Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Biasa Memang Begitu Awalnya

31 Maret 2022   09:54 Diperbarui: 31 Maret 2022   10:00 87 0
   Mereka berkumpul, berbincang dalam balutan keramahan dan pembelajaran. Antusias menuntun yang dituntun agar bisa langgeng layaknya mereka, katanya, "Badai terkejam pun telah kita lalui."

   Kami yang mendengar itu terkesima. Patriotisme kental dari kata-kata mereka yang meluap begitu saja, tak terbendung. "Harus tabah ya Nak, terutama kamu." Ibu itu mengarah kepadaku. "Kamu pemimpinnya." Lanjutnya. Awalnya aku hanya menyimak dan setuju serta sepakat akan kata-kata mereka.

   Bapaknya tak mau kalah dari istrinya, aku pun menyiapkan telinga untuk nasehat baiknya, pun yakin pasti tak kalah hebatnya kata-katanya. "Kamu harus banyak sabar, jangan lupakan ini; tekankan untuk selalu di barisan pertama dalam ritual itu.

   "Ritual setelah isyarat fajar, merapalkan 'raja permohonan maaf di pagi dan sore hari', setelah semua itu, dengan izinNya kamu akan bisa melalui hari-hari berat, rasanya terlalui begitu saja. Dunia ini hanya sementara." Jakunku naik turun tercenung.

   Si Ibu pun membuat final yang apik. "Bukannya kalian udah pada tau, 'Wal akhirotu  khoiru laka minal uula', jangan terlalu ngoyo cari dunia ini, semampunya aja, dunia ini hanya persinggahan semata. Biasa begini mah." Dengan melirik agak aspal ke arahku.

  "Biasa, semua memang begitu awalnya, gak ada yang instan. Dulu Bapak juga gitu, jualan es, makan seadanya." Mendengar kata-kata epilog itu terhempaslah diriku.



   




KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun