Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Mewujudkan Pepustakaan Ideal

17 November 2012   03:04 Diperbarui: 17 April 2024   14:06 228 0
Menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang ramah bagi siapapun untuk dikunjungi merupakan tantangan tersendiri. Bukan rahasia, jika kenyataanya perpustakaan diidentikan dengan tempat yang kolot dan kaku seperti museum. Hanya orang orang memiliki kepentingan tertentu seperti mencari bahan untuk menulis artikel, mengerjakan tugas kuliah atau skripsi yang mengunjunginya.
 
 Sedang masyarakat umum, dari segala profesi seperti ibu rumah tangga, anak anak, orang tua, pedagang, buruh dan pekerja sepertinya amat langka dijumpai di perpustakaan. Kita tentu tak menghendaki perpustakaan hanya ‘dimiliki’oleh sebagian pihak saja’. Musti ada upgrading kualitas agar kehadirannya dapat mengakomodasi kepentingan semua kalangan.

 Problema Minat Baca
 Lesunya tingkat kunjungan ke perpustakaan tercermin dari Laporan Human Development Report yang dikeluarkan UNDP pada 2008/2009.  Di mana disebutkan bila minat baca bangsa Indonesia menduduki peringkat 96 dari negara negara di seluruh dunia. Hal yang dapat membuat miris tentu saja. Karena terjadi saat pemerintah sedang gencar mengkampanyekan wajib belajar 9 tahun.

 Memang terdapat alasan mengapa budaya baca jadi demikian lesu di Indonesia. Faktor kemiskinan berada pada urutan pertama. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data pada 2008, di Indonesia terdapat 32,8 juta rakyat miskin. Seperti disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya, aktiftas baca memilki kaitan dengan kemampuan masyarkat dalam membeli buku atau koran.

 Hal lain adalah faktor ekspansi informsi. Ekspansi informasi yang menyerang melalui media mainstream dapat menyebabkan blunder bagi mereka yang tak dapat waspada. Sifatnya yang audio visual jauh lebih menarik ketimbang lembaran buku yang tebal dan kaku. Terbukti berdasarkan data BPS yang dirilis pada 2006, masyarakat kita lebih banyak menonton televisi TV (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) dalam mengakses informasi.

 Adapun faktor terakhir adalah karena mandulnya fungsi perpustakaan sendiri. Masih terdapat anasir anasir negatif bila kita mendengar kata perpustakaan. Seperti disampaikan di atas, kesan kolot dan kaku langsung tergambar bila langunjungi tempat yang satu ini. Kemudian masalahnya diperparah dengan minimnya program alternative yang digagas oleh pengelola.
 
Perpustakaan Ideal
 Bila menghendaki perubahan sudah selaiknya perpustakaan perpustakaan kita berbenah. Hal paling esensial yang mula mula musti direalisasikan ialah mengubah paradigma. Ikhtiar yang dapat ditembuh ialah menjadikan perpustakan bukan hanya sebagai tempat menyimpan dan membaca buku tapi juga sebagai learning center  atau pusat belajar. Harapan besarnya adalah tercipta kesadaran di masyarakat bila perubahan bisa digagas dan diraih dengan cara meningkatkan pengetahuan. Pencerahan intelektual menjadi sasaran utamanya. Mereka yang datang tak lagi bersifat insdental tapi benar benar menjadi pengunjung yang loyal karena dapat menemukan solusi atas persolan persoalan yang sedang mereka hadapi. Dengan begitu setiap orang merasa terwakili kepentingannya.

 Karenanya guna mewujudkan cita cita tersebut, selaiknya perpustakaan di tanah air mengejawantahkan tindakan nyata dalam tiga hal berikut,

1. Pembenahan Sarana Fisik

 Dalam hal ini kita dapat belajar dari Perpustakaan Iskandariah Mesir. Setelah 20 abad porak porandari lantaran dibakar pasukan Julius Caesar, kini Isknadariah berdiri lebih megah dibanding sebelumnya. Yang menarik, selain dapat menampung delapan juta judul buku, terdapat pula berbagai fasilitas pendukung yang lengkap. Seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk mempermudah mencari katalog buku. Adappun pada ruang bacanya dapat menampung sebanyak 1700 orang. Fasilitas tambahan lain adalah ruang konfrensi, ruang Khusus tuna netra, pustaka bagi anak-anak dan museum manuskrip kuno.

 Dari Iskadariah kita dapat belajar bila totalitas dan dedikasi yang utuh dapat mewujudkan cita-cita memiliki perpustakaan ideal. Meski levelnya tak serta merta menyamai perpustakaan tertua di dunia itu,  paling tidak kita dapat mengambil ancang ancang soal langkah apa yang dapat dilakukan untuk membenahi perpustakaan perpustakaan kita. Klaim pemerintah soal 20% anggaran pendidikan musti diwujudkan dalam bentuk investasi jangka panjang dibidang kepustakaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun