Sejak zaman Einstein, telah terbukti bahwa pemikiran tentang waktu mutlak seperti itu hanyalah mitos bahkan mistik belaka. Waktu pernah tidak ada, waktu juga pernah lahir dan waktu juga akan hilang. Bagaimana membayangkan sesuatu sebelum dan sesudah waktu tiada? Tidak usah repot, tidak perlu dibayangkan karena itu bukan bagian dari semesta.
Waktu juga relatif, ada perbedaan waktu yang dialami benda yang diam dengan benda yang bergerak cepat karena bisa melentur (berdilatasi).
Curiga dengan kebenaran fakta ini? Mari kita melihatnya.
Bayangkan kamu berada dalam pesawat yang bergerak ke kanan dengan kecepatan tetap v. Nah di langit-langit pesawat itu ada sebuah cermin yang berjarak h dari kamu. Kamu menyorotkan cahaya senter ke atas dengan kecepatan c ke arah cermin tersebut. (Kecepatan cahaya c 300.000 km/detik dipostulatkan sebagai sesuatu baku). Bagimu, cahaya akan bergerak lurus ke atas, mengenai cermin, dan memantul kembali, bergerak lurus ke bawah, menuju kamu. Sampai di sini, tidak ada yang salah ya? Menurut perhitunganmu, cahayamu membutuhkan waktu sebanyak dua jarak dibagi kecepatan alias 2h/c untuk melakukan perjalanan dari kamu, mengenai cermin, dan kembali lagi ke kamu. Jadi misalkan jarak antara kamu dan cermin adalah 300.000 km (ini hanya untuk mempermudah perhitungan saja), maka dibutuhkan waktu sebanyak dua detik untuk kembali.
Nah sekarang aku menjadi pengamat dari luar pesawat. Aku diam pada posisiku, jadi kau terlihat bergerak bersama pesawat ke arah kanan dengan kecepatan v. Saat kamu menyorotkan cahaya ke cermin, bagiku cahaya itu tidak bergerak lurus ke atas, namun agak sedikit condong ke kanan. Tidak paham? Kita sama-sama yakin cahaya itu menuju cermin, tapi pada saat itu waktu berlalu dan pesawat sudah semakin kanan. Dalam koordinat ruang yang kuanggap statis, cermin itu sudah berada agak ke kanan. Tapi kau yakin cahaya itu merambat lurus ke atas dan menabrak cermin dalam satu garis lurus. Siapa yang benar? Aku juga yakin cahaya itu menabrak cermin, tapi dengan lintasan ke kanan. Demikian juga saat cahaya kembali memantul dari cermin, bagiku lintasan tidak tegak lurus walau hukum fisika di pesawat itu memastikan dengan sahih gerakan itu tegak lurus. Tetapi percayalah kedua-duanya sama-sama benar. Jadi bagi kita saja ruang sudah relatif.
Nah sekarang kita lihat ketidakmutlakan waktu. Nah, karena kecepatan cahaya itu tetap dan tidak bisa lebih besar dari c (300.000 km/detik) maka haruslah ada komponen lain yang relatif. Karena bagiku lintasan cahaya itu melengkung ke kanan, jarak yang ditempuh cahaya untuk keluar dari senter, mengenai cermin,dan kembali lagi ke dirimu juga akan bernilai lebih besar dari 2h. Dengan perhitungan matematis sederhana, dapat dihitung bahwa dari kerangka acuanku, cahaya membutuhkan waktu sebanyak 2h/sqrt(c^2 - v^2) untuk melakukan perjalanan dari kamu - cermin-kamu. Benar tidak?
Nah misalkan h = 4c detik (alias 1.200.000 km) dan v = 0.6c ( 6/10 kali kecepatan cahaya)
•Bagimu, cahaya melakukan perjalanan dari kamu, mengenai cermin, dan kembali lagi ke kamu selama 2h/c = 8 detik. Dan ini pasti benar.
•Bagiku, cahaya melakukan perjalanan dari kamu, mengenai cermin, dan kembali lagi ke kamu selama 2h/sqrt(c^2 - v^2) = 10 detik. Dan ini juga pasti benar.
Artinya bagiku, waktumu berjalan lebih lambat. Pada peristiwa yang terjadi itu, aku sudah mengalami 10 detik tapi ternyata dirimu baru berada di detik ke 8. Kalau diakumulasikan, saya yang diam ini semakin tua tetapi dirimu masih tetap muda. Bayangkan, kalau kecepatan pesawat (v) tadi semakin dinaikkan, berapa besar dilatasi atau pelenturan waktu yang terjadi. Ini bukan hanya terjadi dalam imajinasi saja. Percobaan yang dilakukan dengan partikel subatomik (muon) menunjukkan bahwa partikel-partikel yang melaju dengan kecepatan 99,94 persen dari kecepatan cahaya memperpanjang rentang usia mereka sebanyak hampir tiga puluh kali lipat, tepat seperti yang diramalkan oleh Einstein.
Kalau ruang itu tidak mutlak dan waktu juga tidak mutlak, apakah materi yang lebih mutlak di alam ini? Alam semesta ini masih misterius. Ilmuwan telah membombardir materi sampai ke partikel-partikel terkecil penyusunnya. Amat mengherankan, karena alam semesta yang kelihatannya nyata ini pun ternyata disusun oleh satuan-satuan materi yang tidak nyata. Heisenberg merumuskan prinsip ketidakpastiannya pada tahun 1927 yang menyulut kepanikan fisikawan klasik manapun yang percaya akan kepastian. Begini gambarannya: dalam Fisika Kuantum tak ada lagi definisi elektron berada di A atau di B, atau konsep tidak berada dimanapun akan sama dengan berada dimanapun. Heisenberg telah menyimpulkan ketakutan kita semua: pada tingkat tertentu kita tidak bisa menentukan setiap nilai dari variable-variabel konjugat ini: posisi dan momentum suatu partikel, atau energi dan waktunya. Jadi juga tidak ada yang pasti dalam dunia sub atomik. (Jadi teringat kucing Schrodinger)
Pelajari fisika modern, dan kau akan tahu bahkan hidup kita ini pun bahkan ilusi. Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. (Ecclesiastes 1:2). Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia? (Ecclesiastes 6:12) Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (James 4:14)
Fisika yakin adanya big bang seyakin adanya big crunch. Semuanya akan kembali kepada sesuatu sebelum singularitas. Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.(2 Pet 3 :10)
Lalu siapa yang abadi? Tidak lain hanya Pencipta materi-energi dan ruang-waktu. Yaitu DIA, Wajib al wujud yang bertahta dalam kekekalan.