Ing ngarso sung tulodo berarti yang di depan menjadi contoh/ panutan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan dirinya sebagai panutan, bahwa apapun langkah-langkah hingga kepada penentuan keputusan yang dilakukannya akan menjadi contoh dikemudian hari bagi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya. Sehingga dalam penentuan keputusan terutama yang menyangkut dilema etika, seorang pemimpin harus memberikan tindakan dan perkataan yang terpuji dan berlandaskan nilai kebajikan universal.
Ing madya mangun karso berarti di tengah berbuat penjalaran (keseimbangan). Seorang pemimpin dalam menerapkan pengambilan keputusan hendaknya menempatkan dirinya pada posisi seimbang antara dua pilihan dilema etika, Tidak memihak kepada sebuah pilihan, apalagi melibatkan ego atau kedekatan emosional. Selain itu dalam penentuan keputusan selayaknya mempertimbangkan prinsip melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda. Artinya, seorang pemimpin harus mampu menempatkan dirinya dalam posisi masing-masing antara dua kepentingan dilema etika tersebut. Melihat sebuah kasus dari sisi berbeda, dengan maksud agar semakin banyak pertimbangan nilai-nilai kebajikan yang menjadi bahan dalam penentuan keputusan.
Tut wuri handayani berarti di belakang membuat dorongan. Seorang pemimpin dalam melakukan langkah pengambilan keputusan diharapkan mampu mendorong munculnya ide-ide pendukung dari para penentu kebijakan di sekolah ataupun orang-orang yang terlibat dalam dilema tersebut. Â Ide-ide tersebut lahir dalam proses kolaborasi ketika melakukan langkah penentuan keputusan terkait dilema etika. Sehingga dalam hal ini seorang pemimpin bukan memaksakan sebuah keputusan namun keputusan tersebut lahir akibat dari langkah-langkah penentuan keputusan dengan mempertimbangkan prinsip dan paradigma serta dasar-dasar dalam pengambilan keputusan. Â