu dari kebatuannya, lapuk merasuk mengacak-ngacak kekerasan hingga yang tinggal hanya kematian dan penyesalan.
  Saling bantu dalam menutupi keburukan yang nyata betul buruk. Menepis setiap apa pun, yang mencoba merusak ikatan kebejatan berkedok kebaikan, keharmonisan, juga kebahagiaan.
  Bibir selalu ramai, sibuk kikuk membela, menutupi kebobrokan komplotan dan diri sendiri. Selalu menghibur diri, dengan pernyataan paksaan, kalau diri serta komplotan, adalah makhluk-makhluk pilihan Tuhan yang paling sukses.
  Ternyata, ada yang baru tahu, tentang arti sukses sesungguhnya adalah tinggal di ketiak mertua. Kepalang cerdas, cadas menumpas apa pun yang dianggap tak searah dan selalu membuat cemas.
  Padahal, diri sendiri adalah benalunya benalu. Sampahnya sampah. Percaya diri menembus ambang batas Bentala. Saraf malu telah mati berjuta tahun silam.
  *
  Teach De Ghlanmheabhair Darurrozaq, Rabu 18 Jan 2023, 8:27, halub